Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kepulauan Meranti

22 Tahun Tapaki Jalan Berlumpur, Alasan Guru Ini Mengabdi di Daerah Terpencil Bikin Kagum

Hal itu mengakibatkan daerah-daerah yang masih berupa dusun itu tidak terhubung dengan dusun lainnya karena terpisah oleh sungai.

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Afrizal
tribunpekanbaru/guruhbudiwibowo
Guru SDN 10 Lukun, Desa Batinsuir, Kecamatan Tebingtinggi Timur harus menggunakan kapal pompong sebagai transportasi ke sekolah. 

Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Guruh BW

TRIBUNPEKANBARU.COM,SELATPANJANG- Mengabdi menjadi seorang guru di pedalaman bukanlah hal yang biasa, apalagi daerah tersebut sangat minim sentuhan pembangunan.

Hal itu mengakibatkan daerah-daerah yang masih berupa dusun itu tidak terhubung dengan dusun lainnya karena terpisah oleh sungai.

Daerah tersebut hanya bisa dijangkau transportasi air, berupa kapal pompong.

Baca: Berduaan di Kamar, Oknum Mahasiswa di Dumai Berkelit Hendak dibawa Polisi

Baca: Wanita Wajib Tahu! Ini Ciri Pria yang Sudah Tak Perjaka

Itulah yang dialami Suardi, Kepala SDN 10 Lukun, Dusun Parit III, Desa Bathin Suir, Kecamatan Tebingtinggi Timur.

Warga Desa Banglas Barat, Kecamatan Tebingtinggi ini memutuskan mengabdi sebagai guru di daerah terpencil sejak 22 tahun lalu.

"Karena di kampung mereka membutuhkan pendidikan sama seperti di kota juga. Apalagi SDN 10 Lukun, adalah satu-satunya sekolah di Desa Bathinsuir," ujar Suardi, Minggu (12/11/2017).

Suardi menuturkan, untuk sampai ke Dusun Parit III, ia dan 5 guru lainnya harus menggunakan kapal pompong mengarungi sungai Suir.

Baca: Curiga Istrinya Selalu Basah Saat Dirinya Pulang Kerja, Pria Ini Syok Usai Tahu Rahasia Sang Istri

Baca: Ritual Aneh Oknum Guru Telan Sperma Murid, Berikut Fakta Tentang Cairan Mani Ini

"Waktu perjalanan mencapai satu setengah jam. Pagi-pagi sekali kami berangkat, sarapannya di kapal," ujar Suardi yang mengaku telah mengajar sejak tahun 1995 silam.

Setelah tiba di Dusun Parit III, Suardi dan lima guru lainnya harus menapaki jalan berlumpur sekitar 1,5 kilometer panjangnya membelah hutan mangrove.

Agar bisa melewati jalan tersebut, mereka juga harus melepas sepatu dan menyisingkan celana mereka hingga ke lutut.

"Kalau sepatu tidak dilepas, tidak bisa jalan karena lengket oleh lumpur tanah liat. Tidak ada base ataupun semenisasi, hanya tanah liat yang berlumpur," ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved