Oknum Karyawan Perusahaan Disinyalir Beri Informasi kepada Jaringan Pemburu Satwa, Ini Indikasinya
Tidak tertutup kemungkinan, selain dari pihak luar, ada oknum karyawan yang memberikan informasi kepada jaringan pemburu," ujarnya.
Penulis: Alex | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Temuan jerat di lokasi perbatasan antara Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan perkebunan sawit masyarakat cukup mencengangkan.
Hanya berselang waktu sekitar dua jam, belasan jerat ditemukan dalam kegiatan Sisir Jerat di Lahan Konsesi PT Arara Abadi, yang berlangsung dari 20 hingga 25 Juli 2020.
Setelah menyusuri tempat yang dianggap aman dari jerat dan ditemukan sejumlah jerat di sana, tim melanjutkan penyisiran ke kawasan yang dianggap rawan dipasang jerat.
Benar saja, di lokasi yang dianggap rawan tersebut cukup banyak ditemukan perangkap satwa di area yang berlokasi di Desa Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak tersebut.
Uniknya, para pelaku memodifikasi jerat agar semakin mudah mengelabui binatang, dan menimalisir kecurigaan satwa kalau ada jerat di sana.
Jika biasanya sambungan tali jerat diikatkan ke ranting kuat dan ditanamkan ke tanah, kini tali jerat disambungkan ke tali karet hitam, sehingga ketika kaki satwa masuk ke dalam jerat, secara otomatis akan ditarik oleh tali karet tersebut, yang disambungkan ke batang pohon.
Jerat dari tali nilon dan penyambung dari tali karet ditutup dengan daun-daun kering.
"Jenis jerat terbuat dari bahan nilon atau biasa kita sebut dengan tali kambing.
Mereka gunakan pematik berbahan benen.
Kalau dulu bahannya kita temukan bahannya dari kayu untuk pelantingnya, dan sekarang mereka buat model terbaru.
Mungkin mereka mengimprov dan lebih gampang, penarikannya juga cukup kuat," kalah seorang tim Satgas Distrik Konservasi Region PT Arara Abadi, Rudi kepada Tribun disela-sela kegiatan.
Pada umumnya, jerat yang ditemukan di lokasi tersebut adalah jerat yang sudah dimodifikasi.
Namun saat kedatangan tim ke area tersebut, dari belasan jerat yang ditemukan, tidak ada hewan yang tengah tertangkap jerat.
Tim menduga, jerat yang dipasang di sana merupakan milik masyarakat, untuk mencegah masuknya babi hutan ke area perkebunan sawit mereka di sana.
Hanya saja satwa dilindungi juga akan ikut terjebak di sana ketika melewati jalur yang ada jerat tersebut.
Rudi juga mengatakan, kawasan tersebut juga memang kerap menjadi lintasan hewan dilindungi, sehingga jerat sangat membahayakan bagi satwa di sana.
"Perkiraan kita, masyarakat pasang jerat untuk lindungi kebun dari hama babi. Tapi hewan lainnya juga akan ikut terjerat di sana, misalnya jenis trenggiling, pelanduk napu atau kancil, rusa dan hewan lainnya," imbuhnya.
Tim yang tergabung dalam kegiatan sisir jerat tersebut di antaranya adalah dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Perwakilan Distrik PT Arara Abadi, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tahura, Forum Harimau Kita serta unsur TNI/Polri dan masyarakat.
Kepala Bidang BBKSDA Wilayah II Heru Sutmantoro mengatakan, pihak perusahaan harus lebih selektif dalam menerima karyawan untuk petugas lapangan.
Selain penjerat dari pihak luar, ada kemungkinan oknum dari petugas baru yang belum dikenal memiliki jaringan atau kenal dengan jaringan pemburu, kemudian memberikan informasi tentang lintasan satwa.
"Perusahaan harus lebih selektif dalam menerima karyawan yang bertugas di lapangan, karena tidak tertutup kemungkinan, selain dari pihak luar, ada oknum karyawan yang memberikan informasi kepada jaringan pemburu," ujarnya.
Dikatakannya, selama ini, berbagai hewan dilindungi telah banyak yang mati karena jerat tersebut, karena itu, persoalan jerat menjadi salah satu masalah yang besar untuk populasi satwa dilindungi di Riau.
"Satwa liar kita yang mati karena jerat ini seperti gajah, harimau dan lainnya, akibat terkena jerat. Makanya ini adalah kegiatan yang sangat positif dan kita dukung. Sampai saat ini jerat merupakan masalah terbesar di Riau terkait satwa liar," imbuhnya.
Sementara itu, Forest Sustainibility - Health Safety and Enviroment Regional Riau Muhammad Syarif Hidayat mengatakan, kegiatan sisir jerat ini bertujuan meningkatkan keamanan kawasan, juga merupakan salah satu komitmen dan kontribusi yang optimal PT Arara Abadi dan APP Sinarmas guna mewujudkan ko-eksistensi antara masyarakat dan satwa kunci di sekitar wilayah operasional perusahaan.
Ia juga menyampaikan, sisir jerat ini merupakan masalah bersama dan tanggungjawab bersama, butuh kolaborasi aktif dari berbagai pihak, baik NGO, masyarakat, TNI/ Polri, pemerintah, dan stakeholder terkait. Jadi, sisir jerat tidak hanya masalah pihak perusahaan pemegang konsesi semata.
"Kami juga mengharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga keberlangsungan satwa kunci dan mengurangi resiko terjadinya konflik manusia dan satwa serta sebagai salah satu bentuk kegiatan dalam rangka memperingati hari konservasi harimau oleh PT Arara Abadi dan APP Sinarmas," ulasnya.
Ia juga menyampaikan, pencegahan konflik di area konsesi PT Arara Abadi selama ini sudah dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap para pekerja dan masyarakat di sekitar hutan produksi.
"Tindakan pengamanan kawasan seperti patroli dan larangan melakukan perburuan juga dilakukan.
Sisir jerat juga dilakukan sebagai salah satu pencegahan untuk menekan perburuan dan menekan timbulnya konflik antara manusia dan satwa khususnya harimau sumatera," ujarnya. (Tribunpekanbaru.com / Alexander)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/oknum-karyawan-perusahaan-disinyalir-beri-informasi-kepada-jaringan-pemburu-satwa-ini-indikasinya.jpg)