Istri Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim, Begini Hukumnya Dalam Islam
Berhubungan intim alias berhubungan suami istri dalam kehidupan rumah tangga adalah hal yang lumrah.
Meskipun hadits di atas bersifat umum namun ada hadits yang lebih mengkhususkan tentang kepemimpinan seorang suami dalam rumah tangga. Nabi ﷺ bersabda :
إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ، أَحَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَ؟ حَتَّى يُسْأَلَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
“Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia menjaganya ataukah ia melalaikannya?. Bahkan sampai seorang suami akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya” (HR An-Nasaai di As-Sunan al-Kubro no 9129 dan Ibnu Hibban no 4492, dan dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1636)
Keempat : Ancaman laknat malaikat ditujukan dalam hadits kepada wanita yang menolak bukan kepada lelaki yang menolak karena beberapa pertimbangan, diantaranya :
- Lelaki biasanya yang mengajak dan wanita yang dicari untuk diajak bergaul, dan biasanya memang demikian bahwa suami yang mengajak/meminta istrinya untuk melayaninya. Dan sebaliknya kalau seorang istri mengajak suamianya untuk berhubungan maka jarang suami normal yang menolak, karena memang itu yang diharapkan oleh suami.
- Demikian pula wanita seandainya tidak berhasrat untuk berhubungan intim ia tetap saja bisa melayani suaminya, berbeda dengan lelaki jika ia tidak berhasrat maka kemaluannya tidak bisa ereksi dan tidak bisa untuk melayani istrinya.
- Kesabaran seorang lelaki untuk tidak berhubungan intim sangat lemah dibandingkan kesabaran seorang wanita untuk tidak berhubungan intim.
- Lelaki juga lebih cepat tergerak syahwatnya dibandingkan wanita
Dengan pertimbangan di atas maka syariat datang dengan dalil yang banyak mengingatkan akan hal ini, yaitu kesiapan seorang istri untuk melayani hasrat suaminya. Adapun suami pada umumnya siap untuk melayani hasrat istrinya, dan yang sering terjadi adalah wanita yang tidak siap melayani hasrat suaminya.
Hal ini mirip dengan hak antara orang tua dan anak. Terlalu banyak dalil yang mengingatkan kewajiban anak untuk berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, tidak sebagaimana dalil yang mengingatkan orang tua untuk berbuat baik kepada anak. Hal ini karena kebanyakan kesalahan adalah pada anak-anak yang kurang berbakti kepada orang tuanya. Adapun orang tua pada umumnya sangat perhatian terhadap anak bahkan terkadang berlebihan kasih sayang kepada anak, sehingga dalil yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak hanya sedikit dibanding dalil untuk berbakti kepada orang tua.
Kelima : Sebagian orang menyangka bahwa hadits “laknat malaikat” ini hanya berkaitan dengan kemaslahatan suami, padahal barang siapa yang merenungkan dengan baik ternyata hadits ini juga berkaitan dengan kemaslahtan istri.
Seorang wanita tentu tidak ridho jika suaminya menyalurkan syahwatnya di tempat yang haram. Seorang wanita sangat cemburu jika suaminya “baru berkeinginan” untuk melakukan hal yang haram tersebut, apalagi jika sampai melakukannya. Tentunya hal ini melazimkan hendaknya sang wanita siap untuk melayani suaminya agar menyalurkan syahwatnya pada dirinya.
Semakin seorang wanita menolak untuk digauli maka semakin besar potensi dalam diri suaminya untuk menyalurkan syahwatnya di tempat yang lain, yang hal ini terpendam di hati suaminya dan terkadang lisannya pun mengungkapkannya.
Dan kenyataannya bahwa semakin sang wanita siap melayani suaminya maka suaminya akan semakin mencintainya dan semakin indah keharmonisan hidup rumah tangga mereka.
Kelima poin di atas menegaskan bahwa seorang wanita berusaha untuk bisa melayani hasrat suaminya, dan sebaliknya juga seorang suami. Akan tetapi memang tidak bisa kita katakan bahwa jika suami menolak ajakan istri maka iapun akan dilaknat malaikat, karena tidak ada dalil yang tegas akan hal ini. Lagi pula memang lelaki yang mencari nafkah bukan sang wanita, jika sang lelaki tidak memberi nafkah maka sang wanita tidak wajib melayani sang suami.
Tentunya sang suami hendaknya berusaha juga melayani hasrat sang istri, bahkan ini adalah perkara yang wajib -sebagaima telah lalu penjelasannya di atas- agar kehidupan rumah tangga bisa semakin harmonis. Bukan cuma suami yang butuh untuk dipuaskan hasratnya, bukan hanya suami yang butuh untuk menundukan pandangannya, dan bukan hanya suami yang butuh untuk menjaga kemaluan dan kehormatannya…, istri juga demikian membutuhkan itu semua.
Wallahu a’lam bisshowab. (*)