Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jejak Tsunami Besar di Selatan Jawa, Ahli Peringatkan Bisa Terulang dengan Magnitudo Gempa Capai 8,8

Wilayah selatan Pulau Jawa diperkirakan berpotensi mengalami gempa bumi dahsyat akibat aktivitas kegempaan di zona megathrust.

Editor: Ariestia
Foto/Pixabay
TSUNAMI - Wilayah selatan Pulau Jawa diperkirakan berpotensi mengalami gempa bumi dahsyat akibat aktivitas kegempaan di zona megathrust, yaitu jenis patahan besar di zona subduksi, tempat lempeng tektonik yang lebih padat bergerak ke bawah lempeng yang lebih ringan. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Wilayah selatan Pulau Jawa diperkirakan berpotensi mengalami gempa bumi dahsyat akibat aktivitas kegempaan di zona megathrust, yaitu jenis patahan besar di zona subduksi, tempat lempeng tektonik yang lebih padat bergerak ke bawah lempeng yang lebih ringan.

Proses ini menimbulkan akumulasi tekanan yang, bila dilepaskan secara tiba-tiba, dapat memicu gempa bermagnitudo tinggi.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa potensi gempa megathrust di selatan Jawa bisa mencapai magnitudo 8,8 dan berisiko memicu tsunami besar.

Dwikorita juga menyoroti wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya kawasan pesisir selatan, yang memiliki tingkat aktivitas seismik cukup tinggi.

Dalam sepuluh tahun terakhir, BMKG mencatat 114 gempa bumi bermagnitudo di atas 5, dua di antaranya bersifat merusak dan 44 kali guncangan dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Ancaman ini nyata dan bisa terjadi tiba-tiba. Karena itu, kesiapsiagaan harus terus diperkuat,” kata Dwikorita dalam pembukaan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) di Kulon Progo, dikutip dari laman resmi BMKG, Rabu (24/9/2025).
 
Tsunami Purba Pernah Terjadi di Selatan Jawa

Potensi gempa dan tsunami di selatan Jawa bukan sekadar prediksi masa depan.

Jejak sejarah menunjukkan bahwa bencana tersebut pernah terjadi ribuan tahun lalu.

Hal ini terungkap dari hasil riset paleotsunami yang dilakukan oleh tim Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) dan dipaparkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui laman resminya, Selasa (5/8/2025).

Peneliti Ahli Madya PRKG BRIN, Purna Sulastya Putra, menjelaskan bahwa paleotsunami merupakan kajian ilmiah untuk mengidentifikasi tsunami purba yang tidak tercatat dalam sejarah manusia.

Penelitian ini menjadi krusial, terutama karena wilayah selatan Jawa terus berkembang dengan pembangunan infrastruktur strategis, sementara ancaman tsunami raksasa yang berulang belum sepenuhnya dipahami dan diantisipasi.

Salah satu temuan penting adalah lapisan sedimen tsunami purba berusia sekitar 1.800 tahun, yang ditemukan di berbagai lokasi di selatan Jawa, seperti Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo.

Menurut Purna, lapisan tersebut merupakan dampak dari tsunami raksasa yang dipicu gempa megathrust dengan kekuatan M 9,0 atau lebih.

Dugaan ini diperkuat oleh penyebaran luas sedimen tsunami purba di sepanjang pantai selatan.

“Ini bukan satu-satunya. Jejak tsunami raksasa lainnya ditemukan berumur sekitar 3.000 tahun lalu, 1.000 tahun lalu, dan 400 tahun lalu,” ujar Purna.

Riset Mendalam dan Tantangan Identifikasi Sedimen Tsunami

Purna menyebutkan bahwa riset paleotsunami dilakukan melalui pengamatan lapangan, khususnya di area laguna dan rawa, karena lingkungan tersebut memudahkan identifikasi sedimen laut akibat gelombang tsunami.

Tim riset BRIN juga menggunakan uji mikrofauna, analisis kandungan unsur kimia, serta penarikhan umur radiokarbon untuk memastikan asal-usul lapisan sedimen.

Meski begitu, riset ini tidak lepas dari tantangan. Tidak semua lapisan sedimen tsunami purba bisa bertahan dalam kondisi baik, dan membedakan sedimen tsunami dari sedimen akibat banjir atau badai menjadi tantangan tersendiri.

Oleh karena itu, proses verifikasi dilakukan dengan kehati-hatian tinggi.

Purna menambahkan bahwa temuan ini menunjukkan tsunami raksasa di selatan Jawa bersifat berulang, dengan siklus sekitar 600–800 tahun.

“Ini artinya, bukan soal apakah tsunami besar akan terjadi, tapi kapan,” kata Purna.

Pembangunan Infrastruktur dan Kerentanan Terhadap Bencana

Selain aspek geologis, BRIN juga menyoroti pembangunan infrastruktur di wilayah selatan Jawa.

Menurut Purna, potensi gempa besar di masa mendatang menjadi ancaman serius, terutama karena populasi penduduk di pesisir selatan Jawa diperkirakan mencapai 30 juta jiwa pada 2030.

Pembangunan bandara, pelabuhan, kawasan industri, hotel, restoran, dan destinasi wisata belum sepenuhnya terintegrasi dengan kajian risiko tsunami.

Padahal, keberadaan infrastruktur tersebut mendorong perkembangan wilayah yang secara tidak langsung meningkatkan kerentanan terhadap bencana.

“Peningkatan aktivitas ini, meski memberikan dampak positif dari sisi ekonomi, juga secara tidak langsung menambah kerentanan wilayah terhadap potensi bencana tsunami,” tandas Purna.

Karena itu, Purna meminta pemerintah daerah agar menggunakan data hasil riset BRIN dalam menyusun rencana pembangunan berwawasan risiko, serta melakukan sosialisasi rutin kepada masyarakat.

Pentingnya Edukasi dan Kesiapsiagaan Masyarakat

BRIN juga mendorong agar edukasi kebencanaan berbasis riset mulai dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, media massa, dan komunitas lokal.

Selain itu, masyarakat diminta untuk selalu siaga dan mengikuti arahan dari pemangku kepentingan daerah.

“Kalau terjadi gempa kuat di dekat pantai, jangan tunggu sirine atau pemberitahuan. Segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Alam sering memberi sinyal pertama, dan kesiapsiagaan adalah kunci keselamatan,” imbuh Purna.

“Tsunami mungkin tak bisa dicegah, tapi korban jiwa dan kerugian bisa kita minimalisir dengan pengetahuan dan kesiapan,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Kompas.com

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved