Pilpres 2019
Ratusan Petugas Pemilu Tewas Akibat 13 Penyakit Ini, Jusuf Kalla Sebut Sistem Pemilu Sangat Rumit
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut penyebab utama kematian ratusan petugas KPPS pasca-pemilu 17 April bukanlah kelelahan.
Penulis: | Editor: Rinal Maradjo
TRIBUNPEKANBARU.COM - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut penyebab utama kematian ratusan petugas KPPS pasca-pemilu 17 April bukanlah kelelahan.
Penyakit yang sebelumnya diderita, seperti jantung dan saraf menjadi pemicu meninggalnya petugas KPPS.
Hal itu disampaikan Ketua IDI dalam diskusi terbuka di kantor Ikatan Dokter Indonesia.
Ketua Umum PB ID, Daeng Muhammad Faqih, memastikan bahwa penyebab kematian para petugas KPPS bukanlah kelelahan.
Menurutnya, kelelahan bukanlah penyebab, melainkan pemicu.
"Kelelahan itu salah satu faktor risiko saja yang men-trigger atau memperberat terjadi suatu penyakit. Penyakit itu yang timbulkan kematian," ungkap Daeng.
Baca: Catat Tanggalnya! Ini Skema Jadwal Libur Lebaran dan Cuti Bersama RESMI dari Pemerintah
Baca: Cair Tanggal 24 Mei 2019, Ini Jumlah THR yang Akan Diterima PNS, TNI, Polri hingga Pensiunan
Hingga 12 Mei lalu, Kementerian Kesehatan mencatat 455 kasus kematian petugas KPPS yang berasal dari 17 provinsi yang datanya telah masuk.
Provinsi Jawa Barat adalah daerah dengan kasus kematian terbanyak, yaitu 177 kasus.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, terdapat 13 jenis penyakit yang menjadi penyebab meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di 15 provinsi.
Data ini ditemukan dari tiap-tiap dinas kesehatan daerah lokasi para petugas KPPS yang meninggal di Pemilu 2019.
Ketiga belas penyakit itu adalah
1. Infarct myocard
2. Gagal jantung
3. Koma hepatikum
4. Stroke
5. Respiratory failure
6. Hipertensi emergency
7. Meningitis
8. Sepsis
9. Asma
10. Diabetes melitus
11. Gagal ginjal
12. TBC
13.Kegagalan multiorgan.
Sekretaris Kemenkes, Oscar Primadi menyebutkan, selain disebabkan 13 jenis penyakit, ada pula kejadian meninggal petugas KPPS bukan karena penyakit, melainkann karena kecelakaan.
Oscar juga menyebutkan, dari data Dinas Kesehatan di 15 provinsi, kebanyakan petugas KPPS yang meninggal di rentang usia 50-59 tahun.
Ia juga menyebutkan, perlu dievaluasi soal padatnya tugas petugas KPPS.
“Nantinya kita akan bahas bersama KPU untuk perencanaan pemilu mendatang,” kata dia.
Ke depannya, kata dia, petugas pemilu yang dipekerjakan harus mempunyai kondisi kesehatan yang baik, lingkungan pekerjaan yang sehat, tidak merokok dan tidak terpapar asap rokok, ruangan yang cukup luas, dan ritme kerja serta jam kerja diatur dengan baik, dan memberikan porsi istirahat yang cukup.
Baca: Heboh Gara-gara Klaim Bawa Sehelai Rambut Nabi Muhammad, MUI Minta Opick Jangan Bikin Sensasi
Baca: Rajin Puasa dan Tak Pernah Tinggal Sholat 5 Waktu, Begini Kisah Vera Oktaria yang Tewas Dimutilasi
Pemilu Rumit
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai berlebihan, hoaks adanya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019 meninggal karena diracun.
Ia juga menanggapi permintaan visum petugas KPPS yang meninggal dunia.
Kalla mengatakan, visum harus seizin keluarga. "Itu terserah keluarganya, visumkan harus izin keluarga dan mungkin tuduhan (hoaks) bahwa itu diracun itu berlebihan saya kira," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Kalla menilai, meninggalnya para petugas pemilu disebabkan oleh rumitnya sistem pemilu Indonesia.
Sistem pemilu Indonesia yang rumit menyebabkan para petugas bekerja di atas batas maksimal.
Ia tak menyangka bila jumlah petugas yang meninggal dunia bisa mencapai angka ratusan orang.
Menurut Kalla, yang terpenting dilakukan pemerintah dan DPR ke depannya ialah merevisi sistem pemilu menjadi lebih sederhana.
"Memang sejak awal kalau diingat saya selalu mengatakan ini paling rumit di dunia. Tetapi saya tidak menyangka korbannya akan begitu besar. Bahwa memang rumit itu kita sudah mengetahuinya sejak awal bahwa itu rumit," ujar Kalla.
"Negara tentu berkewajiban mencari tahu apa sebabnya. Itu tanggung jawab negara. Negara di sini dalam artian ada KPU, ada Bawaslu, ada partai-partai politik. Karena ini disetujui di DPR, dalam undang-undang," lanjut Wapres.
Sebelumnya, anggota KPPS di Bandung, Sita Fitriati meninggal dunia setelah menjalani tugasnya dalam Pemilu 2019 pada 17 April lalu.
Namun, di media sosial beredar kabar bohong yang menyebut bahwa Sita meninggal dunia karena diracun dengan zat kimia VX saat menjalankan tugasnya sebagai anggita KPPS.
Adapun kabar bohong ini banyak beredar di media sosial Facebook dan Twitter pada Kamis (9/5/2019). Pihak keluarga telah memberikan klarifikasi dan penjelasan atas beredarnya kabar bohong itu.
Keluarga Sita juga telah melaporkan kejadian ini kepada kepolisian setempat. (*)