Istri Bupati Siak, Atasi Dampak Virus Corona Lewat Dekranasda & PKK, Acap Kali Rogoh Kantong Sendiri
Istri Bupati Siak, Rasidah Alfedri ikut berada di garda terdepan dalam mengantisipasi Virus Corona di Siak.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Rinal Maradjo
KARTINI SIAK bernama Rasidah. Frasa yang tidak berlebihan untuk mengenal sosok Rasidah (52), istri Bupati Siak Alfedri itu, saat semua orang khawatir menghadapi wabah Covid 19 yang melanda ini.
Alasannya, Rasidah menunjukan bukti perjuangannya dalam membantu warga untuk memutus mata rantai penyebaran Covid 19.
Sebagai istri seorang bupati, Rasidah tidak jumawa.
Ia justru tidak mau berbesar hati, membangga-banggakan, atau bergaya mencolok, bertingkah pongah, dalam pergaulan hidup sehari-hari. Ia justru semakin rendah hati, hidup bersahaja serta tetap mengajar sebagai guru mata pelajaran Biologi di SMAN 1 Siak.
Kemana pergi, penampilannya cukup sederhana dan sopan.
Bergaul dengan semua kalangan dengan santun, serta tidak melihat orang lain lebih rendah. Senyum selalu menggelantung di bibirnya dan tutur kata lembut telah menjadi ciri khasnya sejak dahulu.
Wajar saja hingga saat ini ia menjadi sosok perempuan inspirarif dan disenangi perempuan lain di negeri Istana.
Saat Bupati Siak Alfedri tengah sibuk menanganani pandemi Covid 19, Rasidah juga tidak tinggal diam.
Ia berjuang melalui wadah bernama Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Siak.
Meski sibuk menggerakkan dua organisasi yang diketuainya tersebut, tanggungjawab mengajar secara online dan tanggungjawab di biduk rumahtangga tidak pernah terbengkalai.
"Sudah sejak dulu ibu suka berkegiatan di masyarakat. Turun ke desa-desa berbagi dengan warga yang membutuhkan rasanya sangat membahagiakan," kata Rasidah Alfedri saat berbincang dengan Tribunpekanbaru.com , Selasa (21/4/2020).
Sejumlah aksi yang dilakukan Rasidah untuk melawan Covid 19 ini justru tidak menggunakan uang pemerintah.
Ia bergerak memberdayakan dan tak canggung merogoh kocek pribadinya. Ia mendeteksi kebutuhan warga saat pandemi Covid 19 menyerang Siak.
Ia tahu masker sedang langka di kabupaten Siak, warga kesusahan mendapatkannya.
"Yang paling mungkin kita produksi adalah masker. Maka kami komunikasikan ke kelompok penjahit yang ada di Perawang dan bahannya dari kami. Alhamdulillah kita berhasil memproduksi masker sendiri dengan target 10.000 pcs," kata Rasidah.
Ribuan masker yang telah berhasil diproduksi didistribusikan pula ke warga kurang mampu.
Bahkan ia prihatin banyak sekali warga yang tidak mempunyai masker saat keluar rumah.
Ia bersama pengurus Dekranasda justru turun ke jalan untuk membagikan masker -masker tersebut. Ia menyetop pengendara dan memakaikan masker.
"Masker yang kita produksi ini merupakan masker standar WHO, disebut masker BC 19. Masker ini berbahan kain yang dapat dicuci kembali," kata alumnus FKIP Unri itu.
Untuk mempercepat kuantitas produksi, sejumlah ibu-ibu pengurus Dekrnasda yang bisa menjahit ikut serta memproduksinya. Penumpukan hasil produksi di rumah dinas bupati Siak.
Rasidah mengepak, mencuci, menggosok serta ikut mengemas masker-masker itu sebelum mendistribusikankannya ke masyarakat.
"Masker untuk keluarga ODP (Orang Dalam Pemantauan) kita distribusikan lewat Pemda, bapak (bupati) langsung yang terima," kata dia.
Hingga saat ini, pihaknya masih memproduksi masker tersebut. Anggaran untuk gerakan 10.000 masker ini merupakan sumbangan pribadi Rasidah bersama ibu-ibu pengurus Dekranasda dan PKK.
"Sekarang kan kita ketuanya, ya harus aktif. PKK dan dekranasda harus sama-sama aktif dan menjadi wadah untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk orang banyak," kata dia.
Ia menguraikan, awalnya Dekranasda berencana memproduksi hand sanitizer. Namun bahan baku berupa alkohol langka di kabupaten Siak dan Pekanbaru.
Karena hand sanitizer tidak mungkin diproduksi ia mengalihkan ke masker.
"Kalau masker berbahan dasar kain tentu tidak sulit kita temukan, sebagian kita beli di Siak sebagiannya di Pekanbaru waktu itu," kata dia.
Selain memproduksi masker, Rasidah juga menjalankan program Dekranasda Berbagi. Program ini bukan hanya dilaksanakan saat wabah virus Corona saja, namun sudah berjalan sejak awal Rasidah menjadi ketua Dekranasda Siak.
"Progam ini merupakan membagikan sembako kepada warga kurang mampu setiap hari Jumat," kata dia.
Program ini terus berjalan namun lebih diperuntukkan bagi warga yang terdampak virus Corona. Pola pembagiannya juga dilakukan secara mandiri dan modal untuk pengumpulan sembako ini juga dikumpulkan secara mandiri.
"Semuanya swadaya, bukan anggaran pemerintahan. Kami turun ke kampung-kampung, keluar masuk desa se Kabupaten Siak," kata dia.
Dalam 1 paket sembako berisi 10 kg beras, 1 papan telur ayam buras, minyak goreng, gula pasir, teh celup dan 2 kaleng sarden. Paket sembako ini merupakan sumbangan untuk keperluan konsumtif bagi masyarakat kurang mampu.
"Karena ada corona, kita tidak mungkin turun ke masyarakat. Dalam kondisi sulit tidak mungkin juga kita bediam diri juga. Jadi pembagian sembako ada yang dikirim ada juga yang kami antarkan langsung," kata dia.
Kesibukan Rasidah tidak hanya setakat pada program pemberian bantuan dan masker semata. Kesehariannya juga tidak melupakan tugas utama yakni mengajar di sekolah. Selain itu ia juga melakukan gerakan mengedukasi masyarakat dan perempuan di Siak.
"Kalau mengajar memang sudah panggilan jiwa. Maka sampai sekarang ibu masih seorang guru biasa di sekolah," kata dia.
Meski bersuamikan seoang pejabat, Rasidah tak pernah terbesit hatinya untuk menjadi pejabat pula. Ia tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menjadi pejabat di kabupaten Siak, meski kekuasaan untuk itu ia miliki.
"Memang dari awal ibu tidak suka menjadi pejabat, ibu cukup senang dan gembira jadi guru. Jiwa ibu adalah jiwa seorang guru," kata dia.
Terkait tentang kesibukannya sehari-hari, mengajar, mengurus dekranasda, PKK, menedukasi masyarakat dan perempuan serta mengurus rumah tangga adalah waktu biasa yang sudah dijalani sejak dahulu. Justru ketika tidak turun ke masyarakat belum tenang perasaannya.
"Ini hanya panggilan jiwa. Ibu lebih senang turun ke desa desa ketimbang ke kota. Ibu suka berjumpa dengan warga di desa-desa, duduk di rumah warga kurang mampu, bercerita dan melihat perjuangan warga yang keras," kata dia.
Terkait tentang perempuan dan hari Kartini, Rasidah Alfedri menyebut Kartini di zaman ini berbeda dengan zaman dahulu. Perempuan di zaman ini memiliki masalah yang lebih kompleks.
Menurut dia, ada 3 hal yang harus dimiliki Kartini zaman ini, yaitu memiliki etika dan sopan santun. Karena seorang wanita itu adalah suri teladan bagi anak-anaknya, dia memiliki hak dan tanggungjawab sebagai orang tua dan istri. Kedua, Kartini di zaman sekarang harus terdidik, lebih pintar sehingga apapun masalahnya ia bisa mencari solusinya dengan bijak. Ketiga, peduli dengan lingkungan.
"Jadi, kalau pun kita perempuan kita harus mampu menjadi pelopor, saling membantu dan peduli dengan lingkungan sekitar," kata dia.
Ia menambahkan, perempuan harus bisa mengurusi semua hal, tidak hanya terfokus pada wilayah domestik.
"Perempuan juga harus tampil pada wilayah publik," kata dia. ( Tribunpekanbaru.com /mayonal putra)