Uang Palsu dan Pilkada Serentak
Akhir-akhir ini sindikat pemalsu uang tersebut berhasil lolos ke dalam perbankan. money changer, dan juga dijumpai lewat ATM.
Oleh: Prof Dr HB Isyandi, SE, M.Sc,
Dosen Fak Ekonomi Universitas Riau
DALAM praktek sehari-hari terlihat berbagai macam uang, seperti: uang logam, uang kertas pemerintah, uang kertas bank, dan sebagainya. Oleh karena itu uang tidak lain adalah segala sesuatu yang dipakai/diterima untuk melakukan pembayaran, baik barang, jasa maupun utang.
Dalam perekonomian yang modern, nilai eksternal dan internal dari uang suatu negara selayaknya dijaga ketat. Demikian juga dengan jumlahnya, yang diatur melalui kebijakan moneter, Sekali nilai dan jumlah uang diganggu, maka akan amburadullah keadaan perekonomian negara tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa uang merupakan jantungnya perekonomian.
Gangguan terhadap nilai uang dapat dilakukan oleh spekulan, seperti spekulan valuta asing. Biasanya kurs suatu mata uang, seperti Rupiah, ditentukan oleh sekeranjang mata uang kuat dunia (hard currency ).
Melalui kekuatan tarik menarik demand dan supply, spekulan dapat mempengaruhi nilai rupiah, seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 2014 yang lalu nilai Rupiah terdepresiasi sebesar 29 persen.
Spekulan valuta asing tampaknya bukan lagi satu-satunya musuh rupiah. Pemalsuan uang adalah juga malapetaka yang menyebabkan berantakannya perekonomian suatu negara. Apalagi dengan berkembangnya metode dan tekonolgi pemalsuan uang yang semakin hari semakin canggih, sesuai dengan perkemban'gan zaman.
Yang menjadi sasaran biasanya pedagang kecil, pasar tradisional, pegawai atau karyawan yang diberi tip yang menerima pembayaran langsung. Bahkan akhir-akhir ini sindikat pemalsu uang tersebut berhasil lolos ke dalam perbankan. money changer, dan juga dijumpai lewat Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Pembelanjaan uang palsu ini kalau dilihat dari modus operansinya ada dua macam, yakni melalui pembelanjaan langsung, seperti lewat pedagang kecil, dan cara lainya adalah uang palsu itu ditukar dengan uang asli. Untuk bentuk yang kedua lni harganya sangat tergantung dari kualitas uang palsu yang ditransaksikan.
Biasanya dalam praktek ada tiga tingkatan uang palsu, yaitu: super, super king dan king cobra.. Untuk tingkat super biasanya dikenal sebagai katagori 1:5. Artinya selembar uang asli pecahan Rp.20.000,- dapat ditukarkan dengan lima lembar uang palsu berjumlah Rp.100.000,-, karena cetakannya memang tak terlalu bagus.
Untuk tingkatan king cobra kabarnya bisa mencapai perbandingan 1:2 atau bahkan 1:1,5 artinya uang asli Rp.15.000,- 'hanya dapat membeli Rp.20.000,- (termasuk jasa mediator) karena ia mempunyai tingkat kesalahan paling minimum, atau tingkat kemiripannya dengan uang asli yang dikeluarkan Bank Indonesia mendekati 100 persen. ltulah sebabnya uang palsu jenis king cobra ini selalu lolos dari alat detektor ultraviolet teller perbankan.
Data mengenal beredarnya uang palsu jenis king cobra memang cukup mengejutkan, seperti juga terjadi di Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Tengah termasuk di provinsl Riau . Bertambah banyaknya uang kertas palsu yang beredar di daerah ini diketahui berdasarkan temuan bank-bank atau laporan lembaga keuangan lainnya.
Upal yang beredar sebagian besar adalah pecahan uang Rp100.000 (60,92%), kemudian disusul pecahan uang Rp50.000 (35,07°/o). Sedangkan yang lain cenderung kecil, yakni Rp20.000 (2,38%), Rp10.000 (0,54%), Rp5.000 (1,06%) dan Rp1.000 (0,02%).
Untuk mengetahui apakah peredaran uang itu bahaya atau tidak, harus membandingkan [upal] dengan bilyet yang beredar. Pada tahun 2013 perbandingannya adalah 22 bilyet [upal] banding satu juta bilyet [inflow] jadi uang palsu yang beredar itu sangat kecil dan tidak berisiko,
Dari mana datangnya uang palsu jenis itu? Ya, bisa saja uang palsu itu dicetak di dalam negeri atau negeri. Misalnya, uang palsu yang beredar di Batam di duga berasal dari Singapura. Dan bukan pertama kaIi Indonesia mengalami hal seperti itu.
Tahun 1960-an, ketika berkonfrontasi dengan Malaysia. Indonesia pernah dikacaukan dengan ORI (Oeang RI) palsu dari negara jiran tersebut. Tetapi bukan tidak mungkin uang palsu jenis itu di kerjakan di Indonesia.
Mengapa bisa terjadi peredaran uang palsu, banyak orang tentu bertanya, bank devisa juga bisa tertipu menerima uang palsu? Rupanya pemalsuan uang sudah semakin canggih saat ini. Hal ini terbukti dengan lolosnya uang palsu ke Bank tentu merupakan uang palsu jenis King Cobra , yang merupakan istilah untuk kualitas uang palsu.
Karena kemiripannya sama dengan uang asli keluaran Peruri, sehingga uang palsu jenis King Cobra dapat IoIos dari money tester. Benang pengaman uang palsu jenis King Cobra ini sudah dimasukkan ke dalam kertas , sehingga tidak bisa hilang.
WaIaupun kekhawatiran masyarakat sudah semakin meningkat dengan semakin banyaknya peredaran uang palsu saat ini, otoritas moneter (Bl) memberikan pernyaan bahwa nilai transaksi inring antar daerah atau real time gross settlement di provinsi Riau tahun 2015, tidak terlalu meningkat signifikan.
Hanya kondisi ini malah dibarengi dengan peningkatan peredaran uang tidak asli atau uang palsu di provinsi Riau. Catatan Bank Indonesia, pada tahun 2013 di provinsi Riau beredar uang palsu senilai Rp 70,28 juta dengan banyaknya uang yakni 1.168 lembar.
Dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2012 uang palsu yang beredar hanya sebesar Rp 26,5 juta dengan banyaknya uang yakni 353 kembar. Artinya terjadi peningkatan yang cukup tinggi yang perIu diwaspadai, Sebab peredaran uang palsu biasanya marak terjadi di beberapa daerah menjelang Pilkada Serentak seperti tahun 2015 sekarang ini.
Uang palsu sangat tidak dikehendaki karena menurunkan kepercayaan masyarakat dan investor. OIeh karena itu, semakin sedikit uang yang beredar, semakin bagus. Pada sisi Iain bisa saja uang palsu yang tercatat pada BI lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya.
Apakah pemerintah perIu mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai adanya indikasi uang palsu, agar mereka berhati-hati? Tingkat inflasi yang sudah mulai membubung, nilai Rupiah yang juga semakin melemah (Rp.13.500), hendaknya dibarengi dengan jumlah uang beredar (JUB) yang ketat, agar jaminan stabilitas ekonomi menjelang PILKADA SERANDA DESEMBER 2015 semakin tinggi. (*)