TRIBUNPEKANBARU.COM - Berikut dua berita populer di Provinsi Riau dalam 24 jam terakhir yang menjadi perhatian.
Pertama mengenai berita terdakwa kasus korupsi APBD Pekanbaru yang membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Selanjutnya oknum perwira TNI AL yang menganiaya warga hingga tewas.
Terdakwa Kasus Korupsi APBD Kota Pekanbaru Bacakan Pledoi
Tiga terdakwa kasus korupsi APBD Kota Pekanbaru, eks Penjabat (PJ) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, eks Sekretaris Daerah (Sekda) Indra Pomi Nasution dan eks Plt Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat Daerah (Setda) Novin Karmila, membacakan nota pembelaan atau pledoi di hadapan majelis hakim dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (27/8/2025)
Mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa diberi kesempatan pertama, sebelum Indra Pomi dan Novin Karmila.
Dalam pledoinya, Risnandar menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatannya dan berharap kasusnya dapat menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan sistem pemerintahan di Indonesia.
Risnandar, lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2006, mengakui bahwa dalam perjalanan kariernya, ia terjerumus dalam tindak pidana korupsi.
"Kami ditugaskan oleh negara dan jika negara mengoreksi serta menghukum kami, pada prinsipnya kami siap dan ikhlas menjalaninya karena itu bentuk dari pengabdian juga pada bangsa dan negara," ujarnya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Ia mengungkapkan, melalui proses peradilan yang sedang berjalan, ia percaya bahwa negara, melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga peradilan, sedang melakukan koreksi demi perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.
Dalam pledoinya, Risnandar juga menyinggung tentang kesendirian yang ia rasakan setelah kasus yang menjeratnya ini.
"Berbeda saat saya menjabat, hampir semua ada. Pada saat ada masalah, semua meninggalkan saya," sebut Risnandar.
Menjelang akhir pembacaan pledoi, ayah dari tiga orang anak ini menyampaikan permohonan maaf dari lubuk hati yang paling dalam.
Ia meminta maaf kepada Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri, serta seluruh anggota DPR RI.
Permintaan maaf juga disampaikan kepada seluruh masyarakat Kota Pekanbaru, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan pemangku kepentingan lainnya.
Tak lupa, ia juga memohon maaf kepada Pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Kota Pekanbaru, dan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Risnandar berharap kasus yang menimpanya dapat menjadi contoh nyata bagi pejabat negara, pejabat politik, dan birokrasi agar tidak ada lagi yang mengulang kesalahan yang sama.
"Sehingga arah kebijakan menuju Indonesia Emas 2045 bisa tercapai," pungkasnya.
Dari pantauan tribunpekanbaru.com di ruang sidang, tampak Risnandar yang mengenakan kemeja putih, duduk di bangku pesakitan tepat di hadapan majelis hakim yang mengadili perkara ini.
Sesekali, nada suara Risnandar terdengar bergetar.
Khususnya saat menyampaikan permohonan maaf, dan membahas soal keluarga.
Selain Risnandar, ada 2 eks bawahannya yang juga berstatus terdakwa, yang akan menyampaikan pledoi.
Keduanya yakni eks Sekretaris Daerah (Sekda) Indra Pomi Nasution dan eks Plt Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat Daerah (Setda) Novin Karmila.
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, menyampaikan pembelaan atau pledoi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (26/8/2025).
Indra Pomi Nasution mengawali pembelaannya dengan menceritakan asal-usulnya dari keluarga sederhana yang menjunjung tinggi kejujuran dan kesederhanaan.
Ia menegaskan bahwa sepanjang kariernya, ia tidak pernah memiliki niat untuk mengambil keuntungan pribadi.
Indra Pomi Nasution memohon pertimbangan Majelis Hakim atas beberapa faktor yang dapat menjadi keringanan.
Ia menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga, tidak hanya bagi keluarga inti, tetapi juga bagi keluarga besar dari pihak ayah dan ibu.
Kondisi ini membuat beban yang ia pikul menjadi lebih berat.
Ia juga mengungkapkan bahwa putri yang sangat ia cintai sedang menantikan hari wisuda.
Ini menjadi salah satu alasan kuat baginya untuk berharap dapat kembali ke tengah-tengah keluarga dan mendampingi putrinya di momen penting tersebut.
Indra Pomi Nasution menyatakan penyesalan yang sangat dalam atas perbuatan yang telah mencoreng nama baiknya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Saya sangat menyesali atas terjadinya peristiwa ini. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi," ucapnya.
Ia mengakui bahwa perbuatannya merupakan suatu kekhilafan yang terjadi karena pengaruh internal dan eksternal.
Untuk menebus kesalahannya, ia bertekad untuk menjadi penyuluh swadaya anti-korupsi setelah menjalani hukuman.
Di akhir pledoinya, Indra Pomi Nasution berdoa agar Majelis Hakim diberi kelapangan hati dan bisa melihat dirinya bukan sebagai sosok yang serakah.
“Doa saya agar Yang Mulia diberi kelapangan hati bahwa saya bukanlah seorang yang serakah, namun seorang manusia yang khilaf," pungkasnya.
Sementara itu, terdakwa lainnya, eks Plt Kabag Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru, Novin Karmila dalam pledoi menyatakan, pemotongan anggaran di Bagian Umum melanjutkan kebiasaan lama yang telah terjadi di sana.
Pemotongan itu telah terjadi sejak 2022, bahkan saat sebelum ia menjabat Plt Kabag Umum.
Novin menyebutkan, pemotongan pencairan anggaran, sesuai keterangan saksi-saksi, yaitu dilakukan pejabat lain.
Ia hanya menyampaikan permintaan Risnandar, baik secara langsung ataupun melalui ajudannya dan juga atas permintaan Kepala BPKAD Yulianis.
Bila majelis Hakim menyatakan ia bersalah sesuai tuntutan JPU, Novin meminta keringanan hukuman.
Ia beralasan, seorang orang tua tunggal, ia merupakan tukang punggung keluarga satu-satunya.
''Saya juga menjadi tulang punggung bagi orang tua saya yang sudah lansia, juga saudara saya yang berkebutuhan khusus di rumah,'' ungkap Novin.
Sebelumnya, ketiga terdakwa telah dituntut pidana oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sidang, Selasa (12/8/2025).
Diketahui, ketiganya dituntut dengan pidana berbeda.
Risnandar dituntut hukuman pidana penjara 6 tahun. Tak hanya itu, JPU KPK juga meminta agar Risnandar dihukum pidana denda sebesar Rp300 juta dengan subsidair 4 bulan kurungan.
JPU KPK turut menuntut Risnandar Mahiwa agar membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp3,8 miliar, selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam kurun waktu yang ditentukan, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Kemudian jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dapat dipidana penjara selama 1 tahun.
Sementara terdakwa Novin Karmila, dituntut 5,5 tahun penjara. Selain pidana penjara, Novin juga dituntut pidana denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan, ditambah harus membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2 miliar.
Berikutnya, Indra Pomi, dituntut 6,5 tahun penjara. Hukuman untuk Indra Pomi terbilang lebih berat dibanding terdakwa lainnya.
Baca juga: Pledoi Risnandar Mahiwa, Akui Terima Uang, Tapi Tak Punya Niat Jahat, Sudah Terjadi Sebelum Menjabat
Oknum TNI AL Aniaya Warga
Gunawan Santosa, seorang warga Pekanbaru, meregang nyawa usai diduga dianiaya oleh perwira oknum TNI AL berpangkat Lettu berinisial MZ di Jalan Kuantan I, Kecamatan Limapuluh, Kota Pekanbaru, pada Jumat (15/8/2025).
Insiden ini bermula dari kecurigaan pelaku terhadap Gunawan dan rekannya, Supriyanto, yang sedang mengambil buah sukun di tanah kosong.
Menurut penuturan Supriyanto, Gunawan dan ia dipukul menggunakan senjata api oleh pelaku.
"Tiba-tiba pelaku memukul kami dengan senjata api. Kemudian kami dibawa ke teras rumahnya dan kembali memukul korban dengan membabi buta menggunakan cangkul kecil," ujar Supriyanto, Selasa (26/8/2025).
Saat dianiaya dengan cangkul kecil, Gunawan sempat berusaha melindungi kepalanya dengan tangan, yang mengakibatkan luka di tubuhnya.
Setelah penganiayaan, pelaku membawa Gunawan ke kantor polisi karena dicurigai melakukan pencurian.
Namun, Gunawan dipulangkan keesokan harinya karena tidak terbukti bersalah.
Setelah kejadian, Gunawan sempat mendapat penanganan medis di RS Bhayangkara Polda Riau, tetapi kondisinya terus memburuk dan ia kesulitan menggerakkan lehernya.
Ia kemudian dibawa ke RSUD Arifin Ahmad, di mana hasil tes darah menunjukkan ia positif tetanus dan kondisinya dinyatakan sudah memprihatinkan.
Sehari setelah dirawat, Gunawan dinyatakan meninggal dunia.
Pihak keluarga berharap agar kasus ini diusut tuntas.
"Kami harap Panglima TNI dapat segera mengusut penganiayaan ini. Saya harap oknum tersebut segera dapat diproses agar arwah adik saya tenang," ujar Rudi, salah seorang abang korban.
Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Polisi Militer Angkatan Laut (POM AL) dan pihak POM AL telah melakukan mediasi.
"Kami minta pelaku segera ditangkap, dan kirimkan dokumen sebagai bukti bahwa pelaku memang sudah ditahan," tegas Rudi.
Secara terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama (Laksma) TNI Tunggul, mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus ini.
“Jajaran TNI AL di wilayah Dumai ikut membantu proses penyidikan, karena diduga melibatkan personel TNI AL yang berdinas di lingkungan Mabes TNI," beber Tunggul.
Tunggul menambahkan, pelaku telah ditangkap dan sedang menjalani pemeriksaan oleh POM AL.
Ia juga menegaskan bahwa kasus ini akan ditangani secara profesional sesuai hukum yang berlaku demi keadilan bagi semua pihak.
(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)