Berita Riau

Pengamat Sebut Sebuah Investasi Harus Transparan dan Punya Skema yang Jelas

Para investor atau pemilik modal harus paham terkait skema dari investasi tersebut agar tidak terjerumus kedalam sistem investasi yang salah.

Penulis: Bynton Simanungkalit | Editor: Nurul Qomariah
Foto/Istimewa
Emon Sulaeman 

TRIBUNPEKANBARU.COM, RENGAT - Emon Sulaiman, Kepala Bursa Efek Indonesia Perwakilan Riau menegaskan bahwa sampai saat ini banyak negara yang belum mengakui soal penggunaan uang virtual atau cryptocurrenny, termasuk Indonesia.

Meski banyak orang di Indonesia yang sudah menanamkan modalnya pada perdagangan uang virtual tersebut.

Sama halnya dengan edinar coin mungkin tidak hanya di Indonesia, dinegara lain juga ada.

"Untuk di Indonesia belum diakui sehingga pengawasan dan perlindungan bagi penggunanya tidak ada," ujarnya.

Mengkaji Untung Rugi dalam Komunitas EDRG, Uang Digelapkan dan Tertundanya Pembayaran Penjualan Koin

Jabat Sekwan DPRD Riau, Uun Siap Jalankan Amanah dengan Baik

Belum Berizin,Satgas Waspada Investasi Imbau Warga Inhu Riau Waspada Bergabung dengan Komunitas EDRG

Oleh karena itu, Emon menyampaikan agar para investor atau pemilik modal harus paham terkait skema dari investasi tersebut agar tidak terjerumus kedalam sistem investasi yang salah.

Terlebih lagi terhadap investasi yang dijalankan oleh sebuah komunitas, maka investasi itu hendaknya transparan.

Emon pada wawancara dengan Tribunpekanbaru.com menjelaskan tentang kemunculan uang virtual, salah satunya Bitcoin.

Menurutnya Bitcoin tersebut muncul ketika ada kesepakatan antara para gamers.

Mereka menggunakan uang virtual untuk pembelian benda-benda di dalam game

Kemudian berbicara tentang Edinar Coin sebagai salah satu uang virtual diakui Emon sudah merambah ke banyak negara.

Namun persoalannya, tidak ada regulator yang mengawasi.

"Artinya tidak ada perlindungan, pengaduannya susah untuk diklarifikasi ke manapun," ujarnya.

Ia juga menegaskan soal pentingnya transparansi dalam sebuah investasi.

Para investor harus paham tentang mekanisme jual beli yang dilakukan.

Selayaknya hukum ekonomi, ada yang membeli dan ada yang menjual.

Berdasarkan hukum ekonomi, permintaan semakin tinggi, harga makin semakin naik.

Sebaliknya jika turun maka harga turun.

"Kita tahu kalau permintaan naik atau turun itu dari mana. Kalau kita nggak tahu permintaan naik atau turun, bagaimana kita menentukan patokannya," katanya.

Hal yang juga perlu dipahami oleh pemilik modal adalah penggunaan uang virtual di satu komunitas itu terjadi karena ada kesepakatan.

"Mekanisme kesepakatan, kalau sepakat ya akan terjadi transaksi kalau nggak sepakat ya tidak akan terjadi.”

“Jadi kalau kita jual belum terima hasil bisa jadi belum ada yang beli, bisa juga sudah dibeli tapi duit nggak ditransfer nah ini lain lagi urusannya, di sinilah letaknya kita membutuhkan regulasi dan regulatornya," ujarnya.

Lebih jauh lagi, menurut Emon dalam ekonomi juga ditemui titik jenuh beli ataupun jenuh jual. Hal ini terjadi ketika suatu barang sudah terlalu mahal.

Namun ketika produk investasi tersebut tidak transparan, maka tidak dapat ditentukan sampai kapan akan menemukan titik jenuh produk tersebut.

Persoalannya saat ini, banyak masyarakat yang tertarik berinvestasi tanpa mengetahui skema yang dijalankan.

"Masyarakat cenderung tergiur pada tawaran keuntungan yang besar dalam waktu singkat, namun tidak mengkaji sisi resikonya," katanya.

Sebab menurut Emon, semua bentuk investasi memiliki risiko.

( Tribunpekanbaru.com / Bynton Simanungkalit )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved