Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kasus Lahan Bhakti Praja

Tengku Azmun Jaafar Dijerat dengan Pasal Berlapis

Dari uang sebanyak itu, Rp3,3 miliar diduga disetorkan ke Azmun. Sedangkan sisanya Rp1,2 miliar dibagikan ke sejumlah pejabat lainnya

Editor: harismanto
TribunPekanbaru/DoddyVladimir
Mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar sedang menjalani sidang perdana dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pengadaan lahan Bhakti Praja di Kabupaten Pelalawan dengan agenda mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rabu (27/1/2016) di Pengadilan Negeri Pekanbaru. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar kembali diadili dalam kasus dugaan korupsi. Kali ini ia menduduki kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (27/1/2016), dalam kasus korupsi pengadaan dan perluasan lahan Kompleks Perkantoran Pemerintahan Bhakti Praja.

Dalam sidang perdana kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci mendakwa Azmun dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, atau Pasal 12, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula 2002, di awal masa kepemimpinan Azmun sebagai bupati pertama di kabupaten yang ketika itu baru berdiri dari hasil pemekaran.

"Ketika itu Pemerintah Kabupaten Pelalawan membeli lahan seluas 110 hektare yang akan dipergunakan sebagai lahan perkantoran pemerintah, yang diberi nama Bhakti Praja," ungkap jaksa Yuriza Antoni, yang juga merupakan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci.

Masalahnya, setelah lahan tersebut dibeli, ternyata kembali dilakukan pengadaaan lahan untuk proyek yang sama pada tahun 2007, 2008, 2009, dan 2011.

Lahan tersebut tidak dicatatkan sebagai aset Pemda Pelalawan sesuai Lampiran 2 huruf c Kepmendagri Nomor 11 tahun 2011, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dan Pasal 1 angka 16 Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000, tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Berdasar dakwaan jaksa penuntut umum, dari 110 hektare lahan yang dibeli itu, ada 30 hektare lahan yang dianggap dua kali bayar oleh Pemkab Pelalawan. Pembayaran kedua kali terjadi pada 2007, sebesar Rp 4,5 miliar.

Dari uang sebanyak itu, Rp3,3 miliar diduga disetorkan ke Azmun. Sedangkan sisanya Rp1,2 miliar dibagikan ke sejumlah pejabat lainnya seperti Marwan Ibrahim (saat itu Sekda Pelalawan), Lahmudin dan Al Azmi.

Tiga nama terakhir sudah divonis bersalah dalam persidangan sebelumnya. Dalam kasus ini kerugian negara ditaksir mencapai Rp 38 miliar.

"Sesuai perhitungan kerugian negara oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 38 miliar," kata jaksa Yuriza Antoni.

Sering disebut
Azmun terjungkal dari kursi Bupati Pelalawan di awal periode kedua kekuasaannya, 2007, setelah ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi penerbitan izin kehutanan. Dalam kasus ini ia divonis 11 tahun penjara.

Saat ia masih di penjara, namanya kembali disebut para terdakwa dan sejumlah saksi di persidangan kasus korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja, kompleks pemerintahan Kabupaten Pelalawan.

Proses penyidikan terhadap dirinya digencarkan oleh penyidik Polda Riau setelah Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru memvonis Marwan Ibrahim, mantan Sekda di era pemerintahan Azmun..

Dalam putusannya ketika memvonis Marwan, ketua majelis hakim Achmad Setyo Pudjoharsoyo SH meminta penyidik untuk memeriksa Azmun yang diduga paling bertanggung jawab dalam perkara ini.

Pasalnya, keterangan para terdakwa dan saksi di persidangan menyebut peran besar Azmun dalam kasus ini.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved