Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Istana Bakal 'Bangkitkan' Tim Pemburu Koruptor, Yakin Bisa Bawa Pulang Koruptor Kelas Kakap ini?

Salah satu tujuan penghidupan kembali tim tersebut adalah untuk menangkap buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra.

KOMPAS.COM / RAKHMAT NUR HAKIM
Menko Polhukam, Mahfud MD saat di Istana Kepresidenan, Bogor. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Hingga saat ini masih banyak koruptor penjarah uang negara yang menjadi buronan. 

Anehnya, beberapa dari mereka pernah ditangkap lalu kabur hingga saat ini. 

Sementara lainnya malah ada yang pulang ke Indonesia dan sempat-sempatnya mengurus e-KTP. 

Aksi para koruptor tersebut pun menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. 

Profesionalisme aparat hukum juga dipertanyakan atas peristiwa tersebut.

Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan akan mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor.

Tim pemburu koruptor sudah pernah dibentuk di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi masa kerjanya sudah habis.

Menurut Mahfud, tim pemburu koruptor akan beranggotakan beberapa kementerian dan lembaga. 

"Anggotanya ya pimpinan Polri, pimpinan Kejagung, pimpinan Kemenkumhan, nanti dikoordinir dari kantor Kemenkopolhukam," ujar Mahfud dalam keterangan resmi Rabu (8/7).

Mahfud menyampaikan sebelumnya tim tersebut telah dimiliki Indonesia.

Tim pemburu koruptor sebelumnya dibentuk pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tim tersebut dibentuk melakui Instruksi Presiden (Inpres). Oleh karena itu dalam rangka menghidupkan kembali, akan dilakukan perpanjangan atas inpres tersebut terlebih dahulu sebagai dasar hukum.

"Kemenkopolhukam sudah punya instrumennya dan kalau itu diperpanjang langsung nyantol ke Inpres itu," teramg Mahfud.

Sesuai namanya, tim pemburu koruptor akan mengejar para koruptor yang saat ini berstatus buron.

Salah satu tujuan penghidupan kembali tim tersebut adalah untuk menangkap buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra. 

Mengenai Djoko Tjandra, Mahfud optimis lembaga penegak hukum Indonesia bisa menangkap buronan tersebut.

Hal itu ia sampaikan usia melakukan rapat bersama Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan Kantor Staf Presiden (KSP).

Eko Adi Putranto

Eko Adi Putranto adalah Komisaris Bank BHS dengan nilai korupsi mencapai Rp 2,659 triliun.

Pria kelahiran Jakarta, 9 Maret 1967 itu terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS.

Modus yang dipakai dalam kejahatan korupsi Eko adalah pemberian kredit kepada perusahaan group.

Selain itu, ia juga memberikan persetujuan untuk memberikan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan rekayasa alias bodong.

Eko disidangkan secara In Absentia dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara sesuai putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 125/PID/2002/PT. DKI tanggal 8 November 2002.

Namun terpidana melarikan diri ke Singapura dan Australia dan belum tertangkap hingga kini.

 Eddy Tansil (Tan Tjoe Hong)

Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong adalah taipan pemilik Golden Key Group.

Nilai Korupsi Eddy pada masa pemerintahan Presiden Soeharto ini mencapai kurang lebih Rp 9 triliun dengan kurs saat ini.

eddy tansil1
ndEddy Tansil dalam foto tanggal 15 April 1994. ((KOMPAS/ EDDY HASBY))

Pria yang lahir di Makassar, 2 Februari 1953 itu terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu yang didapatkan melalui kredit Bank Bapindo kepada grup perusahaan Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddydengan vonis 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, serta membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.

Ditempatkan di sel dengan pengawasan khusus, Eddy justru melarikan diri dari penjara Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996.

Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong untuk melarikan diri.

Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, kemudian memberitakan pada tahun 1999 bahwa Eddy ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.

Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy.

Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya.

Pada akhir 2013, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Eddy telah terlacak keberadaannya di China sejak tahun 2011 dan permohonan ekstradisi telah diajukan kepada pemerintah China.

Hanya saja hingga saat ini belum ada hasilnya.

Apakah dengan dibangkitkannya Tim Pemburu Koruptor tersebut bisa menangkap kembali para perampok uang negara tersebut?

(*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved