MENYENTUH. . . Kisah Siswi MTs Ini Buat Air Mata Mengalir, Kenyang Adalah Sesuatu yang Mahal

Ropiah tak berani berharap lauk istimewa karena kenyang baginya adalah hal yang mahal.

Editor: Afrizal
kompas.com
Kolase 

Tribunpekanbaru.com-  Masih ingat Siti Ropiah?

Siswi MTs Dzikir Pikir, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, yang tulisan tangannya viral dan menyentuh hati tentang kehidupannya.

Kisahnya seolah tak putus untuk diulas.

Selain kisah viralnya, kondisi Siti Ropiah tidak kalah menyentuh hati. 

Sebuah ketegaran dan pandai mensyukuri hidup begitu terpancar. 

Ia merupakan siswi dari keluarga tidak mampu.

keluarga Siti Ropiah (berjilbab) bersama adiknya Maimah, dan kedua orangtuanya
keluarga Siti Ropiah (berjilbab) bersama adiknya Maimah, dan kedua orangtuanya ((KOMPAS.com/FIRMANSYAH))

Baca: Investigasi Habitat Harimau di Pelanggiran, BBKSDA Temukan Sejumlah Fakta Si Belang

Baca: Belum Selesai Satu Lagu, Wanita Pemain Rebana Meninggal Ini di Pentas MTQ Rengat

Ia bersekolah di sebuah madrasah tsanawiyah (MTs) yang dibangun atas keprihatinan pemuda desa setempat atas kondisi kemiskinan dan pendidikan.

Meski bergulat dengan kehidupannya yang miskin, ia menjadi juara I di kelasnya.

Ia juga tercatat sebagai juara umum catur tingkat Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.

Tribunpekanbaru.com lansir dari Kompas.com berkesempatan menyambangi rumah Ropiah di Trans Pelabai, Desa Pelabai, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, beberapa waktu lalu.

Rumah Siti Ropiah yang ia tempati bersama kedua orangtuanya dan adik perempuannya, Maimah, berada tepat di kaki sebuah bukit, berbatasan dengan hutan lindung.

Jalan tanah kuning dan lengket jika hujan akan menyelimuti sepatu saat menuju rumahnya.

Rumahnya berukuran kecil, sekitar 6 meter x 6 meter. Itu sebenarnya rumah transmigrasi, tetapi diperbaiki Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Rumah beralaskan semen dan separuh papan pada bagian dinding itu memiliki dua kamar tidur.

Satu dijadikan gudang, satu dapur, dan satu ruang tamu.

Dalam satu kamar itulah Siti Ropiah tidur bersama orangtua dan adiknya.

"Satu kamar kami tidur berempat, kamar satunya tidak kami gunakan," ujar Siti Ropiah.

Halaman pertama tulisan tangan Siti Ropiah yang menyentuh hati
Halaman pertama tulisan tangan Siti Ropiah yang menyentuh hati (KOMPAS.com/ FIRMANSYAH)

Tak ada kasur dan selimut tebal.

Keluarga ini hanya menggunakan kain tipis dan tikar sebagai pengganti kasur selama bertahun-tahun.

Sekitar tiga hari lalu barulah ada uluran tangan masyarakat memberikan keluarga ini lima kasur.

"Senang ada kasur, bisa tidur enak," ujar Maimah, adik Siti Ropiah.

Baca: Langsung Jalan-jalan Usai UNBK, Mini Bus yang Ditumpangi 15 Siswa Masuk Jurang

Baca: Demokrat Diajak Gabung oleh Gerindra, Roy Suryo: Kami Masih Ingin Serap Aspirasi Masyarakat

Untuk makan, keluarga ini mengandalkan nasi putih dan ikan asin.

Ropiah tak berani berharap lauk istimewa karena kenyang baginya adalah hal yang mahal.

Makan malam dengan keluarga Ropiah sungguh menyenangkan walaupun hanya tersedia nasi putih, telur dadar, dan ikan asin.

Tak ada listrik yang menerangi makan malam bersama nan hangat itu. "

Listrik mahal, pasang saja harus bayar Rp 2,4 juta," ujar tetangga Ropiah, Ina.

Usia ayah Ropiah sudah renta, sekitar 70 tahun.

Ia memelihara beberapa kambing bersama dengan masyarakat lain.

Untuk memberi makan kambing, ia menyabit empat karung rumput setiap hari.

Namun, sudah enam bulan kambing tak kunjung hamil.

"Kalau tidak sabit rumput, kambing tidak makan. Saya sudah capek. Namun, saya melihat Ropiah dan Maimah, sekuat tenaga saya harus kerja menyabit rumput untuk kambing, semua untuk kedua anak ini," cerita ayah Ropiah tribunpekanbaru.com lansir dari kompas.com.

Untuk memenuhi kebutuhan harian Ropiah dan adiknya, Maimah menjual jamur tiram milik orang.

Per harinya ia mendapatkan untung hanya Rp 4.000 dari penjualan.

Uang itulah digunakan untuk makan sehari-hari.

Setiap hari Ropiah dan Maimah harus menempuh jalan 3,5 kilometer melintasi hutan dan jalan raya.

Hujan kadang menjadi musuh utama kedua bersaudara ini.

Ropiah memiliki satu tas sekolah yang berlubang.

"Karena berlubang, pena sering jatuh dan hilang," ujarnya.

Beberapa warga dan masyarakat yang simpatik memberikan keduanya jas hujan, tas, dan keperluan sehari-hari.

Malam hari menjelang, ayah Ropiah sering bangun di tengah malam karena batuk yang diderita sejak tiga bulan terakhir.

"Saya tidak tahu kenapa batuk ini terus menyerang. Pernah berobat, tetapi BPJS katanya sudah tidak berlaku, jadi tidak jadi berobat," kata ayah Ropiah.

Siti Ropiah memiliki sifat pendiam.

Baca: Tragis, Tak Mau Diajak Berjoget, Penyanyi yang Sedang Hamil Ditembak Mati di Panggung

Baca: Polsek Siak Kecil Tahap II Perkara Sabu 10 Kilogram ke Kejaksaan Negeri Bengkalis

Sementara Maimah kebalikan, ia suka bercerita, tangkas, dan patuh.

Kepala MTs Dzikir Pikir, tempat keduanya sekolah, menyebutkan, kakak beradik itu berprestasi.

"Keduanya juara kelas. Mereka pintar dan tekun, tetapi dengan kemiskinan yang mereka alami, saya khawatir mereka tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi," kata Sukamdani.

Sukamdani berharap ada donatur atau masyarakat bersimpatik lainnya yang dapat memberikan jaminan agar kedua kakak beradik ini dapat bersekolah ke jenjang lebih tinggi.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved