Ramadan 1439 H
Esensi Lampu Colok: Ikhtiar Menampung Cahaya (Mencoba Mencari Tafsir lain)
Pemasangan lampu colok pada malam ke-27, tentu dimulai lewat ritual yang panjang.
Mungkin, berdasarkan kisah itu juga, (menurut seorang kawan) bahwa pada masa lalu, ada tradisi di beberapa tempat di Riau yang disebut dengan tradisi Sajadah, yaitu pada sepertiga malam terakhir, khususnya mulai malam ke-27, mereka membentangkan sajadah dan beriktikaf pada malam-malam penentuan, dengan diterangi pelita, berzikir dan beribadah, bermunajat kepada Allah, agar kepada mereka, lailat al-qadar, anugerah maha cahaya, singgah dan berkemah.
Baca: Ini Doa yang Dibaca Rasulullah Saat Lailatul Qadar
Kemudian, para tetua dan kaum alim Melayu, juga dekat dengan dunia sufi, atau dunia tariqat. Mereka mafhum, bahwa maha cahaya tidak akan masuk dalam ruang hati yang gelap. Mobil yang bagus, hanya akan masuk dalam garasi yang pantas, dan semua benda akan tersarung dalam bungkus yang tepat.
Untuk menampung lailat al-qadar, diperlukan hati yang terang, iman yang bercahaya. Oleh karena itu, dalam 10 hari terakhir, sepertiga ramadan terakhir, mereka berlomba-lomba memperbanyak ibadah agar hati menjadi terang, agar iman mengkilat dan bercahaya, agar ruang jiwa bersih dan lapang, sehingga pantas kedatangan tamu yang agung, anugerah lailatul qadar.
Mengapa yang dipilih adalah pelita. Mengapa yang digunakan adalah colok?.
Orang Melayu selalu mengandaikan bahwa diri itu bagai kapal dan kebaikan serta kecerdasan spiritual itu bagaikan cahaya pelita, bagai penerang dalam kegelapan, penyuluh dalam temaram dunia. Colok atau pelita yang dipasang, adalah instrumen material untuk memberitahu kepada langit atau sesuatu yang maha tinggi, bahwa mereka telah mempersiapkan diri, dengan segala kekurangannya untuk menerima ampunan dan anugerah Tuhan.
Dalam bahasa verbal, melalui cahaya pelita, mereka para abid Melayu, seakan-akan berkata, Duhai Tuhan, kirimkanlah kepada kami maha cahaya itu (lailat al-qadar), lihatlah cahaya kami, dan kami harap, amal ibadah kami telah menjadi ruang cahaya untuk menerima anugerah-Mu.
Baca: Mengapa Malam Lailatul Qadar di Bulan Ramadhan Begitu Spesial? Ini Penjelasannya!
Menurut saya, memahami colok, fokusnya bukanlah pada material pelita atau coloknya. Makna esensialnya datang dari cahaya terang yang dihasilkan oleh pelita/colok tersebut.
Cahaya colok, menurut saya, adalah instrumen simbolik yang digunakan oleh orang Melayu Lampau, untuk memberitahu, agar anugerah datang pada tempat yang mereka harapkan. Cahaya Pelita atau colok, adalah sinyal yang mereka kirimkan kepada langit untuk memberitahu tentang apa yang telah mereka lakukan, meskipun mereka tahu bahwa Allah Maha Tahu.
Tulisan ini adalah ikhtiar pribadi untuk memberi tafsir yang lain, dan mungkin sebuah tafsir yang liar. Tafsir ini bisa saja salah, tapi terlepas dari salah dan benarnya, mari kita pertahankan tradisi memasang colok pada malam ke-27 ramadan.
Soal rahasianya, biarlah ianya menjadi misteri, dan bukankah karena misteri itulah (misteri pemanusiaan, tentang langit dan bumi, dan dunia gaib lainnya) yang membuat kita hidup, beribadah, dan berjuang tak kenal henti. Wallahu a’lam. (*)