Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kisah Pilu WNI ABK di Kapal Berbendera China: Saya Sering Dipukul, Ditendang dan Dilempar Pakai Besi

Witanto mengungkapkan sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari kru kapal berbendera China.

Editor: Ariestia
Tribunbatam.id/Beres Lumbantobing
Berhasil diselamatkan aparat dari atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118, 22 WNI yang selama ini menjadi ABK kapal berbendera China itu mengungkapkan kisah pilu mereka selama berada di kapal tersebut. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, BATAM - Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China memberikan pengakuan mengenai perlakuan buruk yang diterimanya.

ABK WNI itu bernama Yonatan Witanto. Ia menceritakan kisah pilunya saat bekerja menjadi anak buah kapal (ABK) kapal berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118.

Witanto mengungkapkan sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari kru kapal berbendera China.

Bahkan gaji hingga makan, ada pembatasan hingga pemotongan terhadap WNI yang bekerja jadi ABK Kapal Berbendera China.

Awalnya, Witanto membulatkan tekad berangkat dari kampung halamannya di Jawa tengah.

Dengan janji upah 350 dolar Amerika, Witanto memantapkan niatnya untuk bekerja menjadi ABK.

Namun apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan. Ia malah mendapat tindak kekerasan.

Gaji yang didapat pun tak seberapa.

Sudah beberapa bulan dia bekerja di atas kapal, Yonatan baru sekali mendapatkan gaji dari jerih payah keringatnya.

Yonatan merupakan satu di antara Anak Buah Kapal (ABK) kapal tangkap ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118 yang diamankan tim gabungan TNI-Polri di perairan Kepri, Rabu (8/7/2020) lalu.

Di kapal ini pula, seorang ABK WNI meninggal dunia, jasadnya disimpan dalam freezer sotong.

"Kami dijanjikan akan diupah 350 dolar Amerika setiap bulannya, tetapi saat menandatangani kontrak kerja yang diberikan, tertera 320 dolar Amerika Serikat yang akan kami terima," ujar Yonatan, baru-baru ini.

Ia dan 10 rekannya sesama WNI, termasuk ABK yang meninggal dunia, mulai melakukan perjalanan dan bekerja di atas kapal tersebut pada awal Januari 2020.

Hampir enam bulan bekerja, Yonatan bersama 10 rekannya baru sekali mendapatkan upah dari jerih payahnya menangkap sotong.

"Baru sekali terima gaji, itu pun ada pemotongan. Katanya untuk administrasi keberangkatan serta pengurusan dokumen. Ada kawan yang melakukan pengurusan dokumen juga tetap dipotong juga," ujarnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved