Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan

Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin kembali digelar Kamis (10/9/2020)

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/Rizky Armanda
Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan. Foto: Ahli pidana, Zulkarnain saat dihadirkan pihak terdakwa Amril Mukminin sebagai saksi a de charge, Kamis (10/9/2020) 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin kembali digelar Kamis (10/9/2020).

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan diketuai hakim Lilin Herlina.

Dalam kesempatan sidang kali ini, giliran terdakwa menghadirkan saksi a de charge, atau saksi yang meringankan.

Kedua saksi itu merupakan ahli pidana dari perguruan tinggi.

Mereka diantaranya Erdiansyah dan Zulkarnain.

Mereka hadir langsung untuk bersaksi di persidangan.

Saksi Erdiansyah, dicecar terkait suap dan gratifikasi dengan terdakwa Amril Mukminin.

Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan
Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan (Tribun Pekanbaru/Ilustrasi/Nolpitos Hendri)

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amril disebutkan menerima suap dari PT Citra Gading Asritama (CGA), selaku pelaksana proyek Jalan Duri - Sei Pakning sebesar Rp5,2 miliar.

Lalu gratifikasi Rp23,6 miliar dari dua pengusaha sawit, Jonny Tjoa dan Adyanto.

Uang suap Rp5,2 miliar sudah dikembalikan Amril saat proses penyidikan perkara.

Menurut Erdiansyah, dengan dikembalikannya uang tersebut, berarti negara tidak dirugikan.

Kendati begitu katanya, pengembalian uang yang diduga hasil tindak pidana korupsi itu, tidak serta merta menutup proses hukum.

"Dari sisi pidana harus tetap dipertanggungjawabkan," ucapnya.

Perihal gratifikasi yang diterima Amril saat menjabat anggota DPRD Bengkalis pada 2014-2019 dan Bupati Bengkalis pada tahun 2016-2021, Erdiansyah memaparkan, gratifikasi harus dilihat pada asal usul uang yang diterima.

Ia menjelaskan, gratifikasi adalah pendapatan yang tidak sah.

Jika hal itu dilakukan oleh pejabat negara, maka harus dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Saat ditanyai tentang seorang yang menjalankan bisnis sebelum menjabat sebagai kepala daerah, menurut Erdiansyah, tindakan itu boleh dilakukan sepanjang tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan. Foto: Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin
Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp 28.8 Miliar, Amril Mukminin: Hasil Bisnis, Saksi Ahli: Harus Laporkan. Foto: Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin (TribunPekanbaru/Doddy Vladimir)

"Boleh saja seseorang berbisnis sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. Sepanjang tidak menggunakan kekuasaan," tuturnya.

Menurut Erdiansyah, adanya perjanjian, selama itu tidak menggunakan kekuasaan melekat dan merupakan ranah privat antara kedua belah pihak, itu tidak bisa dikatakan gratifikasi, tapi murni hasil bisnis.

Apalagi perjanjian itu dibeberkan Erdiansyah, ada akta notaris.

Beda halnya dengan gratifikasi yang diberikan secara diam-diam tanpa ada perjanjian dan termasuk pendapatan tidak sah.

"Perjanjian bisnis bisa berlangsung meskipun seseorang itu menjadi pejabat.

Syaratnya harus dilaporkan dalam bentuk LHKPN, yang memuat sumber pendapatan dan ada item-item lain," jelas Erdiansyah.

JPU KPK, Frenky, mempertanyakan apakah seorang pegawai negeri atau pejabat negara bisa menerima pemberian dari seseorang.

Dijawab Eediansyah, hal itu boleh saja, asal tidak bersangkutan dengan jabatannya.

"Kalau ada hubungan dengan jabatan tidak boleh," tegas Erdiansyah.

"Kalau dari kontraktor (proyek)?," tanya JPU KPK lagi.

Erdiansyah menyebutkan, intinya kalau menyangkut jabatan yang dimiliki, tidak boleh menerima pemberian dari kontraktor.

"Kalau terima tidak ada kaitan dengan jabatan atau kedudukan, bisa saja," paparnya.

JPU kembali melontarkan pertanyaan.

Kali ini menyinggung soal pemberian uang dari PT CGA yang diterima Amril melalui ajudannya.

"Seperti punya ajudan menerima (uang) dan tahu itu dari kontraktor dan tidak suruh kembalikan, bagaimana?," tanya JPU KPK.

Terkait itu diungkapkan Erdiansyah, sesuatu yang diterima dari orang lain, patut dicurigai.

"Saya terima sesuatu dari orang lain tapi tidak melewati saya. Di sini ada unsur patut diduga.

Seharusnya kalau bertentangan dengan undang-undang harus dikembalikan," urai Erdiansyah.

Selanjutnya, giliran hakim mengajukan pertanyaan yaitu, apakah hasil yang didapatkan, meski dari bisnis itu harus disembunyikan.

Erdiansyah menyatakan, itu tidak boleh dan harus dilaporkan.

Sementara itu, saksi Zulkarnain menyebutkan, suatu yang diawali dengan perjanjian, tidak bisa dikatakan gratifikasi.

"Kalau gratifikasi terkait jabatan. Uang yang masuk hasil bisnis atau usaha tidak bisa dikategorikan gratifikasi," sebutnya.

Dia menjelaskan, ciri khas suatu gratifikasi adalah berkaitan dengan jabatan seseorang.

Dengan jabatan itu, seseorang akan mempengaruhi keputusan yang diambil.

JPU KPK Frenky saat diwawancarai usai persidangan memaparkan, saksi ahli yang dihadirkan, dalam hal ini sifatnya hanya menyampaikan pendapatnya.

"Bagaimana faktanya, nanti akan kita rangkai dengan surat tuntutan. Perspektifnya beda-beda.

Sampai sekarang kita masih berkeyakinan, itu adalah suap sesuai dakwaan kita," tuturnya.

Disinggung soal uang dugaan gratifikasi, yang menurut terdakwa merupakan hasil bisnis dan sudah dilaporkan lewat LHKPN, dikatakan Frenky, pihaknya akan menyampaikan fakta-fakta yang sebenarnya.

"Apa yang disampaikan tadi sebagian dari kebenaran, belum tentu juga kita bisa terima itu faktanya.

Harus kita lihat isi LHKPN itu seperti apa. Nanti kita buka," tegasnya.

"Memang saya baca LHKPN itu dia menyampaikan penerimaan hasil usaha.

Tapi apakah ini yang dimaksud adalah terkait uang yang diterima dari Tjoa dan Adyanto itu, nanti akan kita lihat, perlu kita gali lagi fakta itu," pungkasnya.

Untuk diketahui, Amril Mukminin dijerat dengan dua dakwaan.

Pertama terkait suap proyek Jalan Duri - Sei Pakning senilai Rp5,2 miliar, kedua terkait gratifikasi dari dua orang pengusaha sawit senilai Rp23,6 miliar.

Untuk gratifikasi berupa uang puluhan miliar itu, diterima oleh Kasmarni, istri Amril Mukminin.

Baik lewat transfer maupun tunai.(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved