Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Trans Celebes Bicycle Touring

Tasman Jen dan Pesepeda Lainnya Ziarah ke Makam Dato Karama Ulama Asal Minangkabau di Palu

Ada satu yang jadi perhatianku, yaitu agama Islam di sini dibawa seorang Syekh keturunan Minangkabau Syekh Abdullah Raqie alias Dato Karama

Editor: harismanto
Facebook/Tasman Jen
Tasman Zen dan kawan-kawan ziarah ke makam Dato Karama, ulama penyebar Islam asal Minangkabau di Palu (kiri) dan Gong perdamaian yang dibangun sebagai perlambang perdamaian di Poso (kanan). 

Bebatuan sebesar tinju jadi ranjau bisa jadi petaka saat itu. Belum 1 Km rombongan berhenti. Di depan suara gemuruh dari tebing yang diruntuhkan. Batu-batu besar kecil menggelinding ke bawah. Terbayang saat itu kalau kami nekat lewat tentu sudah gepeng menyatu dengan tanah.

Petugas polisi beri aba-aba berhenti kearah tebing lalu tunggu sesaat sampai tidak ada batu yang menggelinding lagi baru polisi dan petugas jalan menyingkirkan batu-batu besar agar jalan bisa dilewati.

Baca: Prediksi PSG vs Real Madrid, Dapatkah PSG Membalikkan Keadaan Meski 2 Pemain Ini Cidera?

Rombongan bergerak lagi lalu kami ikuti, terus ada 5 kali seperti itu. Akhirnya setelah sejauh 10 km kami memasuki zona aman dan kami jumpa dengan Om Syaiful di desa sebelum kota Palu.

Memasuki kota Palu kami dijemput oleh Pakde Baso yang dulu menemani kami di Makassar dan Om Martin. Lalu datang lagi ibu Rina sahabat SMP om Widodo. Kami ditawarkan nginap di dua tempat tapi akhirnya memutuskan di rumah Bu Rina dan sepeda dititip di rumah Om Martin.

Kami berencana break mengayuh dua hari untuk recovery dan service sepeda yang punya masalah masing-masing. Sepedaku dan om Widdodo jerujinya patah satu. Sepeda om Syaiful bottom breaket-nya berbunyi dan aus sejak dari Palopo.

Lalu sepeda om Bambang sproketnya longgar sehingga gearnya susah diganti-ganti. Inilah risiko setelah 12 hari perjalanan nonstop. Hari pertama di Palu kami selesaikan semua permasalahan sepeda.

Lalu pada hari kedua seharian kami diajak jalan jalan ke objek wisata sekitar Palu. Kami pergi ke pantai Donggala Kota Tua yang jadi pelabuhan besar di Indonesia. Masyarakat di Sulawesi Tengah umumnya beragama Islam.

Ada satu yang jadi perhatianku, yaitu agama Islam di sini dibawa oleh seorang Syekh keturunan Minangkabau Syekh Abdullah Raqie atau yang lebih dikenal dengan sebutan Datuk Karama.

Kami sempat dibawa ziarah ke makamnya dan ke istana Raja Kabonena dan bertemu dengan cucu dan kerabatnya.

Dari beberapa sumber saya dapat info bahwa Islam menyebarkan ke Kota Palu pada abad ke-17. Bermula di Kampung Lere yang saat ini telah menjadi Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.

Awal Kedatangan Datuk Karama saat itu pada masa Kerajaan Kabonena, yang Rajanya saat itu Ipue Nyidi. Selanjutnya Datuk Karama melakukan syiar Islamnya ke wilayah-wilayah lainnya di Palu yang dihuni oleh masyarakat asli Suku Kaili. Wilayah-wilayah itu, meliputi Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, Parigi Moutong, dan Tojo Una-Una.

Pada masa itu, masyarakat asli Suku Kaili masih menganut kepercayaan animisme yang mereka sebut "tumpuna", di mana mereka mempercayai adanya makhluk yang menunggui benda-benda yang dianggap keramat.

"Namun dengan metode dan pendekatan yang persuasif serta wibawa dan kharismanya yang tinggi, syiar Islam yang dilakukan Datuk Karama melalui ceramah-ceramah pada upacara-upacara adat suku tersebut, akhirnya secara perlahan dapat diterima oleh Raja Kabonena Ipue Nyidi dan masyarakat Kaili. Perjuangan Datuk Karama saat itu, akhirnya berhasil mengajak Raja Kabonena, Ipue Nyidi beserta rakyatnya masuk Islam, dan dikemudian hari Ipue Nyidi dikenang sebagai raja yang pertama masuk Islam di Palu," sebutnya.

Saat itu pula, Datuk Karama beserta keluarga dan pengikutnya tidak kembali lagi ke tanah kelahirannya di Minangkabau, dan lebih memilih bertahan di Palu untuk menyebarkan agama Islam.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved