Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Terungkap Alasan Pemerintah Pindahkan Ibukota Negara, Pulau Jawa Akan Kehabisan Sumber Air

Terungkap Alasan Pemerintah Pindahkan Ibukota Negara, Pulau Jawa Akan Kehabisan Sumber Air

Editor: Budi Rahmat
Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir
Terungkap Alasan Pemerintah Pindahkan Ibukota Negara, Pulau Jawa Akan Kehabisan Sumber Air 

Ketersediaan air untuk setiap satu penduduk Jawa diprediksi akan terus menurun hingga mencapai 476 meter kubik per tahun pada 2040. Angka itu dikategorikan kelangkaan total.

Angka itu tercantum dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun Bappenas tahun 2019.

Sebagai perbandingan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pernah berkata bahwa ketersediaan air ideal untuk satu orang setiap tahun adalah 1.600 meter kubik.

Ancaman krisis air ini disebut hanya melanda Jawa. Bappenas mencatat, ketersediaan air untuk penduduk di pulau lain tak bermasalah alias tanpa tekanan.

Saat ini satu orang di Bali setiap tahun bisa mendapat 4.224 meter kubik. Adapun, air terbanyak tersedia di Papua di mana satu penduduk setiap tahun dapat menggunakan air hingga 296.841 meter kubik.

Heru Santoso, peneliti senior di Pusat Geoteknologi LIPI, menyebut curah hujan di Jawa cenderung terus berkurang sekitar 3%. Menurutnya penurunan itu tidak lebih berdampak pada ketersediaan air ketimbang tren peningkatan temperatur udara.

"Karena kenaikan suhu, sampai mendekati 2 derajat celcius pada tahun 2070, evaporasi atau penguapan air menjadi tinggi. Itu menyebabkan defisit air."

"Perubahan fungsi lahan juga berpengaruh tapi jauh lebih besar pengaruh perubahan iklim. Kalau tidak ada perubahan iklim, jumlah air tetap, tinggal diatur misalnya berapa yang dialirkan untuk penduduk," tuturnya.

Di sisi lain, Heru memprediksi alih fungsi lahan dari area resapan menjadi pemukiman dan daerah industri juga mengancam sumber air di Jawa.

"Jawa masih menjadi daerah industri andalan, bahkan ada rencana pembangunan area pantura dan proyek infrastruktur yang masif, ini tantangan berat."

"Upaya menjaga lahan serba salah karena kebutuhan lahan yang tinggi," ujarnya.

Dalam penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) misalnya, kawasan tambang di Jawa Timur selama 2012-2016 meningkat dari 80 ribu menjadi 151 ribu hektare.

Mayoritas lahan tambang baru itu disinyalir berada di kawasan hutan.

Direktur Walhi Jawa Timur, Rere Christanto, mengklaim alih fungsi lahan di Kota Batu selama 2001-2015 juga membabat setengah sumber mata air wilayah tersebut.

Tahun 2015, kata Rere, tersisa 51 mata air di Batu.

"Saat tidak ada hujan lebih 100 hari di Jawa Timur, neraca air minus. Tapi itu diperburuk kebijakan yang justru mengurangi kawasan resapan air."

"Ada penjelasan ilmiah yang bisa menghubungkan bahwa berkurangnya neraca air di Jawa terjadi seiring berkurangnya kawasan ekologis resapan air," kata Rere.

Apa siasat pemerintah?

Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menyatakan potensi krisis air terjadi akibat peran masyarakat dalam silang sengkarut keterbatasan sumber air dan distribusi air bersih yang tidak merata.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved