Majikan Penyiksa Adelina Divonis Bebas, Warga Malaysia Minta Maaf & JBMI Keluarkan Pernyataan Sikap
Selama dua tahun bekerja sebagai PRT di Malaysia, Adelina tidak dibayar, sering disiksa dan dipaksa tidur di sebelah seekor anjing di garasi
TRIBUNPEKANBARU.COM- Pihak Jaringan Buruh Migran Indonesia ( JBMI ) yang merupakan aliansi beranggotakan organisasi-organisasi massa Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, Macau, Taiwan dan Indonesia - mengecam keras keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang membebaskan majikan Adelina Sau, buruh migran korban perdagangan manusia berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Dilansir dari Pos Kupang, Majikan Adelina bebas jeratan hukum pada tanggal 20 April 2019.
Pengadilan Tinggi Malaysia, sebagaimana dilaporkan laman Free Malaysia Today, membebaskan Ambika MA Shan dari semua gugatan pada 18 April 2019 sesuai dengan permintaan dari pihak kejaksaan.
Sebelumnya, Ambika digugat dengan Pasal 302 Hukum Pidana Malaysia yang memuat ancaman hukuman mati setelah diduga menyiksa Adelina—seorang tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Keputusan tersebut adalah bukti bahwa praktek eksploitasi, kekerasan dan perbudakan modern terhadap buruh migran, khususnya Pekerja Rumah Tangga, diperbolehkan oleh Pemerintah Malaysia.
Baca: Keji, Dipaksa Tidur Dengan Anjing Dan Dianiaya Satu Keluarga, TKW Asal NTT Meregang Nyawa
Dalam siaran Pers JBMI yang dikirim Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) NTT, Maria Hingi, kepada POS-KUPANG.COM, Minggu (28/4/2019) disebutkan, Adelina (21) adalah buruh migran korban perdagangan manusia ini berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Selama dua tahun bekerja sebagai PRT di Malaysia, Adelina tidak dibayar, sering disiksa dan dipaksa tidur di sebelah seekor anjing di garasi rumah majikannya di Penang.
Pada tanggal 10 Februari 2018, Adelina ditemukan dalam keadaan duduk tak berdaya di teras sebuah rumah di Taman Kota Permai, Bukit Mertajam, Penang.
Kepala dan wajahnya bengkak, sementara tangan dan kakinya terluka.
Menurut laporan, Adelina juga tidur selama 2 bulan di beranda bersama anjing peliharaan majikannya.
Adelina meninggal dunia di Rumah Sakit Bukit Mertajam pada 11 Februari 2018, sehari setelah diselamatkan dari rumah majikannya.
Laporan post-mortem yang dirilis Kepolisian Malaysia menyebutkan penyebab kematiannya adalah kegagalan sejumlah organ tubuh yang dipicu anemia parah.
Baca: Kisah Sumiyati, TKW Indonesia yang Dibakar Majikan Hidup-hidup, Awalnya Keluarga Curiga Karena Ini
Setelah setahun lebih, kasus terhadap kedua majikan yang mempekerjakan dan menyiksa Adelina, yakni R. Jayavartiny (32) dan ibunya S. Ambika (59), dipersidangkan pada 18 April 2019.
Namun, Pengadilan Tinggi memutuskan untuk membebaskan keduanya. Keputusan ini adalah ketidakadilan bagi Adelina dan semua Pekerja Rumah Tangga yang bekerja di Malaysia.
Dengan membebaskan kedua majikan Adelina, maka Pemerintah Malaysia "memperbolehkan" warganya untuk mengeksploitasi dan menyiksa PRT apalagi ketika buruh migran tersebut berstatus tidak berdokumen (undocumented).
Keputusan Pengadilan Tinggi ini semakin menegaskan bahwa buruh migran hanyalah budak bagi kepentingan bisnis, majikan dan pemerintah Malaysia itu sendiri.
Seperti buruh migran lainnya, Adelina juga korban pemiskinan, sulitnya lapangan kerja dan harga kebutuhan yang terus melambung di dalam negeri.
Baca: TKW Indonesia Tewas Usai Diperkosa di Malaysia, Kronologis Kematian Bikin Merinding!
Buruknya sistem penyebaran informasi dan perekrutan serta praktek korupsi menyebabkan perempuan-perempuan muda seperti Adelina rentan terjebak ke sindikat perdagangan manusia bahkan narkoba.
Selain itu, minimnya pelayanan diluar negeri menyebabkan banyak korban sulit mendapatkan pertolongan ketika membutuhkan, termasuk ketika buruh migran sudah ditangkap dan dipenjara.
Namun ironisnya ketika pemilu, buruh migran baik berdokumen atau tidak berdokumen digerakkan untuk mencoblos.
Tapi kemana mereka ketika kasus Adelina ditutup dan buruh migran diluar negeri membutuhkan pertolongan?
JBMI menuntut kepada Pemerintah Malaysia untuk menghukum majikan seberat-beratnya dan segera menghentikan praktek perbudakan modern kepada buruh migran yang menjadi tulang punggung pembangunan di negeri Jiran ini.
JBMI juga menuntut kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan segala upaya untuk membawa kembali majikan Adelina ke pengadilan dan memperbaiki pelayanannya bagi buruh migran di Malaysia dan di semua negara penempatan.
Lebih dari itu, pemerintah harus mewujudkan pembangunan yang mengabdi pada kepentingan mayoritas rakyat sebagai syarat terciptanya lapangan kerja layak dan pengurangan kemiskinan sehingga rakyat miskin tidak harus menjadi buruh migran.
Sementara itu dilansir dari BBC Indonesia, Putusan Pengadilan Tinggi Pulau Penang, Malaysia, yang membebaskan seorang perempuan yang diduga menyiksa tenaga kerja asal Indonesia bernama Adelina Sau sampai meninggal dunia ramai ditanggapi oleh warganet Malaysia.
Salah satunya lewat kemunculan sebuah petisi online dan tagar #JusticeforAdelina.
Di media sosial, beredar petisi online dari Change.org yang mempertanyakan, "kenapa penyiksanya bebas? Warga Malaysia menuntut #KeadilanuntukAdelina.
Sampai berita ini ditulis, petisi online yang dimulai oleh lembaga pelindung pekerja migran di Malaysia, Tenaganita, itu sudah ditandatangani lebih dari 10.000 orang dari targetnya mencapai 15.000 orang.
Tautan ke petisi tersebut disebar oleh warganet Malaysia, salah satunya oleh selebritas Nur Fazura dengan lebih dari 1,5 juta pengikut di media sosial. Dia menulis, "Kekejaman tak punya tempat di dunia ini".
Berita tentang keputusan bebas atas Ambika yang mempekerjakan Adelina juga dibahas oleh warganet Malaysia. Ada yang menulis, "Kami, warga Malaysia, dengan rendah hati memohon maaf atas para pembunuh itu."
Warganet lain menulis, "Saya pikir semua warga Malaysia harus marah atas putusan bebas ini!"
Sementara itu, warganet Malaysia lain meminta agar wartawan menulis Adelina sebagai "pekerja domestik". "Beberapa laporan media menggunakan istilah "amah" dan "maid" (pembantu) untuk menyebutnya. Kata-kata ini punya dampak langsung terhadap bagaimana kita memperlakukan pekerja domestik."
Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa, "Pemerintah Indonesia sangat terkejut dengan keputusan bebas murni terhadap majikan Adelina Lisao.""Sejauh catatan Pemerintah Indonesia, saksi dan bukti yang ada sangat kuat, namun hingga dijatuhkannya keputusan sejumlah saksi kunci belum dihadirkan dalam persidangan untuk didengarkan keterangannya."(*)
