Indragiri Hulu

Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark

Warna-warni dinding Paud Arini jadi saksi, pengalaman Guru Berprestasi Nasional belajar di Denmark bernama Henny asal Indragiri Hulu

Tribun Pekanbaru/Istimewa/Henny
Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark 

Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark

Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Bynton Simanungkalit

TRIBUNPEKANBARU.COM, RENGAT - Warna-warni dinding Paud Arini jadi saksi, pengalaman Guru Berprestasi Nasional belajar di Denmark bernama Henny asal Indragiri Hulu.

Waktu itu, suhu 0 derajat celcius menembus kulit di tangga pesawat usai pendaratan di Bandara Copenhagen, Denmark.

Henny dan rombongan Kemendikbud RI tiba di Bandara Copenhagen pada Minggu (28/10/2018) setelah menempuh perjalanan 15 jam dari tanah air dan sekali transit di Bandara Doha, Qatar.

Baca: KISAH Guru Cantik Bernama Nurlaila Mengajar di Indragiri Hilir, Raih Prestasi Melalui Mengarang Buku

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi Duta Lingkungan, Belajar Membuat Pupuk Kompos dari Sampah

Baca: KISAH Cewek Cantik Tinggi Semampai Asal Duri Merantau di Pekanbaru, Kuliah dan Berbisnis Online

Kedatangan rombongan disambut angin musim gugur di Denmark yang tidak biasa.

Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark
Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark (Tribun Pekanbaru/Istimewa/Henny)

Pada kondisi tersebut matahari pun tak muncul, sehingga rombongan yang berjumlah 33 orang harus menggunakan jaket berlapis-lapis untuk menghangatkan tubuh.

Setibanya di Bandara Copenhagen, rombongan dibawa oleh panitia ke hotel yang menjadi tempat penginapan selama di ibu kota Denmark.

Henny adalah salah satu guru yang bisa menikmati studi banding ke Denmark sertelah berhasil meraih juara nasional pada perlombaan kategori pengelola paud pada tahun 2017 lalu.

Buah manis itu tidak semata-mata diperoleh dengan hal mudah.

Permulaan Henny mendirikan sekaligus mengelola Paud yang saat ini bernama Paud Arini dimulai semenjak tahun 2010.

Sebelum memiliki gedung tetap seperti saat ini, Henny sebelumnya mengontrak sebuah rumah yang berada di Jalan Lintas Pematang Rebah, Kecamatan Rengat Barat, Inhu.

Latar belakang sebagai sarjana pendidikan menjadi alasan kuat bagi Arini untuk mendirikan sebuah Paud.

Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark
Warna-warni Dinding Paud Arini Jadi Saksi, Pengalaman Guru Berprestasi Nasional Belajar di Denmark (Tribun Pekanbaru/Istimewa/Henny)

"Waktu itu saya mengontrak rumah, dan di sana ada beberapa ruang yang digunakan sebagai kelas," kata Henny menerangkan kondisi bangunan awal Paud yang didirikannya.

Baca: KARHUTLA di Riau, Kalaksa BPBD Riau Sebut Bengkalis Juara, Luas Hutan dan Lahan Terbakar 117 Hektar

Baca: Satpol PP Pekanbaru Ancam Bubarkan Tempat Hiburan Malam yang Resahkan Masyarakat

Baca: KONI Kuantan Singingi Sebut Belum Ada Pembahasan Penambahan Cabor Porprov ke-X Riau 2021

Henny mengakui bahwa saat itu para orangtua tidak memandang penting peranan Paud, sehingga jumlah anak muridnya pada tahun 2010 hanya 15 orang.

"Para orangtua memandang kalau Paud itu hanyalah tempat bermain," kata Henny.

Namun ia dengan sabar Henny menjelaskan bahwa peranan Paud sesungguhnya lebih dari kepada penanaman karakter sejak dini, sehingga hasilnya bisa dilihat pada 20 Hinga 30 tahun ke depan.

Mendidik atau yang disebut oleh Henny menstimulus anak-anak harus dilakukan semenjak dini.

Henny menjelaskan usia emas pertumbuhan seorang anak berada pada usia nol hingga enam tahun.

Hal ini terbukti karena pertumbuhan fisik seorang anak pada usia emasnya bisa dua kali lipat.

Penjelasan itulah yang disampaikannya kepada orangtua murid, sehingga orangtua menjadi sadar dan mendaftarkan anak-anaknya untuk mendapat pendidikan semenjak usia dini.

Henny berkata tidak selamanya ia memungut uang dari orangtua siswa terkhususnya bagi orangtua yang tidak mampu.

Dua tahun bertahun di rumah kontrakan, Paud yang didirikan oleh Henny itu terpaksa berpindah tempat.

Pasalnya rumah kontrakan tersebut akan digunakan oleh pemiliknya.

Keinginan Henny agar Paud tersebut tetap eksis, memunculkan tekadnya untuk membangun sekolah permanen.

Oleh karena itu pada tahun 2012, Henny membeli sebidang tanah.

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Bahagiakan Orangtua, Jadi Guru Private Hingga Business Woman

Baca: KISAH Cewek Cantik Berhijab Asal Pekanbaru, Suka Menulis Tentang Lingkungan dan Teroris

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Bertubuh Lansing, Geluti Modern Dance Sejak Usia Belia

Awalnya Henny membangun sebuah gedung berupa aula, sehingga bila dibutuhkan aula tersebut bisa diberi sekat-sekat.

Pembangunan itu juga seiring dengan bertambahnya jumlah siswa Paud Arini.

Pada tahun 2013, gedung yang ada masih dirasa tidak cukup.

Henny memutuskan untuk membeli sebidang tanah di belakang areal Paud Arini.

Pembelian bidang tanah baru itu diakui Henny penuh pertimbangan.

Air matanya menetes seketika berkata ia terpaksa menjual perhiasan emas warisan almarhumah ibunya agar bisa membeli sebidang tanah tersebut.

"Itu emas punya almarhumah orangtua saya, itu saya jual untuk bangun sekolah. Waktu itu uang saya kurang, saya beli tanah di belakang, dan itu memang butuh perjuangan dan kerja keras, Itu pemberian almarhumah ibu saya," ujarnya terbatah-batah membayangkan masa itu.

Suasana mendadak hening ketika ia meneteskan air matanya bercerita tentang masa-masa perjuangannya mendirikan Paud Arini.

Tujuh tahun berlalu semenjak Henny mendirikan Paud Arini, ia akhirnya tiba di Denmark.

Pengalamannya mendirikan sekolah, seolah terbayarkan ketika mendengar pengalaman-pengalaman barunya selama ia berada di Denmark.

Baca: KISAH Cewek Cantik Anak Semata Wayang Asal Pekanbaru, Miliki Tubuh Tinggi Semampai

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Hidup Mandiri, Geluti Beberapa Pekerjaan

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Cirebon Merantau di Pekanbaru, Pilih Fashion Designer dan Ikuti Intermodel

Seperti saat berada Hotel Vest, tempat rombongan menginap di Denmark memiliki sistem sensor yang canggih.

Setiap lorong dan pintu memiliki sensor.

Tak biasa, rombongan merasa ngeri ketika lampu di dalam lorong bisa padam tiba-tiba dan menyala kembali saat seseorang melintas di lorong tersebut.

Pintu-pintu antar lorong juga dilengkapi sensor, sehingga pintu akan terbuka dan tertutup secara otomatis.

Henny bercerita sensor bisa ditemukan hampir di seluruh bagian dan kehidupan masyarakat Denmark, sehingga Denmark menjadi negara sensor pertama di dunia.

Selama berada di Denmark, rombongan dibawa ke sejumlah kampus, diantaranya Technical Education Copenhagen (TEC) yang berada di kota Copenhagen, kemudian kampus TEC yang berada di kota Frederiksberg, kampus University College Copenhagen di Carlsberg, TEC kampus Hvidovre, dan kampus TEC di Gladesaxe.

Selain itu, rombongan juga diajak mengunjungi sejumlah fasilitas pendidikan dan fasilitas pemerintahan yang ada di Denmark, diantaranya Perpustakaan Umum Frederiksberg, KUBA, Copenhagen Municipality, dan juga Kementrian Pendidikan Tinggi dan Sains. Sebagai penerjemah, rombongan juga turut didampingi oleh para mahasiswa yang berada di sana.

Henny bercerita selama berada di Denmark, rombongan belajar banyak hal terkhususnya tentang sistem dan pola pendidikan yang diterapkan di sana.

Baca: KISAH Cewek Cantik Berdarah Minang Jadi Selebgram dan Ketemu Jodoh melalui Bisnis Online

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi Model, Kuliah, Sekretaris di BUMN hingga Finalis Bujang Dara

Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Tulungagung Merantau di Pekanbaru, Pilih Jadi FDJ, Tepis Imej Negatif

"Pada pendidikan dasar tidak ada nilai-nilai, tidak ada test, tidak ada perengkingan, lalu bagaimana mereka mereka punya nilai juang bersaing di sana," kata Henny.

Henny berkata di Denmark juga terdapat sejumlah fasilitas belajar non formal atau semacam PKBM yang dinamakan KUBA namun tidak pernah mengeluarkan sertifikat, sehingga untuk memperoleh sertifikat siswa tersebut harus masuk TEC.

Selain berkunjung ke fasilitas pendidikan, rombongan juga diajak berkunjung ke perpustakaan umum di kota Frederiksberg.

Perpustakaan yang dilengkapi dengan mesin sensor buku, sehingga pengunjung tidak perlu direpotkan saat akan mengembalikan buku.

"Pengunjung yang ingin mengembalikan buku hanya meletakkannya di atas mesin lalu mesin berjalan dan kemudian buku masuk ke rak masing-masing," kata Henny menjelaskan cara kerja mesin pengatur buku tersebut.

Perpustakaan di Denmark juga terbuka selama 24 jam, sehingga meski pegawai sudah tidak bertugas, namun pengunjung tetap bisa beraktifitas di dalam perpustakaan.

"Kalau buku hilang mereka tidak khawatir, mereka hanya menjawab nanti kita ganti lagi," katanya.

Pengalaman tersebut menjadi pengalaman berharga, hal ini bisa diterapkan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan.

Baca: KARHUTLA di Riau, Kalaksa BPBD Riau Sebut Bengkalis Juara, Luas Hutan dan Lahan Terbakar 117 Hektar

Baca: KARHUTLA, Polres Bengkalis Tetapkan Satu Orang Tersangka Kebakaran Lahan di Rupat

Baca: KARHUTLA, Seluas 223 Hektar Hutan dan Lahan Terbakar di Bengkalis, BPBD Minta Bantuan Water Bombing

Henny menjelaskan bahwa selama berada di Denmark, mereka diberitahu bahwa semua pembangunan Denmark berasal dari pajak yang diperoleh dari masyarakat.

Meski pajak di negara tersebut sangat besar, namun pajak tersebut terkelola dengan baik untuk pembangunan fasilitas-fasilitas yang ada di Denmark.

Bahkan untuk pendidikan anak juga dibayar oleh negara dengan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat.

Momen-momen berada di Denmark juga dimanfaatkan oleh rombongan dengan melakukan wisata di seputar kota.

Salah satu yang mereka kunjungi adalah dermaga.

Henny mengaku tak banyak yang bisa dinikmati selama di dermaga, pasalnya suhu di dermaga tersebut begitu dingin.

Namun mereka bisa melihat matahari di dermaga yang bersembunyi di balik awan.

"Di situlah saya baru sadar kenapa banyak turis datang ke Indonesia mencari matahari," kata Henny.

Henny melanjutkan mereka sempat berkunjung ke Swedia. Namun mereka tidak sempat berbelanja karena mata uang yang berbeda.

Pada tanggal 12 November 2018, rombongan kembali ke Indonesia dan tiba di tanah air pada tanggal 13 November 2018.

Pengalaman berharga berkunjung ke kampus-kampus hebat di Denmark itu menambah semangat Henny untuk terus mengabdi demi memajukan pendidikan di Indonesia terutama Inhu. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved