Kata Amerika Serikat Perburuk Kondisi Selat Taiwan: Militer China Disebut Lebih Unggul dan Mengancam
AS telah memfitnah modernisasi militer China, pengeluaran pertahanan dan kebijakan nuklir, memperburuk ketegangan di Selat Taiwan
TRIBUNPEKANBARU.COM - Tak hentinya pertikaian antara China dan Amerika Serikat membuat resah dunia ini.
Militer China, Rabu (3/9/2020), dengan tegas menentang laporan sangat keliru yang dirilis oleh Departemen Pertahanan AS tentang militer China.
China mengatakan bahwa laporan itu penuh dengan pola pikir zero-sum game dan mentalitas perang dingin.
Melansir Xinhua, pernyataan Kantor Informasi Kementerian Pertahanan Nasional China datang sebagai tanggapan atas laporan AS yang menggembar-gemborkan apa yang mereka sebut sebagai "ancaman militer China" dan salah menafsirkan kebijakan pertahanan nasional dan strategi militer China.
Masih mengutip Xinhua, kantor tersebut mencatat bahwa laporan AS telah memfitnah modernisasi militer China, pengeluaran pertahanan dan kebijakan nuklir, memperburuk ketegangan di Selat Taiwan dan memicu konfrontasi lintas-Selat.
Kantor tersebut menekankan bahwa pihak China akan membuat tanggapan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan situasi.
Sebelumnya diberitakan, Depertemen Pertahanan AS pada hari Selasa (1/9) waktu setempat, mengatakan bahwa saat ini armada militer mereka tertinggal dari China dalam segi jumlah.
Mengutip Military.com, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah melampaui AS dalam pengembangan misil dan jumlah kapal, serta sistem pertahanan udara. Jumlahnya terus bertambah di bawah rencana Partai Komunis Tiongkok untuk mencapai dominasi pada tahun 2049 mendatang.
"Tujuan akhir dari China adalah untuk mengembangkan militer hingga setara, atau bahkan lebih tinggi dari militer AS, atau kekuatan besar lainnya yang dinilai China sebagai sebuah ancaman," ungkap laporan tahunan Departemen Pertahanan AS kepada Kongres.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa saat ini China telah mengatur sumber daya, teknologi, dan semangat politik selama dua dekade terakhir untuk memperkuat dan memodernisasi PLA hampir dalam segala hal.
Saat ini, China bahkan telah berhasil mengungguli AS di beberapa sektor tertentu sehingga semakin memuluskan China untuk mencapai dominasi dunia.
Departemen Pertahanan AS menyebutkan bahwa saat ini China memiliki angkatan laut terbesar di dunia dengan kekuatan tempur sekitar 350 unit kapal dari berbagai tipe, termasuk lebih dari 130 kapal tempur utama.
Sebagai perbandingan, saat ini AS hanya memiliki total 295 unit armada laut. Setidaknya itu jumlah yang dilaporkan oleh Departemen Pertahanan.
China 'Gertak' Nagera ASEAN, Jangan Dukung Negara Pembuat Onar, Jika Iya?
Seakan menjadi sebuah gertakan, China memperingati negara ASEAN untuk tidak ikut campur dalam urusan Laut China selatan dan apalagi mendukung negara pembuat onar.
Kondisi di Laut China Selatan masih jauh dari kata adem.
Saat ini, Beijing telah meningkatkan tekanan pada tetangganya di Asia Tenggara menjelang pembicaraan penting dalam sengketa Laut China Selatan.
Seorang diplomat senior China memperingatkan ASEAN agar tidak mendukung upaya AS di wilayah tersebut.
Melansir South China Morning Post, Luo Zhaohui, wakil menteri luar negeri China untuk urusan Asia, mengatakan negosiasi dengan ASEAN tentang kode etik di jalur air akan dilanjutkan pada Kamis setelah ditunda oleh pandemi virus corona.
Pembicaraan dimulai pada tahun 2002, tetapi terhenti karena desakan Beijing agar "negara-negara di luar kawasan" dikecualikan, yang jelas merujuk pada Amerika Serikat.
Negara-negara ASEAN terpecah terkait dukungan negara adidaya yang berseteru di tengah meningkatnya risiko konfrontasi habis-habisan di wilayah tersebut.
Berbicara melalui tautan video pada seminar internasional yang diselenggarakan oleh kementerian luar negeri dan sebuah wadah pemikir yang didukung negara pada hari Rabu, Luo mengatakan AS adalah biang onar dan akar masalah di Laut China Selatan.
Masih mengutip South China Morning Post, namun para pengamat mengatakan, pernyataan keras Beijing terhadap Washington mungkin kontraproduktif karena Beijing mencoba untuk mendapatkan dukungan dari negara tetangganya.
Hal itu baik dalam pembicaraan dan persaingannya dengan AS - karena China tidak menawarkan cara baru untuk mengatasi kekhawatiran mereka.
Luo, yang merupakan mantan duta besar China untuk New Delhi, juga membidik sekutu dan mitra Washington di Indo-Pasifik, terutama mereka yang telah menyuarakan dukungan sikap lebih kuat Presiden AS Donald Trump terhadap Beijing atas jalur air yang disengketakan dan banyak masalah penting lainnya.
“Terlepas dari campur tangannya di Laut China Selatan, AS mendirikan Quad, garis depan anti-China yang juga dikenal sebagai mini NATO. Ini mencerminkan mentalitas Perang Dingin di AS,” kata Luo, merujuk pada kelompok segiempat yang dipimpin AS dengan Jepang, Australia, dan India.
"China tidak membuat masalah, tetapi kami tidak takut akan masalah," katanya, menanggapi pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri AS Stephen Biegun pada hari Senin bahwa Washington terbuka untuk memperluas blok empat negara ke negara-negara lain yang berpikiran sama.
Sebelumnya diberitakan, melansir Voice of America (VOA), Beijing mengatakan pada 1 Juli dalam sebuah konsultasi dengan para pemimpin Asia Tenggara bahwa mereka akan melanjutkan negosiasi mengenai kode etik Laut China Selatan yang sudah tertunda sejak tahun 2002.
Kode etik ini akan membantu kapal menghindari kecelakaan dan menyelesaikan kecelakaan di Laut China Selatan yang luas dan ramai.
China dan mitra perundingannya yang beranggotakan 10 negara anggota ASEAN, sejauh ini menolak untuk membahas topik tersebut pada tahun ini karena tengah bergulat dengan wabah Covid-19.
Sebelumnya, kondisi di wilayah Laut China Selatan sempat memanas. Di paruh pertama tahun ini, China tercatat sudah menerbangkan pesawat militer setidaknya delapan kali di sudut laut dekat Taiwan dan mengirim kapal survei ke saluran-saluran saluran air yang diklaim oleh Malaysia dan Vietnam. Bahkan pada pekan lalu, negara itu mengadakan latihan militer Laut China Selatan dengan fokus nyata pada serangan amfibi.
“Saya pikir alasan mengapa China menawarkan pembicaraan adalah karena merasa sangat yakin bahwa itu berada dalam posisi yang kuat dan dapat membentuk arah atau lintasan diskusi dan rekan-rekannya tidak dalam posisi yang kuat, karena virus corona (dan) karena mereka tidak memiliki aset apa pun di lautan,” jelas Stephen Nagy, seorang profesor senior bidang studi politik dan internasional di International Christian University di Tokyo kepada VOA.
Sumber Kontan.co.id, dan Kontan.co.id
