Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Desak Pemprov Putus Kontrak dengan Lippo, Dewan Juga Minta Usut Pelanggaran Hukum Aryaduta

Hal ini dikarenakan pihak Lippo Group sebagai pengelola hotel tersebut tidak bersedia memenuhi adendum baru

Penulis: Alex | Editor:
www.agoda.com
Hotel Arya Duta Pekanbaru 

Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Alexander

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU -- Pihak Komisi III DPRD Riau yang membidangi masalah BUMD, mendesak Pemprov Riau agar memutuskan hubungan kerja kontrak dengan pihak Aryaduta.

Hal ini dikarenakan pihak Lippo Group sebagai pengelola hotel tersebut tidak bersedia memenuhi adendum baru yang sudah disepakati DPRD Riau dan Pemprov Riau sebelumya.

Ada pun addendum baru tersebut adalah memperbarui deviden yang diterima oleh pihak Pemprov Riau sebagai pemilik lahan, yang selama ini hanya menerima Rp 200 juta per tahun, dan saat ini dalam addendum baru diminta ditingkatkan sebanyak 25 persen dari laba Aryaduta.

Sekertaris komisi III DPRD Riau Suhardiman Amby mengatakan, Pemprov Riau sudah mendapatkan balasan surat dari Lippo Group, yang menyatakan tidak mampu membayar sesuai permintaan Pemprov Riau dalam addendum baru.

"Mereka (Lippo) hanya mampu membayar Rp 200 juta per tahun, oleh karena itu, kita minta Biro Ekonomi, Hukum dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), agar hanya berurusan dengan pihak Aryaduta, bukan Lippo Group," kata Suhardiman Amby, Senin (22/1).

Jika pihak ketiga tidak bisa memenuhi adendum tersebut, maka sebaiknya menurut dia lakukan putus kontrak, karena Aryaduta sudah ingkar janji.

Setelah putus kontrak, selanjutnya menurutnya dilakukan tindakan hukum, laporkan pencurian listrik, kemudian adanya neraca yang tidak jelas, dan Biro hukum bisa menggugatnya.

"Putuskan kontrak dulu, baru dilakukan tindakan hukum, laporkan semua pelanggaran hukum, kemudian nanti dipanggil akuntan independen, dan dihitung semua, selama 16 tahun kontrak sudah berjalan, berapa seharusnya yang diterima Pemprov Riau," tegasnya.

Dijelaskannya, Pemprov Riau meminta 20 persen dari laba kotor, dalam perjanjian lama disebutkan, 25 persen dari laba Aryaduta, atau sedikitnya 200 juta, kemudian Lippo hanya menggunakan aturan yang disebutkan terakhir, yakni Rp 200 juta.

"Jika menghitung jasa hotel, dengan investasi Rp 80 juta per kamar, sekelas hotel Aryaduta, paling tinggi 200 miliar per tahun, 10 tahun sudah balek modalnya. Semua acara Pemda disana, masa tidak ada laba? Mestinya tahun ke 10 sudah bisa bagi dua labanya," ujarnya. (ale)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved