Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Mahfud MD: JK Tak Lagi Bisa Jadi Cawapres pada Pilpres 2019, Ini Alasannya

Masa jabatan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, akan berakhir pada Oktober 2019.

Editor: harismanto
Tribunpadang.com/Riki Suardi
Mahfud MD menyampaikan Pidato Kebangsaan di GOR Kelenteng Lama, Jalan Klenteng, Pondok, Kota Padang, Kamis (1/3/2018) malam. 

Laporan Riki Suardi, Kontributor Tribunpadang.com

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Masa jabatan Joko Widodo - Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, akan berakhir pada Oktober 2019.

PDI-P sebagai salah satu partai pengusung Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu, dalam Rakernasnya di Bali, telah mendiskusikan kemungkinan untuk kembali memasangkan Jokowi-JK pada Pilpres 2019 untuk jabatan yang sama.

Baca: Ini Jawaban Wapres Jusuf Kalla Saat Ditanya Presiden Mana yang Terbaik

Baca: Mimpi Ayahnya Masih Hidup, Sang Anak Minta Makam Ayah Dibongkar, Dan Ternyata . .

Terkait kemungkinan tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD, berpendapat JK hanya boleh mencalonkan diri untuk jabatan Presiden pada Pilpres 2019 mendatang, karena sudah dua kali menjadi Wakil Presiden, meskipun tidak berturut-turut.

"Pak JK tidak bisa kembali mencalon sebagai Wapres. Kalau dilebihkan lagi maka kembali ke jaman dulu, jaman otoriter," kata Mahfud MD usai menyampaikan Pidato Kebangsaan di GOR Kelenteng Lama, Jalan Klenteng, Pondok, Kota Padang, Kamis (1/3/2018) malam.

Mahfud menyebut bahwa JK tidak boleh kembali mencalon sebagai Wapres, berdasarkan temuan risalah dalam persidangan MPR RI.

Pada temuan itu, katanya, dijelaskan jabatan Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh dijabat dua kali oleh satu orang.

Baca: Korbannya Dijambret dan Dibegal, Pelaku Ternyata Pelajar. Alasannya Malah Bikin Miris

"Baik dijabat secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Kemudian, temuan lainnya yaitu ada dalam filosofi demokrasi yang menjelaskan bahwa kekuasaan dibatasi waktu dan lingkupnya. Kalau Pak JK ingin maju, ya harus calon Presiden," ujar Mahfud.

Kemudian ketika ditanya siapa calon yang cocok untuk mendampingi Jokowi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut itu pilihan rakyat.

"Siapa yang cocok dampingi Jokowi, ya yang disetujui oleh rakyat," katanya berseloroh.

Seperti dimuat Kompas.com, Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai Jusuf Kalla tak bisa maju kembali sebagai calon wakil presiden ( cawapres) di Pemilu 2019.

Ia menyatakan, UUD 1945 Pasal 7 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melarang seseorang menjabat jabatan presiden atau wakil presiden selama dua periode.

"Pak Jusuf Kalla, kan, jelas tidak bersedia dan UUD tidak mengizinkan," kata Zul, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Baca: Pergi Keliling Dunia, Rumahnya Disewakan, Saat Pulang Wanita Ini Terkejut dan Takut, Ternyata 

Lagipula, kata Zul, UUD 1945 tidak mungkin lagi diamandemen.

Zul menegaskan wacana amandemen UUD 1945 saat ini hanya terbatas untuk kembali menghadirkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Ia juga mengatakan, hingga saat ini di MPR tak ada pihak yang menyuarakan amandemen Pasal 7 UUD 1945 untuk terkait pemilihan presiden dan wakil presiden. (Baca juga: Akbar Tandjung Sebut Jusuf Kalla Tak Mungkin Lagi Jadi Cawapres)

"Enggak. Dulu kami sepakat hanya satu pasal amandemen terbatas soal haluan negara. Enggak ada yang lain. Isinya seperti apa belum ada yang sepakat, enggak mungkin tambah lagi," lanjut Ketua Umum PAN itu.

Sebelumnya, Ketua DPP (nonaktif) PDI-P Puan Maharani menyatakan, mungkin saja Wakil Presiden Jusuf Kalla akan kembali disandingkan dengan Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019.

Menurut Puan, hal tersebut masih akan dikaji PDI-P karena UUD 1945 mengamanatkan jabatan presiden dan wakil presiden hanya bisa dijabat dua periode.

Saat ini, Kalla telah dua kali menjabat wakil presiden. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu menilai, dalam setiap impelementasinya, peraturan perundang-undangan kerap berubah-ubah.

Karena itu, ia mengatakan masih perlu kajian khusus terkait pencawapresan Kalla mendampingi Jokowi pada Pemilu 2019.

"Ya, kami lihatlah dinamikanya di Komisi II dan bagimana di MK (Mahkamah Konstitusi). Tentu saja itu menjadi kajian yang harus kami kaji di internal partai," kata Puan di lokasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P, Sanur, Bali, Minggu (25/2/2018).

Hal senada disampaikan Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah.

Ia mengatakan, pencalonan Kalla sebagai wakil Jokowi nantinya melihat proses politik ke depan.

Basarah pun melihat belum ada aturan tegas terkait larangan seseorang menjadi wakil presiden lebih dari dua kali selama tidak berturut-turut.

Pasal 7 UUD 1945 hanya menyatakan, seorang calon presiden hanya boleh dipilih lagi dalam satu kali periode, tidak ada penjelasan apakah periode selanjutnya berturut-turut atau tidak.

"Kalau analoginya kepala daerah, yang diatur dua periode, kan, jabatan kepala daerah, bukan wakilnya. Pengertian dua periode itu pun kalau diasumsikan berlaku seperti kepala daerah, yang tidak boleh dua periode berturut adalah presiden. Tidak diatur mengenai wapres," kata Basarah.

Untuk mengetahui kepastiannya, Basarah menyatakan bakal memintakan tafsir hukum tersebut ke MK.

Ia mengatakan perlu ditegaskan apakah wapres mengikuti presiden sehingga juga tidak boleh menjabat dua periode.

Bahkan, kata Basarah, bisa saja dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) jika nantinya MK memutuskan bahwa tak masalah wakil presiden dijabat lebih dari dua kali selama sebelumnya tidak berturut-turut.

"Bisa, dong (perppu). Ini kegentingan yang memaksa. Ini, kan, kita bicara tata negara, bukan bicara tentang memberikan dukungan kepada JK. Harus digarisbawahi, dong," lanjut Basarah. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved