Trans Celebes Bicycle Touring
Desa Suku Bajo Rasa Maldives, Asyiknya Surfing di Internet di Rumah Panggung Atas Laut
Perkampungan Suku Bajo tidak kalah dengan Maldives. Masyarakat hidup di atas lautan, di rumah panggung tradisional yang juga ada jaringan internetnya.
Ternyata di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, Kecamatan Popayato terdapat kampung di atas lautan yang bernama Torosiaje. Kampungnya Suku Bajo yang berada di air laut Teluk Tomini yang berjarak sekitar 600 meter dari daratan.
Torosiaje berasal dari kata "Toro" yang artinya Tanjung, kalau cara pengucapan suku Bugis sebutannya koro dan "Si Aje" yang berarti panggilan untuk Pak Haji yang bernama Patta Sompa, nama warga pertama yang mendiami kampung suku Bajo.
Baca: Pengantin Baru yang Tuliskan Suamiku Selamat Jalan, Inilah Kisah Lain dari Dyah Putri Utami
Mengapa Torosiaje disebut sebagai Kampung Suku Bajo? Menurut penuturan seorang ibu tempat kami nongkrong makan es campur,Suku Bajo sangat dominan dari suku lainnya. Padahal di Torosiaje tidak hanya suku Bajo saja yang hidup disini melainkan ada Suku Bugis, Makassar, Minahasa, Gorontalo, Mandar, Buton, Jawa dan Madura menjadi satu wilayah.
Walaupun berbeda suku tapi mereka hidup rukun satu sama lain. Mayoritas warga di Torosiaje adalah beragama Islam. Penghuni Torosiaje sekitar 1.400 jiwa penduduk, dan saat ini tidak ada izin untuk membuat rumah baru di komunitas itu lagi. Kalau mereka ingin membuat rumah baru dianjurkan di daratan.
Rasanya kita tidak akan menyesal bila sudah sampai di Torosiaje karena keunikan, budaya dan juga cara hidup mereka selama di lautan akan membuat saya merasa puas dengan segala perbedaannya dari yang hidup di daratan. Pengalaman ini sungguh mengesankan.
Pukul 08.30 WITA kami naik perahu menyeberangi hutan mangrove yang berdampingan dengan lautan yang memakan waktu selama 15 menit saja. Jarak yang tak terlalu jauh dengan biaya kapal Rp 5.000 pulang pergi. Sayangnya sewaktu kami bayar mereka tidak mau dengan harga tersebut. Jadi kami akhirnya membayar Rp60ribu untuk 4 orang plus satu sepeda.
Melintasi perkampungan dengan kapal disertai aroma laut yang begitu khas dengan kesibukan penduduk yang hidup di kampung Suku Bajo terlihat normal seperti kita yang hidup di daratan.
Saya lihat ke dasar laut terlihat warna warni koral dan aneka kehidupan laut. Aku merasa mimpi jadi kenyataan sekarang. Jadi aku nggak perlu ke Maldives lagi.
Baca: Istri Opick Meninggal, Ini Permintaan Mulia Istri Pertama Opick Terhadap Wulan
Dari jauh terlihat komunitas rumah rumah diatas laut lengkap dengan dermaga kayunya,perahu kami masuk kebawah kolong-kolong rumah penduduk. Aku ingat film Water World yang dibintangi Kevin Costner.
Penduduk melihat kami biasa biasa saja mungkin mereka sudah terbiasa dikunjungi turis seperti kami. Setelah mengelilingi komunal tersebut lalu perahu motor kami berhenti di dermaga dan kami naik ke jalan kayu yang menghubungkan rumah rumah tersebut. Di komplek tersebut terdapat beberapa jalan atau jembatan kayu dan masing-masing jalan mempunyai nama juga seperti jalanan di darat.
Disana juga terdapat taman kanak-kanak, sekolah menengah dasar hingga sekolah menengah pertama. Bahkan ada juga lapangan untuk bermain bulu tangkis. Sungguh luar biasa kehidupan di lautan yang terlihat sama saja seperti kita di daratan.
Sempat terpikir kalau mereka yang hidup di atas laut tidak akan pernah merasakan bangku sekolah atau mungkin bisa bermain atau oah raga selayaknya kita yang ada di daratan. Hanya saja sepeda kami tidak ada gunanya disini khawatir bersepeda disini bisa masuk laut atau nyeruduk orang.
Persepsi saya selama ini ternyata salah. Kehidupan dilaut sama saja dan tidak ada perbedaan. Hanya tempat tinggalnya saja yang berbeda.