TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK – Pemerintah Kabupaten Siak melakukan terobosan dalam penyelesaian konflik agraria yang berlarut. Bupati Siak Afni Zulkifli membentuk Tim Fasilitasi Penyelesaian Konflik Tenurial dengan melibatkan seluruh unsur pentahelix, pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, NGO, hingga media massa.
Dalam konteks sumber daya alam, khususnya pengelolaan lahan dan hutan, tenurial merujuk pada status hukum dan sosial atas penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan lahan atau sumber daya.
Pembentukan tim yang digelar di Ruang Rapat Kantor Bupati Siak, Rabu (20/8/2025) ini menjadi tindak lanjut dari visi-misi Bupati Afni, yakni menghadirkan penyelesaian adil atas konflik lahan dan pemenuhan hak rakyat.
Menurut Afni, keberadaan tim ini akan menjadi pintu koordinasi tunggal agar masyarakat tidak lagi kebingungan menentukan lembaga yang tepat saat melaporkan permasalahan lahan.
“Selama ini rakyat sulit mencari tempat mengadu. Kalau melapor ke instansi tertentu, sering tidak nyambung dengan persoalan yang dihadapi. Itulah yang membuat masalah tanah tidak kunjung selesai,” jelasnya.
Afni menegaskan, tim ini yang dibentuk bukan formalitas. Ia meminta dukungan penuh DPRD dan semua pihak agar kerja tim benar-benar berjalan di lapangan.
“Kami tidak mau tim ini hanya jadi tim seremonial. Harus ada kerja nyata yang bisa dirasakan masyarakat,” tegas mantan tenaga ahli KLHK itu.
Lebih jauh, Afni menyebutkan tim ini berbeda dengan program nasional yang sifatnya parsial. Di Siak, cakupan kerja tim akan menyentuh semua aspek konflik, mulai dari Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hingga hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Selain memberi kepastian hukum, tim juga akan menjadi sarana edukasi. Afni mencontohkan kasus lahan di kawasan hutan yang dialihfungsikan atau dijual setelah 2020. Dalam kasus itu, ia menegaskan penyelesaian tetap mengedepankan aturan.
“Kasih sayang pada rakyat bukan berarti membiarkan pelanggaran. Negara kita berdasarkan hukum. Jadi penyelesaian harus adil dan tidak berpihak pada kelompok tertentu,” ujarnya.
Inisiatif ini disambut baik oleh banyak pihak, termasuk kalangan perusahaan yang selama ini juga kesulitan menyalurkan aduan konflik lahan. Afni menambahkan, dengan melibatkan NGO dan media, kerja tim diharapkan lebih transparan sekaligus mempercepat sosialisasi ke masyarakat.
“Kalau hanya mengandalkan ASN, rata-rata jalan di tempat karena terbentur tupoksi. Dengan format pentahelix, kita berharap penyelesaian konflik lahan bisa lebih cepat dan menyeluruh,” pungkasnya.
(Tribunpekanbaru.com/mayonal putra)