Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ada Uang Ketok Palu Dugaan Tipikor Proyek Jalan Duri - Sei Pakning, Nama Indra Gunawan Eet Disebut

Firzal Fudhail, menjadi orang pertama yang bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Duri - Sei Pakning

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ilham Yafiz
TRIBUNPEKANBARU / RIZKY ARMANDA
Sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Kamis (2/6/2020). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Firzal Fudhail, menjadi orang pertama yang bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Duri - Sei Pakning, dengan terdakwa Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin, Kamis (2/7/2020).

Nama Indra Gunawan Eet, yang kini menjabat Ketua DPRD Provinsi Riau, beberapa kali disebut oleh saksi.

Firzal sendiri merupakan mantan anggota DPRD Bengkalis dua periode, tahun 2004-2009 dan 2009-2014.

Mantan anggota dewan dari Fraksi Golkar ini, dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina.

Ditanyai soal proses pembahasan proyek Jalan Duri - Sei Pakning yang menjerat terdakwa Amril Mukminin, Firzal menjawab hal itu dilakukan langsung di Banggar.

Saksi mengatakan, dirinya saat mengemban amanah sebagai legislator, duduk di Komisi II.

"Saya di Komisi II, masalah proyek-proyek. Semua proyek yang sifatnya bidang ekonomi pembangunan," jelasnya.

Menurut saksi, soal proyek jalan Duri - Sei Pakning, tidak pernah dibahas di komisi II, dengan alasan proyek multiyears.

"Masuk barang (proyek) itu, tapi tidak pernah dibahas. Langsung dibahas di Banggar. Harusnya dibahas di komisi dulu baru ke Banggar," ucapnya.

Ditanyai soal tahun proyek, saksi menjawab seingatnya mulai dibahas pada tahun 2012. Saat itu Bupati Bengkalis dijabat Herliyan Saleh.

Sementara soal keterkaitan dengan Amril Mukminin, saksi menyatakan jika terdakwa ketika itu masuk di Komisi I.

"Terdakwa Komisi I, bidang Pemerintah, saya lupa yang mulia," ucapnya.

Disinggung soal berapa nilai anggaran proyek Jalan Duri - Sei Pakning, serta total anggaran dari 6 proyek multiyears yang ada, saksi mengaku tak ingat. Dia mengungkapkan, tidak pernah ikut rapat dalam pembahasan.

Lebih jauh saksi menyebutkan, dia pernah menerima uang senilai Rp50 juta sebagai uang ketok palu pengesahan APBD tahun 2013.

Saksi menuturkan, uang itu diterimanya melalui Syahrul Ramadhan, yang merupakan orang Jamal Abdillah selaku Ketua DPRD Bengkalis waktu itu.

Namun dari mana sumber uang itu, dia tak tahu pasti.

"Uang ketok palu, untuk semua anggaran," akunya.

Lanjut saksi, meski sudah diketok palu, namun proyek jalan Duri - Sei Pakning, urung terlaksana. Kendati begitu, saksi tak tahu apa penyebabnya.

"Kalau tidak salah saya periode berikutnya (terlaksana), waktu itu saya sudah selesai. Saya dengar kabar ada pemenangnya tapi tidak bisa dilaksanakan," urai dia.

Kata saksi, saat di DPRD Bengkalis, dia satu fraksi dengan Amril Mukminin, Iskandar Busman, dan Indra Gunawan Eet.

"Saya ketua fraksi," jelasnya.

Kemudian, hakim mempertanyakan apakah saksi tahu soal perkara yang menjerat terdakwa. Yaitu, gratifikasi proyek jalan di Duri - Sei Pakning.

Dia menyatakan tahu, tapi saksi tidak tahu siapa pemberi gratifikasi kepada Amril. Termasuk apa alasan atau motif pemberian gratifikasi.

Kembali ke persoalan uang ketok palu, masih pengakuan saksi, dalam hal ini dia menerima total 3 bungkusan plastik hitam yang berisi uang.

Satu untuk dirinya, satu lagi untuk terdakwa Amril Mukminin, dan satu lagi untuk Indra Gunawan Eet. Nilainya diperkirakan sama dengan yang dia dapatkan, sekitar Rp50 juta.

Saksi mengatakan, Indra Gunawan Eet dari fraksi Golkar.

Uang itu diterimanya di sebuah hotel di Kota Pekanbaru. Dia langsung yang menyerahkan uang kepada Amril dan Eet.

"Uang itu untuk apa?," tanya JPU.

"Uang ketok palu APBD 2013," jawabnya.

Diuraikan saksi, semua anggota dewan menerima uang itu.

"Yang jelas fraksi saya dapat semua. Cerita dewan menurut kebiasaan begitu (dapat uang)," tandasnya.

Proses peradilan perkara dugaan korupsi yang menjerat Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin, kembali bergulir di persidangan, Kamis (2/6/2020).

Sama seperti sebelumnya, sidang digelar lewat skema video conference. Terdakwa Amril Mukminin, masih berada di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adapun Hakim Ketua yang memeriksa perkara terdakwa adalah Lilin Herlina, dibantu dua hakim anggota, Sarudi dan Poster Sitorus.

Agenda sidang lanjutan kali ini, yakni pemeriksaan saksi-saksi terkait dengan dugaan rasuah proyek multiyears atau tahun jamak peningkatan jalan Duri-Sei Pakning.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK dalam hal ini menghadirkan 3 orang saksi, yang mereka semua merupakan mantan anggota dewan di DPRD Kabupaten berjuluk Negeri Sri Junjungan tersebut.

Mereka diantaranya Firzal Fudhail, Abdul Rahman Atan, dan Jamal Abdillah.

Dua saksi diantaranya, hadir langsung di ruang sidang Prof.R. Soebekti, SH Pengadilan Negeri Pekanbaru. Keduanya adalah Firzal Fudhail dan Abdul Rahman Atan.

Sementara satu saksi lagi, Jamal Abdillah, berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Pasalnya, Jamal Abdillah yang pernah menjabat Ketua DPRD Bengkalis periode 2009-2014 ini, merupakan terpidana kasus korupsi dana Bansos senilai Rp31 miliar yang sedang menjalani masa hukuman.

Sebelum bersaksi di persidangan, para saksi pun diambil sumpahnya terlebih dahulu.

Untuk diketahui, Amril didakwa menerima uang senilai Rp5,2 miliar.

Dalam dakwaan kesatu primair yang dibacakan JPU terungkap, terdakwa selaku Bupati Bengkalis periode masa jabatan tahun 2016-2021, menerima hadiah berupa uang secara bertahap, seluruhnya sebesar 520 ribu Dollar Singapura atau setara Rp5,2 miliar melalui Azrul Nor Manurung alias Asrul, selaku ajudan terdakwa.

Uang itu diterima terdakwa dari Ichsan Suadi, pemilik PT Citra Gading Asritama (CGA) yang diserahkan lewat Triyanto, pegawai PT CGA.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang tersebut diberikan agar terdakwa mengupayakan PT CGA melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan Jalan Duri – Sei Pakning yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bengkalis (multiyears)," urai JPU Feby.

Lanjut dia, hal ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Maupun kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Lanjut JPU, terdakwa Amril Mukminin sebelumnya merupakan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode masa jabatan tahun 2014 -2019.

Pada tahun 2012 saat terdakwa masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, telah ditandatangani Nota Kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis dengan DPRD Kabupaten Bengkalis tentang Penyelenggaraan Kegiatan Tahun Jamak tahun anggaran 2013-2015 Nomor 09/MoU-HK/X/2012 dan Nomor 06/DPRD/PB/2012 tanggal 18 Oktober 2012, yang pada pokoknya DPRD menyetujui dianggarkan 6 paket kegiatan pembangunan jalan yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2013 sampai dengan 2015 (multiyears).

Selanjutnya pada tahun 2013, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Bengkalis melakukan proses pelelangan terhadap 6 paket proyek tersebut.

Termasuk diantaranya proyek peningkatan jalan Duri – Sei Pakning. Setelah melalui tahapan proses evaluasi lelang, PT Citra Gading Asritama (CGA) sebagai salah satu peserta lelang ditetapkan menjadi pemenang.

Namun karena ada sanggahan dari peserta lelang lain yang menyatakan PT CGA di-blacklist oleh Bank Dunia (World Bank), penunjukkannya sebagai penyedia barang atau jasa (rekanan) dibatalkan oleh Dinas PUPR Pemkab Bengkalis.

Atas pembatalan tersebut PT CGA melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru dan setelah melalui upaya hukum kasasi maka Mahkamah Agung (MA) dalam putusan Nomor 233 K/TUN/2015 tanggal 7 Juli 2015 menyatakan, membatalkan keputusan pembatalan penunjukkan penyedia barang/jasa paket pekerjaan pembangunan jalanDuri – Sei Pakning (multiyears) dan memerintahkan PPK Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk memproses kontrak (perjanjian) pekerjaan dengan PT CGA.

Atas dasar putusan MA tersebut, sekitar bulan Januari - Februari 2016, Ichsan Suadi selaku pemilik PT CGA menemui terdakwa yang saat itu sudah resmi ditetapkan sebagai calon Bupati Bengkalis terpilih periode masa jabatan tahun 2016-2021 (tinggal menunggu pelantikan).

Pertemuan dilakukan di kedai Kopi Tiam yang berada Jalan Riau, Pekanbaru. Ichsan menyampaikan perihal putusan MA terkait dimenangkannya gugatan PT CGA atas pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.

Beberapa hari kemudian, Ichsan kembali menemui terdakwa di restoran Starbucks Coffee, Mall Plaza Indonesia Jakarta dan meminta bantuan agar PT CGA dapat segera ditunjuk mengerjakan proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning Kabupaten Bengkalis.

"Ichsan Suadi lalu memberikan amplop coklat berisi uang sebesar 100 ribu Dollar Singapura atau setara dengan Rp1 miliar, yang diterima terdakwa melalui Azrul, ajudan terdakwa yang ikut dalam pertemuan tersebut," urai JPU.

Dalam pengurusan selanjutnya, Ichsan Suadi menugaskan anggotanya, Triyanto untuk meneruskan koordinasi dengan terdakwa.

Hal ini dikarenakan Ichsan sedang diproses hukum dalam perkara lain.

Triyanto kemudian menemui terdakwa pada bulan Mei - Juni 2016 di rumah dinas Bupati Bengkalis.

Triyanto menyampaikan bahwa dirinya selaku perwakilan PT CGA yang diutus Ichsan Suadi untuk menindaklanjuti hasil putusan MA dan berharap dapat segera ditandatangani kontrak pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning.

"Terdakwa menanggapi dengan mengatakan akan mengupayakannya, sehingga mengarahkan Triyanto agar berkoordinasi dengan Tarmizi selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Pemkab Bengkalis," sebut JPU KPK, Feby.

Atas arahan itu, Triyanto pun menemui Tarmizi, dan juga Ardiansyah, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di kantor Dinas PUPR Pemkab Bengkalis.

Oleh karena proyek tersebut belum dianggarkan pada APBD TA 2016, maka Dinas PUPR Pemkab Bengkalis mengusulkan anggaran untuk proyek tersebut pada usulan atau rencana APBD Kabupaten Bengkalis TA 2017 - 2019 (multiyears).

Alhasil, proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning tersebut disetujui untuk dianggarkan pada APBD Kabupaten Bengkalis secara tahun jamak (multiyears) dengan pembuatan Nota Kesepakatan antara Pemkab Bengkalis dengan DPRD, tentang penganggaran kegiatan tahun jamak TA 2017-2019 Nomor 14/MoU-HK/XII/2016 dan Nomor 09/DPRD/PB/2016 tanggal 13 Desember 2016 yang ditandatangani terdakwa selaku Bupati Bengkalis dan Abdul Kadir selaku Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis.

Berlanjut pada bulan Februari 2017, Triyanto menemui terdakwa di restoran Hotel Adi Mulya Medan.

Triyanto menjanjikan commitment fee dari PT CGA kepada terdakwa, karena proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning telah dianggarkan dan tinggal menunggu penandatanganan kontrak pekerjaan.

Terdakwa lalu mengarahkan Triyanto agar berkoordinasi dengan Tajul Mudarris, selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Pemkab Bengkalis merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Triyanto kemudian memberikan amplop coklat berisi uang sebesar 150 ribu Dollar Singapura atau setara Rp1,5 miliar kepada terdakwa yang diterima melalui Azrul, pada saat selesai pertemuan.

Triyanto ditemani rekannya, lalu menindaklanjuti arahan terdakwa untuk menemui Tajul Mudarris dan Ardiansyah di Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk berkoordinasi.

Setelah beberapa kali berkoordinasi, selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2017 bertempat di Hotel Batiqa, Pekanbaru, ditandangani surat perjanjian kontrak Nomor 600/PUPR/SP-MY/V/2017/001 untuk pekerjaan pembangunan Jalan Duri – Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis (multiyears), antara Sandi Muhammad Siddiq, yang mewakili pihak PT CGA dengan Tajul Mudarris, selaku PPK Dinas PUPR dengan nilai kontrak sebesar Rp498.645.596.000,00.

Adapun jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sejak tanggal 24 Mei 2017 sampai dengan tanggal 20 Desember 2019.

Pada bulan Juni 2017, terdakwa memerintahkan Azrol, ajudannya untuk menghubungi Triyanto agar menghadap ke rumah dinas Bupati Bengkalis.

Pada pertemuan itu, terdakwa menanyakan kelanjutan realisasi commitment fee dari PT CGA, dengan alasan untuk keperluan lebaran.

Atas permintaan tersebut, Triyanto melaporkan kepada Ichsan Suadi. Setelah mendapatkan persetujuan, selanjutnya Triyanto membawa uang yang telah disiapkan PT CGA ke Pekanbaru.

"Pada tanggal 27 Juni 2017, Triyanto menghubungi Azrul. Mereka sepakat bertemu di pinggir jalan dekat hotel Royal Asnof Pekanbaru untuk menyerahkan uang sebagaimana yang diminta terdakwa. Selanjutnya Triyanto memberikan amplop coklat yang berisi uang sebesar 170 ribu Dollar Singapura, atau setara Rp1,7 miliar, untuk diserahkan kepada terdakwa. Triyanto menjanjikan akan memberikan sisa commitment fee setelah lebaran," tutur JPU.

Selanjutnya, sekitar awal bulan Juli 2017, terdakwa memerintahkan ajudannya Azrul menghubungi Triyanto.

Guna menanyakan realisasi kekurangan commitment fee yang telah dijanjikan.

Seperti sebelumnya, Triyanto melaporkan kepada Ichsan. Setelah mendapatkan persetujuan, barulah Triyanto membawa uang yang telah disiapkan.

Sisa commitment fee itu senilai Rp100 Dollar Singapura. Uang itu diambil ajudan terdakwa di kamar Hotel Grand Elite.

JPU menilai, perbuatan ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Selain itu bertentangan juga dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegas JPU Feby.

( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved