ISTRI Menolak Jadi Saksi untuk Suaminya Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin, Ini Kata Pengamat

Dalam KUHAP, seseorang berhak mengajukan pengunduran diri sebagai saksi apabila memiliki hubungan perkawinan, sedarah atau keturunan

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU/rizky armada
ISTRI Menolak Jadi Saksi untuk Suaminya Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin, Ini Kata Pengamat. Foto: Kasmarni Tolak Bersaksi Untuk Suaminya Amril Mukminin 

Sesuai ketentuan ada hak untuk tidak menjadi saksi," pungkasnya.

Amril Mukminin diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit.

Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer.

Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer.

Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU KPK, Tonny Frengky saat awal persidangan terungkap, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.

Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.

Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.

Terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni.

Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu.

Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima uang dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.

"Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.

Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri terdakwa) di rumah kediaman terdakwa.

Uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755," ungkap JPU Tonny kala itu.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja.

Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.

"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," tandas JPU. (Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved