"Terkait Silfester kan ini sudah inkrah perkaranya dan menjadi kewenangan daripada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku jaksa eksekutornya," kata Anang.
Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pidana umum pada 2019 yakni fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla,
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019, dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.
Dalam Putusan MA ini disebutkan Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Namun, hingga kini atau sejak putusan itu dibacakan 6 tahun lalu, pihak Kejaaksaan tak kunjung melakukan eksekusi penahanan terhadap Silfester Matutina.
Tak Menghalangi Putusan
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina tidak akan menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan.
Silfester Matutina resmi mengajukan permohonan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2025.
“Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, di Kejagung, Senin (11/8/2025).
Saat ditanya awak media mengenai alasan eksekusi belum dilakukan, Anang kembali menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya berada di tangan Kejari Jakarta Selatan.
Mahfud Sebut Kejaksaan Melindungi
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan sekalipun Jusuf Kalla sudah memaafkan, karena kasus ini inkrah maka Silfester tetap mesti menjalani hukuman.
"Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara," kata Mahfud.
Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.
"Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu," kata Mahfud,
Mahfud mengaku memiliki data tahun 2025, dimana sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.