Berita Riau

STORY - Jadi Tukang Urut Panggilan Demi Biayai Kuliah, Mahasiswa di Riau Bertekad Raih Gelar Sarjana

Orangtuanya lumpuh sehingga ia tidak bisa berharap biaya dari mereka dan harus mencari kehidupan untuk melanjutkan cita-cita nya.

Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Ariestia
Istimewa
Muhammad Arifsyah 

STORY - Jadi Tukang Urut Panggilan Demi Biayai Kuliah, Mahasiswa di Riau Bertekad Raih Gelar Sarjana

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Meskipun tidak memiliki uang untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tidak menjadi penghalang bagi Muhammad Arifsyah (25) untuk tetap bersekolah.

Ia menjadi tukang urut panggilan demi biayai kuliah S1 nya di UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Muhammad Arifsyah yang merupakan anak kelahiran Pangean Kuansing ini sejak tamat dari SMA meninggalkan kampung halamannya untuk berangkat ke kota Pekanbaru.

Orangtua Muhammad Arifsyah sendiri menderita lumpuh sehingga ia tidak bisa berharap dari orangtuanya dan harus mencari kehidupan untuk melanjutkan cita-cita nya.

Baca: Inikah Lokasi Cerita KKN di Desa Penari? Analisa Mengarah ke Desa di Bondowoso, Lihat Penampakannya

Baca: Kisah Mistis Ifan Seventeen Saat Manggung, Ditonton Puluhan Ribu Makhluk Halus

Dengan bermodalkan bisa mengurut atau tukang pijat inilah Arif sapaan akrabnya akhirnya bisa menuntaskan sekolahnya dan akan wisuda awal tahun 2020 mendatang di UIN Suska.

"Awalnya saya ke Pekanbaru dengan cita cita mau kuliah, saya bisa urut sejak SMA, dan sampai di Pekanbaru saya mulai urut beberapa orang kenalan dekat," ujar Arifsyah saat berbincang dengan tribunpekanbaru.com Selasa (3/9/2019).

Muhammad Arifsyah
Muhammad Arifsyah (Istimewa)

Pasien atau pelanggan Arif pertama di Pekanbaru adalah kepala cabang di sebuah bank swasta di Pekanbaru, hingga menjadi pelanggan setianya.

"Pertama orang yang saya urut itu kepala bank di Pekanbaru, saya ikhlas mengurut siapapun berapa orang mau ngasih aja," ujar Arifsyah.

Sejak itulah dari mulut ke mulut akhirnya Arif menjadi tukang urut panggilan dan bahkan seharinya bisa melayani tujuh orang dan paling sedikitnya tiga orang.

"Paling rendah kasih Rp50 ribu dan paling tinggi sampai Rp250 ribu sekali urut," ujar Mahasiswa Peternakan Fakultas pertanian dan peternakan UIN ini.

Baca: Buru-buru Naik Motor yang Dikira Ojek, Pas di Tengah Jalan Remaja Ini Tersadar Bukan Dibonceng Ojek

Baca: Remaja 16 Tahun Populer di Dunia Hitam Sebagai Pembunuh Bayaran Meksiko, Tewas Ditembak Polisi

Dapat uang dari jasa pijat itulah Arif bisa berkuliah dan bahkan saat ini sudah hampir selesai.

Tidak hanya itu, Arif juga biasanya mengirimkan uang ke kampung untuk bantu adiknya yang masih sekolah di SMA.

"Kalau bersihnya bisa saya dapat Rp1,5 juta bisa ditabunglah," ujar Arif.

Bagi Arif menjadi tukang urut bukan menjadi hal yang memalukan, karena niatnya tidak lain dan tidak bukan untuk membantu orang.

Arif bahkan melayani panggilan urut ini hingga pukul 02.00 dinihari.

"Ada juga yang panggil sampai ke Perawang, selagi saya bisa saya akan bantu," ujar Arif yang memiliki kepandaian ngurut dari sang kakeknya itu.

Menjadi tukang urut juga ternyata dikenal dikalangan dosennya di kampus, bahkan banyak pelanggan Arif juga berasal dari dosennya di kampus.

Sehingga kadang ia dengan mudah minta izin kepada dosen bila ada panggilan untuk urut.

"Kalau ada panggilan lagi jam kuliah, kadang saya izin ke dosen, dan para dosen juga sudah paham profesi saya sebagai tukang urut," ujarnya.

Sehingga saat pergi kuliah, isi tasnya Arif berbeda dengan mahasiswa lainnya, Arif mengisi tasnya dengan minyak urut dan handbody untuk peralatan urut.

"Saat KKN juga saya dapat pelanggan kepala desa dan perangkat desa di tempat KKN, sekarang kalau mereka ke Pekanbaru selalu ngontak saya untuk minta urut," ujarnya.

Baca: 36 Lempeng Baja yang Dicuri dari Jembatan Siak IV Pekanbaru Dijual Rp 125 Ribu Per Buah oleh Maling

Urut Arif ini ternyata tidak hanya untuk urut capek, melainkan untuk patah tulang, terkilir dan masuk angin.

Untuk pasien Arif sendiri dari berbagai kalangan mulai dari pegawai negeri, pejabat dan pegawai di swasta sampai masyarakat biasa.

"Saya akan terus jadi tukang urut dan tidak akan pernah malu ataupun gengsi, karena ini bisa membantu saya selesai kuliah," ujarnya yang tidak mendapatkan beasiswa dari kampus tersebut meskipun masuk dalam kategori Mahasiswa miskin. (Tribunpekanbaru.com/Nasuha Nasution)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved