Kepulauan Meranti
Bujuk Orangtua Agar Izinkan Anaknya Sekolah, Perjuangan Guru di Daerah Pedalaman Ini Bikin kagum
"Banyak yang tidak mau meski gratis, tapi setelah tiga hari keliling dusun saya dapat murid juga," ujar Suardi.
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Afrizal
Laporan Reporter Tribunpekanbaru.com, Guruh BW
TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG- Suardi mengungkapkan, sebelum mengajar di SDN 10 Lukun, Desa Batinsuir, ia mengajar di sekolah SDN 6 Desa Lukun, Kecamatan Tebingtinggi Timur.
Namun, saat itu ia mendengar jika desa tetangga, Desa Batinsuir tidak memiliki guru dan sekolah untuk mengajar membaca, menulis dan menghitung bagi anak-anak suku Akit.
"Kemudian saya bersama tiga rekan saya datang untuk mendata mereka. Di sana ada 95 keluarga, anak-anak mereka tidak sekolah," ujar Kepala SDN 10 Lukun, Desa Batinsuir, Suardi, Minggu (12/11/2017).
Satu per satu rumah warga Suardi datangi untuk membujuk orangtua agar mereka mau menyekolahkan anak-anaknya.
Baca: Tak Gunakan Kurikulum, Guru SD di Pedalaman Meranti Sesuaikan dengan Kearifan Lokal
Baca: 22 Tahun Tapaki Jalan Berlumpur, Alasan Guru Ini Mengabdi di Daerah Terpencil Bikin Kagum
Namun banyak yang menolak meski Suardi tidak memungut biaya sepeserpun.
Ia menuturkan, kebanyakan orangtua Suku Akit menolak anaknya sekolah lantaran anaknya dibutuhkan keluarga untuk mencari nafkah dan sebagian lagi mereka tidak menganggap sekolah adalah kebutuhan untuk hidup.
"Banyak yang tidak mau meski gratis, tapi setelah tiga hari keliling dusun saya dapat murid juga," ujar Suardi.
Awalnya kata Suardi, memiliki 82 murid anak suku Akit dan gubuk berukuran 5 x 10 meter sebagai sekolah.
"Saat itu hanya saya yang mengajar di situ. Kalau tidak salah awal berdiri sekolah itu pada tahun 1995, setahun saya terima SK PNS sebagi guru," kenang Suardi.
Baca: Ibu yang Aniaya Anak Hingga Tewas Ngaku Hanya Ingin Beri Pelajaran, tapi Caranya Kok Seperti Ini
Baca: Laporkan Aktivitas Galian C di Desanya, Sohibul: Polda Riau Tumpuan Harapan Masyarakat
Hampir 5 tahun Suardi mengajar sendiri di sekolah itu.
Ia sempat dibantu beberapa kali oleh sejumlah guru, namun tidak ada yang bertahan mengajar di daerah pedalaman tersebut.
"Beberapa tahun kemudian saya dibantu oleh buk Desi Susanti dan Nuraini saya tarik menjadi guru disana. Mereka mau, meskipun saat itu gaji per bulan hanya Rp 350 ribu," ujarnya.
Saat ini kata Suardi, ia sudah memiliki 7 guru untuk mengajar anak-anak Suku Akit di SDN 10 Lukun, Desa Batinsuir.
"Alhamdulilah, empat guru saya sudah masuk sebagai honor daerah. Sedangkan yang lainnya masih honor sekolah," ujar Suardi.
Suardi juga merasa bersyukur, sebab saat ini sekolah yang ia kelola sudah menyandang status sekolah negeri.
"Sejak menjadi sekolah negeri pada 2005 lalu, sekolah mendapat bantuan kelas baru sebanyak tiga kelas oleh provinsi," ujarnya.
Baca: Begini Serunya Ratusan Anak Yatim Diajak Nobar Film Duka Sedalam Cinta
Baca: 2 Bulan Terakhir Ini NW Selalu Aniaya Anak Kandungnya, Polisi Lakukan Tes Kejiwaan
Sementara itu, Kepala Desa Batinsuir, Tarmizi mengakui keuletan Suardi untuk membuka akses pendidikan di desanya.
Menurut Tarmizi, sebelum adanya sekolah tersebut berdiri tidak satupun anak-anak di Dusun Parit III yang sekolah.
"Sebab, Dusun Parit III terpisah oleh Sungai Batangbuah," ujarnya.
Sementara anak-anak dusun lainnya yang ingin seolah harus ke desa tetangga, Desa Lukun.
"Sebab, desa kami cuma memiliki satu sekolah saja, yaitu SDN 10," ujarnya.
Tarmizi berharap, baik Pemkab Meranti maupun provinsi bisa memberikan perhatian khusus bagi pembangunan di desanya agar perekonomian masyarakat meningkat.
"Anak-anak desa banyak tidak sekolah karena harus membantu orangtua mencari makan. Warga kami banyak yang miskin, mereka bekerja mencari kayu bakau untuk dijual. Kami berharap pemerintah daerah dan provinsi bisa mencarikan solusinya," ujarnya.(*)