Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ibu Hamil Meninggal Bersama Janinnya, Diduga Ditolak oleh 4 Rumah Sakit

Diduga, salah satu rumah sakit meminta biaya operasi sebesar Rp 8 juta, yang tidak mampu dipenuhi pihak keluarga.

KOMPAS.com/FINDI RAKMENI
Abraham Kabey dan kedua cucu (anak Irene Sokoy) saat berdiri di makam Irene Sokoy 
Ringkasan Berita:
  • Diduga, salah satu rumah sakit meminta biaya operasi sebesar Rp 8 juta, yang tidak mampu dipenuhi pihak keluarga.
  • Gubernur menambahkan bahwa pihaknya akan memberikan sanksi tegas apabila terdapat kelalaian pelayanan.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sebuah kejadian memilukan terjadi di Jayapura, di mana seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy meninggal dunia bersama janin yang sedang dikandungnya.

Warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura itu tidak berhasil diselamatkan setelah sebelumnya sempat ditolak oleh beberapa fasilitas kesehatan pada Rabu (19/11/2025).

Sekitar pukul 03.00 WIT, keluarga membawa Irene dari Kampung Kensio dengan speed boat menuju RSUD Yowari di Sentani untuk menjalani proses persalinan.

Usai mendapatkan tindakan awal, ia kemudian dirujuk ke RSUD Abepura di Kota Jayapura, namun rumah sakit tersebut pun tidak mampu memberikan pelayanan yang diperlukan.

Keluarga kemudian berupaya mencari pertolongan di Rumah Sakit Dian Harapan dan RS Bhayangkara.

Namun kedua fasilitas kesehatan tersebut juga tidak menerima Irene.

Diduga, salah satu rumah sakit meminta biaya operasi sebesar Rp 8 juta, yang tidak mampu dipenuhi pihak keluarga.

Irene akhirnya dibawa ke RSUD DOK II Jayapura, tetapi ia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit tersebut.

Baca juga: Ingat Tiga Polisi di Medan Lagi Mabuk dan Tabrak Warga hingga Tewas? Hingga Kini Belum Disidang Etik

Baca juga: Lisa Mariana Harus Dipenjara, Kubu Ridwan Kamil Ingin Beri Efek Jera

Duka dan Tuntutan Evaluasi Pelayanan

Kepala Distrik Sentani, Jack Judspn Puraro, menyampaikan rasa duka mendalam atas insiden ini. Ia menegaskan perlunya perbaikan layanan kesehatan agar kasus serupa tidak terulang.

"Kami sangat berduka atas kejadian ini. Saya meminta kepada semua pihak terkait, terutama Dinas Kesehatan dan pihak rumah sakit, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rujukan dan pelayanan kesehatan yang ada," kata Jack.

Ia juga menekankan pentingnya pertanggungjawaban jika ditemukan kelalaian dalam penanganan pasien.

"Jika ada kelalaian atau kesalahan prosedur yang menyebabkan hilangnya nyawa, tentu harus ada pertanggungjawaban. Ini penting agar kejadian serupa tidak terulang lagi," ujarnya.

Gubernur Papua, Matius Derek Fakiri, turut menyoroti kasus ini.

 Ia meminta seluruh rumah sakit pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mengutamakan pelayanan tanpa mempersoalkan kemampuan pasien.

"Semua rumah sakit di setiap kabupaten/kota, harus melayani pasien terlebih dahulu, tanpa mempertanyakan kapasitas dari pasien tersebut," ucap MDF di Kantor Gubernur Papua.

Gubernur menambahkan bahwa pihaknya akan memberikan sanksi tegas apabila terdapat kelalaian pelayanan.

"Jika ada kelalaian dalam pelayanan, maka direktur rumah sakit akan dicopot dan akan diberikan sanksi tegas," ujarnya.

Klarifikasi Rumah Sakit

Wakil Direktur Rumah Sakit Dian Harapan, drg Aloysius Giyai, memberikan klarifikasi bahwa pihaknya tidak menolak pasien, termasuk Irene.

"Rumah Sakit Dian Harapan (RSDH) Jayapura tidak pernah menolak pasien, kami selalu layani masyarakat biarpun tidak punya BPJS, selalu kami bantu uruskan jaminan BPJS atau lainnya," katanya.

Direktur RSUD Yowari, Maryen Braweri, turut memberikan penjelasan terkait lambatnya penanganan yang dialami Irene. Ia menyebut pasien datang pada Minggu (16/11/2025) sore dan awalnya direncanakan melahirkan secara normal.

“Pada saat pasien datang itu sudah pembukaan lima dan sampai 22.10 WIT baru pembukaan lengkap dan bayi sudah kelihatan. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi,” ujar Maryen.

Namun dokter kandungan di RSUD Yowari sedang berada di luar kota. Akhirnya pasien dirujuk ke RS Dian Harapan.

“Untuk dokter kandungan di rumah sakit Yowari hanya ada satu orang, namun sedang ada kegiatan di luar kota, sehingga kami koordinasi dengan RS Dian Harapan untuk dirujuk ke sana,” ujarnya.

Pasien kemudian dibawa menggunakan ambulans didampingi dua perawat. Namun di tengah perjalanan, rumah sakit rujukan mengabarkan bahwa ruang BPJS kelas III penuh dan dokter spesialis anestesi tidak tersedia.

"Makanya pasien dibawa ke RSUD Abepura dengan alasan lokasi terdekat,” kata Maryen.

Di RSUD Abepura, pasien kembali ditolak karena ruang operasi sedang direnovasi. Selanjutnya, pasien dibawa ke RS Bhayangkara, tetapi ruang BPJS kelas III penuh dan hanya tersedia ruang VIP dengan uang muka Rp 4 juta.

"Di satu sisi keluarga tidak bawa uang, sehingga petugas kami minta untuk dilakukan tindakan, tetapi karena tidak terima akhirnya pasien dibawa menuju ke rumah sakit RSUD Jayapura,” jelasnya.

Dalam perjalanan, Irene mengalami kejang-kejang sehingga ambulans berusaha kembali ke RS Bhayangkara. Namun sebelum tiba, Irene dinyatakan meninggal dunia.

Maryen menegaskan RSUD Yowari telah mengikuti prosedur.

“Kita sudah melaksanakan sesuai prosedur yang ada. Di sini memang hanya ada 1 dokter dan saat itu berada di luar kota, namun petugas kita terus berkoordinasi dengan dokter dalam menangani pasien hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit lain,” katanya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved