Kejar Target Penerimaan Keuangan Daerah, Kualitas Layanan Publik Mestinya Ditingkatkan
Jadi, ada hubungan kausal antara pajak dengan kualitas layanan publik. Saya meyakini, ketika kepuasan publik meningkat
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Ambisi pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengejar target penerimaan keuangan daerah bersumber dari pajak dan retribusi serta pungutan lain, mestinya dibarengi oleh langkah perbaikan layanan publik. Kewajiban pajak sebagai ketentuan hukum dan perundang-undangan, sejatinya merupakan sektor pokok penopang pembangunan daerah. Itu sebabnya, kesadaran masyarakat menunaikan kewajiban pajak, harus disertai oleh kualitas pelayanan publik yang memadai.
Bakal calon Wakil Walikota Pekanbaru dari PDI Perjuangan, Muller Tampubolon SE, MM menegaskan, pajak merupakan kewajiban hukum bagi wajib pajak. Menurutnya, kesadaran masyarakat membayar pajak, menjadi indikator utama dalam keberlangsungan pembangunan.
"Pembiayaan pembangunan dan pemerintahan itu sebagian besar berasal dari pajak. Begitu vitalnya pajak untuk memastikan perjalanan pembangunan yang membutuhkan pembiayaan," tegas Muller Tampubolon, Jumat (15/7/2015).
Menurut Muller yang merupakan eksekutif perusahaan ini, kesadaran publik membayar pajak dan kewajiban lain, dipengaruhi oleh tingkat kualitas dan kepuasan dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pusat. Dalam konteks daerah, sejatinya tingkat kepuasan publik dalam mendapatkan pelayanan umum akan berdampak pada kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
"Jadi, ada hubungan kausal antara pajak dengan kualitas layanan publik. Saya meyakini, ketika kepuasan publik meningkat terhadap pemerintahan, maka secara otomatis pemasukan pajak akan makin maksimal. Di sini tugas pemerintah untuk memastikan agar layanan publik bisa semakin ditingkatkan," tegas Muller.
Ia menambahkan, pemerintah memang memiliki hak konstitusi dalam menagih bahkan memaksa pajak dari masyarakatnya. Namun, di sisi lain, warga negara pun memiliki hak untuk mendapat layanan publik yang cepat, mudah, jelas dan terukur.
"Jadi, hak pemerintah menagih pajak itu, berbarengan langsung dengan kewajibannya untuk memberikan pelayanan yang pasti dan cepat kepada masyarakat. Selama ini kesannya, pajak menjadi hal yang memusingkan dan memberatkan. Ini terjadi lantaran memang layanan publik kita belum memuaskan. Kita ambil saja contoh sederhana mengenai masalah sampah sebulan terakhir. Ini kan memicu ketidakpuasan publik," tegasnya.
Menurutnya, sebagai salah satu kota jasa, potensi penerimaan pajak dan retribusi Kota Pekanbaru cukup besar. Namun demikian, proses pengelolaan pajak yang dimulai dengan pengutipan hingga penggunaannya dalam pembangunan harus dilakukan lebih maksimal, terkontrol dan transparan.
"Sebagai kota jasa, maka penerimaan terbesar pemerintah adalah dari pajak. Ini perlu ditata ulang. Layanan pajak dan retribusi serta perizinan-perizinan lainnya harus konsisten, cepat dan terukur," tegas Muller.
Untuk itu, Muller berkomitmen untuk melakukan terobosan dalam pengelolaan pajak jika diberikan kesempatan memimpin Kota Pekanbaru. Salah satu terobosannya yakni pengelolaan pajak berbasis IT dengan penggunaan teknologi internet. Dengan pola ini, kebocoran pajak bisa ditekan dan hubungan langsung antara aparat dengan wajib pajak bisa semakin dibatasi.
"Pengelolaan pajak secara online saya yakini bisa menekan kebocoran pajak. Ini yang mesti kita lakukan ke depan dan menjadi komitmen kita," tegas Muller.
Meski demikian, Muller mengingatkan agar kewajiban pajak yang ditetapkan oleh pemda, baik melalui perangkat peraturan daerah (perda) tidak merusak iklim investasi. Penetapan pajak tetap harus memperhatikan tingkat kemampuan masyarakat dan dunia usaha. Termasuk, langkah nyata pemerintah untuk mengatasi praktik pungutan liar (pungli) dan hambatan birokrasi yang berbelit yang selama ini masih dikeluhkan.
"Penetapan pajak harus dilakukan berbarengan dengan transformasi layanan pemerintahan di segala aspek. Menyangkut perizinan, layanan sosial kemasyarakatan sampai pada transparansi pengelolaannya. Praktik pungli harus dihentikan, agar masyarakat tidak mendapatkan beban ganda yang memberatkan di tengah suasana ekonomi yang terus berdinamika," pungkas Muller. (*)
