Dewan Nilai Harusnya Pelantikan KPID dan KIP Tetap Bisa Dilaksanakan
Tidak hanya itu, sebagian daerah lainnya di Indonesia sudah melakukan pelantiakn dengan menggunakan undang-undang yang lama sebagai rujukan.
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Alexander
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Adanya revisi undang-undang yang berkaitan dengan KPID dan KIP berdampak kepada belum kunjung dilantiknya komisioner terpilih dua lembaga tersebut sampai saat ini, termasuk di Provinsi Riau.
Pihak DPRD Riau menilai, seharusnya ketika sebuah perundangan direvisi, dibuat atau diperbaharui, maka undang-undang yangblama tetap bisa berlaku, dan harusnya pelantikan tersebut tetap dilaksanakan dengan mengacu kepada undang-undang yang lama.
Anggota DPRD Riau, Dr Taufik Arrakhman SH MH mengatakan, sampai saat ini masih belum ada putusan pasti soal kelanjutan dari proses KPID dan KIP tersebut. Padahal, menurut dia, pelantikan bisa saja dilakukan seharusnya.
"Undang-undang, selagi masih dilakukan proses revisi, maka boleh gunakan aturan yang lama, seharusnya seperti itu," kata Taufik kepada Tribun, Rabu (7/6).
Dengan kondisi adanya terjadi kekosongan jabatan di dua lembaga tersebut sampai saat ini menurut Wahid hal itu seharusnya tidak boleh terjadi.
"Dua lembaga tersebut juga merupakan bagian dari pemerintah, seharusnya tidak boleh terjadi kekosongan seperti yang terjadi sampai saat ini, " imbuhnya.
Selain itu, menurut Taufik kepastian tentang hasil revisi undang-undang tersebut masih belum bisa dipastikan hasilnya. Tidak hanya itu, sebagian daerah lainnya di Indonesia sudah melakukan pelantiakn dengan menggunakan undang-undang yang lama sebagai rujukan.
Sebelumnya, persoalan masih belum dilantiknya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Riau yang sampai saat ini belum dilantik, akhirnya menjadi persoalan di tingkat nasional.
Ada pun tertundanya pelantikan tersebut karena tarik ulur soal kewenangan untuk menganggarkan dana operasional untuk KPID dan KIP, sehingga, walau komisioner KPID Riau dan KIP Riau telah terpilih, namun hingga saat ini juga belum bisa dilakukan pelantikan.
Anggota Komisi A DPRD Riau, Edy M Yatim mengatakan, permasalahan penganggaran apakah bersumber dari APBD atau APBN tersebut tidak hanya terjadi di Riau saja tapi juga di seluruh daerah Indonesia. Oleh karena itu, dalam pertemuan dengan beberapa daerah lain di Jawa Tengah beberapa hari lalu, disepakati bahwa permasalahan ini jadi pembahasan nasional.
“Sampai saat ini yang masih meragukan adalah, apakah KPID ini akan dibebankan kepada APBD atau APBN. Karena semua daerah mengalami hal yang sama, maka inilah yang jadi masalah nasional, dan akan dibahas bersama pemerintah pusat di Jakarta Senin (5/6) depan,” kata Eddy Muhammad Yatim.
Dikatakan Eddy, dengan pertemuan tersebut, politisi pihaknya berharap, agar status penganggaran KPID tersebut jelas dan tidak membuat daerah bingung lagi. Karena saat ini semua daerah kebingungan. Namun jika sudah terlanjur dianggarkan, dan ternyata itu adalah kewenangan pemerintah pusat, maka nantinya akan jadi temuan.
“jika nanti jadi temuan, tentunya ini akan jadi masalah hukum, sementara itu dari APBN juga belum ada kejelasan. Jadi saat ini terombang-ambing ini kawan-kawan KPID dan KIP yang sudah terpilih. Gubernur Riau pun tidak berani membuat SK nya karena belum adanya kejelasan status tersebut,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, seluruh proses seleksi komisioner KPID Riau dan KIP Riau telah selesai dilaksanakan, dan ditutup dengan pelaksanaan rapat paripurna pengumuman hasil kelayakan dan kepatutan calon anggota KPID Riau dan KIP Riau pada Maret lalu, selanjutnya, nama-nama tersebut sudah dikirimkan ke Gubernur untuk selanjutnya akan dilakukan pelantikan.
Ada pun nama-nama hasil uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPID Provinsi Riau yakni Warsito, Asril Darma, M Asrar Rais, Nopri Naldi, Hiasan Setiawan, Widde Munadir Rosa, Falzan Surahman dan satu orang cadangan atas nama Ahmad Royhan Qodri. Sedangkan untuk KIP nama-namanya adalah Jhony Setiawan Mundung, Tatang Yudiansyah, Zufra Irwan, Alnofrizal, dan Hasnah Gazali. (*)