Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jadi Menpora di Era Soeharto, Ini Pengalaman Agung Laksono

Beliau sering sekali blusukan, cuma memang jarang diberitakan. Ketemu petani, masyarakat kecil

Editor:
KOMPAS.COM
Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Ancol, Agung Laksono, dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (25/6/2015). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Agung Laksono, mengaku sangat mengenal sosok Presiden kedua RI Soeharto.

Di matanya, Soeharto adalah sosok negarawan meskipun berlatar belakang tentara.

"Bisa saja di akhir masa jabatannya saat itu beliau ngotot (mempertahankan kekuasaan), tetapi pasti akan terjadi pertumpahan darah. Beliau menghindari hal itu," kata Agung kepada Kompas.com, Selasa (26/1/2016).

Agung mengatakan, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat ini dengan mengunjungi pelosok-pelosok wilayah sebenarnya sudah sering dilakukan Soeharto selama 31 tahun menjabat sebagai presiden.

"Beliau sering sekali blusukan, cuma memang jarang diberitakan. Ketemu petani, masyarakat kecil," ujarnya.

Berbeda

Agung pun berkisah bagaimana saat ia ditunjuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Pembangunan VII tahun 1998.

Saat itu, ia baru saja selesai mengikuti sidang MPR. Ketika sedang berbincang dengan Leo Nababan di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen, tiba-tiba teleponnya berdering.

"Pas saya angkat, ternyata yang telepon Presiden. Saya yang lagi duduk seketika langsung berdiri dan berbisik kepada Leo 'Ini Presiden'," kenangnya.

Dalam pembicaraan itu, Soeharto meminta agar Agung menjabat sebagai Menpora. Ia juga diperintahkan untuk segera berkoordinasi dengan sejumlah petinggi cabang-cabang organisasi kepemudaan dan olahraga yang bernaung di bawahnya.

"Ada perasaan berbeda ketika ditelepon Pak Harto. Itu benar-benar baru pertama kali saya ditelepon beliau," ujar Agung.

Menurut Agung, kewibawaan Soeharto tak dimiliki oleh pemimpin lain di negeri ini.

Ia mencontohkan, ketika dihubungi Habibie maupun Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjabat sebagai menteri, dia lebih santai.

"Saya cuma duduk saja," ujarnya.

Teliti

Hingga kini, Agung mengaku tak mengetahui apa alasan Soeharto menunjuknya sebagai Menpora.

Ia menduga, hal itu tidak terlepas dari posisinya yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum AMPI antara 1984-1989. AMPI merupakan organisasi sayap kepemudaan Golkar.

"Saya pernah diminta beliau membaca Ikrar Panca Bhakti Golkar pas HUT Golkar antara 1985-1986 tanpa teks. Itu diikuti beliau dan ribuan kader Golkar lainnya. Alhamdulillah berhasil," kata dia.

Agung mengatakan, Soeharto selalu mengikuti perkembangan kadernya. Sistem reward and punishment pun menjadi jaminan bagi kader Golkar yang loyal dan berdedikasi tinggi.

Tak hanya itu, Soeharto juga dikenal teliti. Ia mencontohkan, ketika hendak menggelar kegiatan AMPI, Agung pernah mengajukan proposal anggaran kepada pimpinan Golkar. Proposal itu kemudian diserahkan kepada Soeharto dan diteliti sendiri.

"Ibu Tien selalu bilang, Pak Harto sering mengoreksi sendiri proposal yang diajukan di malam hari," kata dia.

Gemar pakai sarung

Meski banyak yang menilai Soeharto sosok yang menyeramkan, hal itu tidak terlihat di mata Agung.

Selama empat bulan menjabat sebagai Menpora, Soeharto kerap memanggil menteri-menterinya ke kediamannya di Cendana, Jakarta Pusat.

"Daripada rapat kabinet, beliau lebih sering ajak rapat di Cendana," kata dia.

Menurut Agung, saat di rumah, Soeharto sangat sederhana. Kerap kali, Soeharto hanya mengenakan sarung.

"Kesan seram menurut saya tidak, kalau berwibawa iya. Banyak memimpin paripurna daripada rapat kabinet," kata dia.

"Kalau di rumah itu, beliau sederhana sekali. Pakai sarung. Beda dengan anak-anaknya yang glamor," lanjut dia.

Semua menangis

Soeharto tutup usia pada 27 Januari 2008. Agung merasa beruntung, semasa masih dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, ia menjadi salah seorang yang diperkenankan oleh "The Smiling General" itu untuk menjenguknya.

Menurut dia, tidak semua orang yang mengenalnya, termasuk para menteri yang pernah bekerja di kabinetnya diperkenankan untuk menjenguk.

Agung mengatakan, sebelum Soeharto dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya di Astana Giribangun, ia sempat dipercaya sebagai inspektur upacara untuk melepas kepergian jenazahnya dari kediaman di kawasan Cendana.

Kesempatan itu tidak terlepas dari posisinya yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR.

"Setelah itu, saya mengikuti keberangkatan hingga Astana Giribangun. Di sepanjang jalan itu, orang pada berdiri membawa bunga. Semua menangis melihat kepergian Pak Harto," kata dia. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved