Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Indonesia Mengadu ke Dewan HAM PBB: Kasus Tewasnya ABK WNI di kapal berbendara China

Indonesia membawa isu perbudakan terhadap para ABK WNI di kapal berbendara China ke Dewan HAM (DH) PBB.

Editor: Muhammad Ridho
Capture Youtube
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Indonesia membawa isu perbudakan terhadap para ABK WNI di kapal berbendara China ke Dewan HAM (DH) PBB.

Indonesia meminta Dewan HAM PBB memberi perhatian terhadap pelanggaran HAM di industri perikanan itu.

Hal tersebut disampaikan Indonesia saat berkonsultasi informal dengan Presiden DH PBB pada 8 Mei 2020 lalu.

Sebelumya puluhan WNI yang bekerja di beberapa kapal berbendera China diduga mengalami perbudakan.

Perbudakan terhadap para ABK yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan milik perusahaan China itu yang kemudian juga diduga menjadi penyebab kematian 4 orang WNI.

"Dalam pertemuan virtual Presiden Dewan HAM dengan negara anggota dan wakil LSM Internasional di Jenewa, Indonesia menggarisbawahi perlunya Dewan HAM untuk tegas melindungi HAM kelompok rentan yang sering tidak diperhatikan, yaitu hak-hak para ABK yang bekerja di industri perikanan," kata Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Duta Besar Hasan Kleib dalam keterangan persnya, Selasa (12/5).

Dalam konsultasi dengan Presiden DH PBB itu, delegasi RI menegaskan perlunya perlindungan HAM terhadap para pekerja di sektor perikanan.

Sebab, mereka adalah kunci rantai pangan dan pasokan global dalam masa normal, apalagi pada kondisi pandemi saat ini.

"Delegasi Indonesia di Dewan HAM, terutama sejak kasus Benjina, yaitu kasus pelanggaran HAM di industri perikanan multinasional, mengemuka pada 2016, terus memanfaatkan forum ini untuk meminta pertanggungjawaban global untuk isu ini. Terutama dikaitkan dengan agenda bisnis dan HAM," sebut keterangan PTRI Jenewa.

Di sisi lain Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) juga mengaku serius menindaklanjuti laporan dugaan perbudakan terhadap para ABK WNI di kapal berbendara China. "China menanggapi laporan itu dengan sangat serius dan sedang menyelidiki," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam jumpa pers reguler tertanggal 11 Mei waktu setempat.

Namun meski menanggapi laporan itu dengan serius, Zhao juga menilai laporan beberapa media tidak faktual. Dia menjawab pertanyaan wartawan South China Morning Post mengenai tanggapan China atas Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi yang mengutuk perlakuan terhadap WNI di kapal pencari ikan itu. "Pihak China berkomunikasi erat dengan pihak Indonesia mengenai hal ini dan akan menangani isu ini berdasarkan fakta dan hukum," kata Zhao Lijian.

Sebelumnya dilaporkan ada 3 ABK WNI kapal Long Xing 629 yang meninggal dunia. Jenazah 3 ABK WNI itu kemudian dilarung ke laut. Ada pula 1 ABK WNI dari kapal itu yang meninggal dunia sesampai di Busan, Korea Selatan.

Adapun sebanyak 14 ABK WNI lainnya selamat dan sudah pulang ke Indonesia. Meski demikian, selama bekerja di kapal China itu mereka juga mendapat perlakuan diskriminasi, eksploitasi, dan perlakuan perbudakan. "Kita mengutuk perlakuan tidak manusiawi yang dialami ABK kita selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan RRC," kata Retno dalam keterangan pers, Minggu (10/5).

Secara terpisah, DNT Lawyers selaku pengacara para ABK WNI menyampaikan ada 11 bentuk eksploitasi yang dialami para ABK kapal bernama Long Xing 629 itu. Di antaranya mereka diberi makanan tidak layak berupa ayam yang sudah 13 bulan berada di freezer, sayuran tidak segar, hingga umpan makan ikan yang berbau. Makanan-makanan itu membuat para ABK keracunan. Selain makanan, para ABK juga dipaksa minum air laut yang telah disuling tapi masih asin dan tidak layak dikonsumsi.

Selama di kapal bernama Long Xing 629 itu, para ABK Indonesia juga harus bekerja 18 jam sehari. Kadang mereka harus bekerja 48 jam tanpa istirahat bila tangkapan ikan sedang berlimpah.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved