KISAH Perawat ICU yang Bertugas Cabut Ventilator Pasien Covid-19 lalu 5 Menit Pasien Meninggal
Langkah ini memungkinkan tubuh pasien melawan infeksi dan sembuh, tetapi kadang-kadang tidak cukup membantu.
"Jika situasi memburuk nanti, satu perawat untuk enam pasien."

Beberapa perawat yang bekerja satu tim dengan Nittla sudah menunjukkan gejala-gejala virus corona dan sekarang menjalani isolasi diri. Rumah sakit melatih perawat-perawat dari unit lain untuk bekerja di bagian perawatan kritis.
"Sebelum memulai tugas, kami berpegangan tangan dan mengatakan 'semoga selamat!'. Kami saling memperhatikan. Kami memastikan semua orang mengenakan sarung tangan, masker dan alat pelindung diri secara benar," kata Nittla.
Unit Perawatan Intensif di Royal Free Hospital mencatat satu kematian setiap hari, jauh di atas rata-rata sebelum pandemi virus corona.
"Menakutkan," ungkap Nittla.
Sebagai perawat kepala ruang, ia terkadang harus mengesampingkan ketakutannya sendiri.
"Saya benar-benar mengalami mimpi buruk. Saya tidak bisa tidur. Saya khawatir terkena virus. Semua orang takut."
Tahun lalu, ia cuti kerja selama berbulan-bulan setelah terinfeksi tuberkulosis. Ia sadar kapasitas paru-parunya berkurang.
"Orang-orang menasihati saya untuk tidak bekerja tetapi ini sedang ada pandemi. Saya singkirkan semuanya dan saya laksanakan pekerjaan saya," katanya.
"Di akhir jam kerja, saya masih memikirkan pasien-pasien yang meninggal dunia yang saya tangani, tetapi saya berusaha melupakannya ketika saya keluar dari rumah sakit." (BBC NEWS INDONESIA)
Testimoni Perawat ICU yang Bertugas Cabut Ventilator Pasien Covid-19 lalu 5 Menit Pasien Meninggal
Sejak menceritakan kisahnya kepada BBC, Nittla diminta oleh pimpinannya untuk tinggal di rumah, karena kondisi penyakit bawaannya. Ia berencana akan tetap bekerja dengan mengerjakan tugas-tugas administratif dari rumah.
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Testimoni Perawat ICU yang Bertugas Cabut Ventilator Pasien Covid-19 lalu 5 Menit Pasien Meninggal