30 Tahun Terpisahkan Perang, Ibu dan Anak Ini Kembali Dipersatukan, Kisahnya Mengharukan

Emosi Ibu dan anak ini memuncak tatkala keduanya kembali bertemu setelah 30 tahun berpisah karena perang yang berkecamuk.

https://www.aa.com.tr/ via Tribunnewswiki
Kisah Ibu dan anak yang berpisah 30 tahun karena perang di Irak. 

30 Tahun Terpisahkan Perang, Ibu dan Anak Ini Kembali Dipersatukan, Kisahnya Mengharukan

TRIBUNPEKANBARU.COM - Emosi Ibu dan anak ini memuncak tatkala keduanya kembali bertemu setelah 30 tahun berpisah karena perang yang berkecamuk.

Kisah emosional ini bertepatan dengan peringatan hari Ibu Nasional tahun ini 2019.

Seorang perempuan Kurdish dari Irak Utara dipertemukan kembali dengan anak laki-lakinya setelah berpisah selama 30 tahun.

Ibu dan anaknya ini terpisah selama 30 tahun berkat peristiwa serangan senjata kimia ke Provinsi Halabja of Sulaymaniyah, Irak, pada tahun 1988.

Serangan senjata kimia pertama di Timur Tengah ini dikenal dengan nama 'The Halabja Massacre' atau 'Pembantaian Halabja.

 

Ini merupakan serangan senjata kimia skala besar pertama dalam sejarah yang ditujukan kepada daerah penduduk Kurdi yang menentang rezim Saddam Hussein di Irak.

Bermula dari Serangan Pasukan Saddam Husein

Sepanjang perang Iran-Iraq, Saddam dilaporkan memimpin pasukan Irak di daerah utara dengan menggunakan senjata kimia untuk melawan populasi Kurdi.

Berkat serangan ini, dilaporkan sekitar 5000 orang meninggal, termasuk bayi, anak-anak, perempuan, dan dewasa.

Sementara sekitar 7000 orang lainnya luka-luka.

Cerita Maliha Muhammed Rashid dan anaknya Khalil Muhammed Salih adalah satu dari banyak cerita tragedi yang terungkap selama lebih dari 31 tahun sejak pembantaian massal tersebut.

Saddam Husein menggunakan pesawat perangnya untuk menarget kawasan Halabja.

Bersama pasukannya, ia mengomando serangan senjata kimia tersebut pada 16 Maret 1988.

Saat serangan tersebut dilakukan, sang anak, Khalil Muhammed Salih masih bayi berusia 9 bulan.

Salih dan ibunya Rashid beserta keluarganya kemudian dibawa ke tempat penampungan di Kermanshah, Iran, untuk dilakukan pengobatan setelah serangan.

Perpisahan Salih dan Rashid

Namun demikian, nasib memang harus memisahkan ibu dan anak.

Wilayah Kermanshah, Iran, pun juga menjadi target serangan udara oleh pasukan perang selama berlangsungnya Perang Iran-Irak.

Pada momen inilah, Rashid kehilangan bayinya, Salih.

Rashid sempat berusaha mencari bayinya selama kekacauan melanda tempatnya.

Sejumlah kamp-kamp pengungsi dan rumah sakit di Irak ia kunjungi untuk menemukan sang buah hati.

Namun apa di kata, semua usaha Rashid sia-sia.

Tanpa menemui hasil, sejak saat itu Rashid mengira anaknya telah wafat dalam peperangan.

Rashid kemudian memutuskan kembali ke Halabja dan melaporkan ke Pengadilan lokal di Sulaymaniya bahwa bayi laki-lakinya telah wafat pada November 1988.

Salih Ternyata Hidup dan Diadopsi di Iran

Di tempat yang lain -tanpa diketahui ibu kandungnya- Salih dilaporkan masih hidup.

Ia diadopsi oleh keluarga baru di Iran.

Nyawa Salih berhasil selamat dalam kekacauan perang berkat seorang pria, Manoshahr Ismaili, yang bekerja di rumah sakit saat kekacauan sedang terjadi.

Manoshahr melihat Salih tergeletak di rumah sakit.

Ia kemudian bergegas mengangkat Salih dan membawanya ke daerah Qom.

Bersama istrinya, Masuma Mahdipour, sang bayi bernama Salih ini pun kemudian diadopsi mereka.

Manoshahr dan Mahdipour kemudian memberi dan mendaftarkan Salih dengan nama Muhammed Emin.

Salih Tumbuh Dewasa

Seiring waktu berjalan, Salih yang memiliki nama baru, Muhammed Emin telah tumbuh dewasa.

Saat memasuki usia dewasa dan bersiap untuk menikah, Manoshahr dan Mahdipour mengatakan kejadian sebenarnya kepada Emin / Salih.

Mereka mengatakan bahwa sebenarnya mereka adalah orangtua angkat yang menemukan bayi 'tanpa nama' saat peperangan berlangsung.

Kedua orangtua angkatnya juga menyebut bahwa Emin telah berpisah dengan ibu kandungnya saat perang.

Di sinilah, Emin / Salih -yang berumur 24 tahun- termotivasi untuk mencari ibu kandungnya.

Perjalanan Panjang

Pencarian panjang, rumit, dan melelahkan pun dilakukan oleh Emin demi sang ibu dan keluarganya.

Tanpa berpikir risiko, ia melakukan perjalanan dari Teheran, Iran ke daerah Kermanshah.

Di sini Emin mengumpulkan dan melacak data tentang anak-anak yang hilang pada saat peperangan berlangsung di masa lalu.

Ermin sempat berpikir bahwa dirinya 'kemungkinan' bagian dari anak-anak yang hilang di daerah Halabja yang dibawa ke daerah Sulaymaniyah.

Namun pencarian Emin tak kunjung menemukan hasil

Secercah Cahaya dalam Acara Televisi Lokal

Waktu berlalu, Emin masih mencari ibu kandungnya yang hilang,

Dalam sebuah kesempatan, ia diundang menjadi tamu di sebuah acara televisi lokal.

Segala hal kemudian berubah saat Emin menceritakan kisahnya kepada Lokman Abdulkadir, Kepala Asosiasi Korban Serangan Kimia di Halabja / Association of Victims of Chemical Attacks in Halabja.

Emin / Salih bercerita kepada Lokman bahwa ia kehilangan ibu kandungnya.

Pertemuan Ibu dan Anak

Tak pernah disangka bahwa tayangan televisi lokal tersebut ternyata ditonton oleh Rashid, sang ibu kandungnya.

Saat menonton di layar kaca, Rashid dengan cepat mengenali wajah anaknya.

"Aku ingin bertemu dengannya walau sebentar saja. Saat kami berdua pertama kali bertemu -usai pisah 30 tahun- kami berpelukan dan menangis" kata Rashid kepada Anadolu Agency, (21/12/2019).

"Saat Khalil (Salih) muncul di tv, aku mengenalinya dan bilang, 'Ini anakku'. Aku langsung panggil Lokman Abdulkadir dan minta ia mengantarkanku. Lalu aku bilang aku tak punya bukti, tapi aku yakin dia anakku, aku hanya tahu saja bahwa ia adalah anakku" katanya.

Tes DNA

Usai bertemu, ibu dan anak ini berpelukan sembari menangis.

Pengadilan lokal Halabja kemudian meminta agar dilakukan tes DNA untuk memastikan kedua orang ini merupakan ibu dan anak kandungnya.

Tes DNA pun dilakukan di Teheran, Iran, yang hasilnya diserahkan kembali ke Pengadilan Halabja.

Dalam tes DNA ini membuktikan keduanya adalah memiliki DNA yang sama.

Namun demikian, pengadilan lokal Halabja menolak hasil tes DNA tersebut lantaran di lakukan di Iran.

Pengadilan meminta agar Tes DNA dilakukan di Inggris.

Tak Menyerah

Tes DNA di Inggris tidak ditempuh, kedua orang ini lantas melakukan tes DNA lagi di daerah Erbil, Irak.

Sekali lagi hasil tes DNA membuktikan bahwa Emin adalah anak kandung dari Rashid.

Hasil tes DNA kedua kali ini kembali diajukan keduanya ke Pengadilan Halabja.

Alhasil pengadilan kemudian memberi putusan.

Pengadilan mengonfirmasi bahwa Muhammed Emin atau Khalil Muhammed Salih adalah anak kandung dari Maliha Muhammed Rashid.

Ibu dan anak kandungnya itu pun bersatu kembali usai 30 tahun terpisah.

Emin / Salih kemudian mengklaim kembali identitas lamanya di Irak dalam sebuah upacara pada tangga 17 Desember di Halabja.

Prosesi upacara kewarganegaraan ini juga turut mengundang keluarga lama yang membesarkannya di Iran.

Khalil Muhammed Salih yang bekerja sebagai ahli forensik ini kembali ke Iran untuk bekerja.(*)

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved