Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Polemik UU MD3

Blunder Menkumham Yasona Soal UU MD3, Pengamat: Pecat Saja

"Sepenting dan segawat itu, bisa mengancam elektabilitas Presiden sekaligus mengancam demokrasi, Kok enggak sampai

Editor: David Tobing
TRIBUNPEKANBARU.COM/THEO RIZKY
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly memberi keterangan pers di Rutan Kelas IIB Pekanbaru usai melakukan peninjauan, Minggu (7/5/2017). Dalam keterangannya,Yasonna memastikan proses hukum akan dilakukan terhadap aktivitas Pungutan Liar (Pungli) yang terjadi di dalam Rumah Tahanan tersebut. (TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY). 

TRIBUNPEKANBARU.com -- Pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti mengkritik kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tidak melaporkan dinamika pembahasan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UUMD3) kepada Presiden Joko Widodo.

Menurut dia, Yasonna telah melakukan kesalahan fatal.

"Sepenting dan segawat itu, bisa mengancam elektabilitas Presiden sekaligus mengancam demokrasi, Kok enggak sampai ke Presiden? Pecat saja itu menterinya. Kita ingatkan, pecat itu Pak Yasonna," ujar Ray, saat dijumpai di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).

Ray mengatakan, publik sebenarnya tak mau tahu apakah Presiden Jokowi mendapatkan laporan atau tidak selama pembahasan UUMD3.

Kenyataannya, undang-undang itu saat ini sudah disahkan dan tidak ada nota keberatan atau bentuk ketidaksetujuan dari pemerintah atas pasal-pasal dalam UU itu selama proses pembahasan.

Menurut dia, hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah menyetujui seluruh revisi pasal yang ada dalam UU MD3, termasuk tiga pasal yang menuai kontroversi di publik.

Dengan demikian, keengganan Presiden Jokowi menandatangani lembar pengesahan UU MD3, lanjut Ray, dapat dipersepsikan hanya sebagai respons atas reaksi publik yang menolak undang-undang tersebut.

"Bahwa sekarang kemungkinan itu (UU MD3) tak ditandatangani oleh Presiden, itu lebih kepada karena reaksi publiknya. Bukan karena itu cara berpikir Presiden. Sikap itu bagus secara politik bagi dirinya sendiri, namun secara hukum, sebenarnya sama saja," lanjut Ray.

Ray mendukung Presiden Jokowi tidak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan beberapa pasal dalam UUMD3.

"Meskipun sebenarnya Perppu salah satu solusi, tapi itu tidak patut, tidak layak, dan tidak bijak. Karena kesalahan mereka sendiri kok ditutupi dengan Perppu yang sejatinya tidak dibuat dalam konteks itu. Perppu itu diterbitkan karena ada kekosongan hukum, dalam keadaan genting. Ini kosong dan genting apanya? Orang itu kesalahan dia," ujar Ray.

Ray juga mendorong kelompok masyarakat yang keberatan dengan UUMD3 mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Diberitakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku tak melaporkan dinamika pembahasan UU MD3 ke Presiden Jokowi.

Akhirnya, DPR pun mengesahkan UUMD3 itu melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Senin (12/2/2018).

"Waktunya itu kan sangat padat, jadi baru tadi (Selasa kemarin) saya melaporkan," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Akan tetapi, Yasonna membantah Presiden Jokowi marah karena tidak mendapatkan laporan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved