Polemik Pajak Sarang Burung Walet, Pemkab Meranti vs Balai Karantina, Bupati : Misunderstanding
"Hanya terjadi misunderstanding. Jadi saya harapkan kedua belah pihak saling terbuka saling bisa berkomunikasi dan saling melengkapi data," pungkas Ir
Penulis: Teddy Tarigan | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, MERANTI - Setelah sekelumit permasalahan terjadi terkait pajak sarang burung walet pemerintah Kabupaten Kepulauan akhirnya duduk bersama dengan Balai Karantina dan Pengepul sarang burung walet.
Hal itu dilakukan melalui Rapat Koordinasi antara Pemkab Meranti dengan para pengepul sarang burung walet yang melibatkan pihak Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Pekanbaru dan Selatpanjang serta Dinas terkait lainnya yang digelar diruang rapat Melati, Kantor Bupati, Selasa (18/8/2020).
Rakor langsung dipimpin oleh Bupati Kepulauan Meranti Drs. H. Irwan M.Si, dan dihadiri Kepala BPPRD Meranti Mardiansyah, Kepala Badan Penanaman Modal Afrizal Darma, Kasatpol PP Meranti Helfandi, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan M. Arif, Sekretaris Badan Penanaman Modal Meranti Tunjiarto, Kepala Balai Karantina Provinsi Riau dan Selatpanjang yang diwakili oleh Kasi Pengawasan dan penindakan Balai Karantina Riau Ferdi, Sugiono Kepala TU Karatina Riau, Kepala Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Abdul Aziz, Perwakilan pengepul Burung walet Gusman, Kabag Humas dan Protokol Meranti Rudi.
Dijelaskan Bupati Irwan subyek pajak daerah adalah ketika ada yang memanen sarang burung walet.
"Ketika sarang burung walet itu dipanen di situ muncul kewajiban pajak, yang oleh pemerintah ini dijadikan subyek dan objek pajak daerah," ungkapnya.
Walaupun demikian dijelaskannya ketika akan dijual sarang burung walet harus memiliki sertifikat dari Balai Karantina.
"Ini muncul lagi subyek penerimaan negara melalui penerimaan bukan Pajak (PNBP).
Jadi harus dibedakan pajak yang muncul dari pengambilan sarang burung walet itu disebut pajak daerah, kemudian proses sertifikasi karena di sini ada jasa pemerintah maka disebut dengan pemungutan pajak bukan negara," ujar Irwan.
Namun dikatakan Irwan apabila PNBP lebih dahulu muncul, maka pajak daerahnya gugur.
"Ini yang perlu kita sinkronkan, jangan sampai nanti ada peraturan dari kementrian pertanian yang membypass sehingga mengakibatkan losess pemungutan pajak daerah," ujarnya.
Irwan menegaskan posisi penangkar sarang Burung Walet merupakan wajib pajak.
Sedangkan pengepul merupakan wajib pungut karena melakukan pengumpulan hasil sarang burung walet dari pengusaha atau penangkar.
"Saya minta kepada penangkar atau pengepul sebelum mengurus sertifikasi urus dulu pajak daerah," ujarnya.
Namun dikatakan Irwan selama ini wajib pajak selalu melakukan terlebih dahulu pengurusan sertifikat sehingga tidak lagi membayar pajak daerah.
Dikatakan Irwan hal ini merupakan upaya untuk menghindari kewajiban membayar pajak daerah.
"Saya melihat dari mekanisme pemungutan pajak, apabila ada sarang burung walet yang langsung dikeluarkan sertifikasi tanpa terlebih dahulu membayar pajak ini disebut penggelapan pajak," tegas Irwan.
Melalui rapat tersebut Pemkab Kepulauan Meranti berharap dapat membentuk asosiasi penangkar atau pengepul sarang burung walet yang akan memfasilitas dalam membayarkan pajak.
Bupati Irwan juga menegaskan tidak ada persaingan dengan Balai Karantina.
"Hanya terjadi misunderstanding. Jadi saya harapkan kedua belah pihak saling terbuka saling bisa berkomunikasi dan saling melengkapi data," pungkas Irwan.
Perwakilan pengepul sarang burung walet bernama Gusman yang sempat menanggapi pernyataan Bupati sempat keberatan apabila pihaknya diposisikan sebagai wajib pungut pajak sarang burung walet.
Dirinya mengatakan tidak semua hasil sarang burung walet yang dijual dari Kepulauan Meranti berasal dari dalam daerah.
"Terkadang hasil panen dari sarang burung walet itu tidak semua berasal dari Meranti seperti yang kita ketahui petani yang ada di Meranti ini dia memiliki gedung walet di Ambon, Kalimantan, Siak dan sekitar Riau pesisir," ungkap Gusman.
Gusman menjelaskan banyaknya penangkar sarang burung walet yang berasal dari daerah lain melakukan pengumpulan di Kepulauan Meranti karena mempengaruhi harga.
"Menjual dengan partai banyak dengan partai sedikit itu mempengaruhi harga dan di situ ada grade, grade itu yang menentukan harga," pungkasnya.
Gusman menyarankan agar Pemkab Kepulauan Meranti langsung turun ke wajib pajak untuk melakukan pemungutan pajak.
Di dalam rapat juga dibeberkan jumlah pungutan retribusi tidak maksimal, dari hampir seribu penangkaran walet yang tercatat dan tersebar diseluruh wilayah Kepulauan Meranti hanya berhasil memberikan pendapatan sebesar 750 juta/tahun.
Angka itu dinilai sangat kecil jika melihat data yang diberikan pihak Balai Karantina Selatpanjang kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Meranti, hasil produksi ekspor walet yang keluar dari Kepulauan Meranti dengan rata-rata sebanyak 2 ton/bulan atau 24 ton/tahun.
Masalah yang terjadi saat ini juga para petugas pajak Pemkab Meranti sangat kesulitan untuk melakukan pemungutan restribusi di lokasi penangkaran, karena sebagian besar penangkaran yang dikunjungi berada dalam keadaan disegel dan pemiliknya banyak tidak berada di tempat.
Pemilik hanya muncul saat panen atau berhubungan dengan pengepul sarang burung walet.
Beranjak dari persoalan dan data yang dipaparkan dalam rapat, Bupati berkesimpulan menargetkan pemasukan pajak kepada Pemda sebesar 500 juta/bulan.
Asumsi setiap penangkaran yang berjumlah seribuan itu memiliki produksi rata-rata 2 ons/bulan dan dikenakan pajak sebesar 60 ribu rupiah/ons.
Bagi penangkaran yang diketahui memiliki produksi besar atau melebihi 2 ons/bulan akan dilakukan penyesuaian pajak kembali.
Pihak Balai Karantina Selatpanjang dikatakan Abdul Aziz siap membantu Pemkab Meranti untuk mencapai target penerimaan pajak dari sarang burung walet ini, caranya dengan membantu melakukan penghitungan berat sarang burung walet.
"Kami dari Balai Karantina siap membantu untuk melakukan penghitungan karena untuk menghitung ada aturan tersendiri dan kami punya ilmunya," ujar Kepala Karantina Selatpanjang, Abdul Aziz.
Untuk meningkatkan potensi pajak sarang burung walet ini, Bupati juga meminta kepada Dinas terkait untuk mempermudah izin para pengusaha walet untuk membangun penangkaran jika perlu menggratiskan biaya IMB.
Atas kondisi itu, seluruh pemilik penangkaran walet dapat diregistrasi dan dapat memenuhi kewajibannya membayar pajak. (tribunpekanbaru.com/ Teddy Tarigan)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/polemik-pajak-sarang-burung-walet-pemkab-meranti-vs-balai-karantina-bupati-misunderstanding.jpg)