Siak
Kisah Angki 67 Tahun Pendayung Sampan Terakhir di Sungai Siak yang Tak Minta Upah
Di tengah malam sekalipun, jika ada yang menggedor pintu tempat tinggalnya di tepian itu, Angki siap sedia menyeberangkan penumpang.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Sesri
Angki, tidak pernah menagih itu setelah penumpang di antarkan ke tepian.
Pernah suatu waktu. Pada malam yang gelap, Angki mendapat penumpang sekitar 4-5 orang pria. Sebelum pria-pria itu naik ke atas sampan, Angki dihinggapi firasat aneh.
"Bauk tuak mulut mereka. Mabuk mereka," kata Angki.
Saat perjalanan sampai di tengah sungai, pria yang mabuk itu justru mengancam Angki.
Ada yang mengancam akan dibunuh, ada yang ingin menenggelamkan Angki di arus sungai. Tapi Angki hadapi dengan hati-hati sambil terus mendayung ke tepian.
"Sampai di tepian, mereka tidak memberi bayaran apa-apa selain mengancam saya," kenang dia.
Peristiwa itu tidak hanya sekali dua kali ia alami.
Tapi dengan keyakinan yang kuat, Angki masih hidup sehat sampai sekarang. Ia masih terus mengantarkan penumpang untuk menyeberang, tanpa meminta upah sepersen pun.
"Tapi banyak juga yang baik hati. Saat ini kadang dikasih Rp 5000 sekali nyeberang," ulas dia.
Uang Rp 5.000, harga yang sangat kecil bagi pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa seperti itu.
Namun di tengah malam sekalipun, jika ada yang menggedor pintu tempat tinggalnya di tepian itu, Angki siap sedia menyeberangkan penumpang.
Kesederhanaan dan ketulusan hati seorang Angki kini menjadi pembicaraan warga sekitar.
Bahkan generasi millennial sekalipun kerap menjadikan foto dan cerita Angki sebagai penghias laman-laman akun -akun sosial mereka.
Bupati Siak periode 2001-2006, 2006-2011 Arwin AS, pernah memberikannya piagam penghargaan.
Waktu itu umur angki baru 50 -an tahun.
Akan Mendayung Sampai Tenaga Habis

Entah ketenangan macam apa yang ada pada diri Angki memilih hidup seperti itu.
Tanpa menagih upah, tapi terus mengantarkan penumpang. Jika pun ada tarif bayaran, sudah dapat dipastikan tidak juga akan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tapi bagi Angki, ketenangan hidup bukanlah pada upah yang banyak. Memilih setia dengan dayung dan sampan adalah ketenangan abadi bagi dirinya.
Kata dia, adik dan kakaknya, serta keluarga lain tidak pernah melarangnya untuk melakukan pekerjaan itu.
"Adik-adik saya tak marah, keluarga saya yang lain juga tak marah," kata dia.
Ditanya apa sesungguhnya yang dicari, Angki juga tidak pandai menjawabnya. Ia hanya mengatakan tenaganya masih ada, masih cukup kuat untuk mendayung.
"Sekali tenaga masih ada, kalau sudah habis tenaga baru berhenti," kata dia.
Dinilai Baik
Rio, pemuda yang saban sore menumpangi sampan Angki menyebut sudah lama kenal dengan sosok sederhana itu. Kata dia, Angki orang baik.
"Beliau orang baik. Dia membantu kami menyebrang dengan sampannya," kata Rio.
Pemuda yang bertempat tinggal di Jalan Sutomo, jantung kota Siak Sri Indrapura itu kerap menggunakan jasa Angki.
Karena ia sering mengunjungi temannya yang ada di tepian sungai Siak bagian Benteng.
"Menyebrang dengan Angki ini lebih cepat. Kalau naik motor kan keliling dulu naik jembatan," kata dia.
Selama menumpang dengan sampan Angki, ia tak pernah ditagih. Namun ia sadar selalu mengeluarkan sedikit uang untuk Angki. (Tribunpekanbaru.com/Mayonal Putra)