Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur

Momentum Bagi SF Haryanto Meneguhkan Kepercayaan Publik

Wakil Gubernur SF Haryanto resmi menjadi Plt Gubernur Riau setelah Abdul Wahid ditetapkan tersangka oleh KPK.

Penulis: Alex | Editor: M Iqbal
Foto/dokumentasi pribadi
Pakar Komunikasi Politik dan Pemerintahan Universitas Riau, Belli Nasution 

Pakar Komunikasi Politik dan Pemerintahan Universitas Riau, Belli Nasution 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Penetapan status tersangka terhadap Gubernur Riau, Abdul Wahid, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah. 

Di tengah situasi tersebut, Wakil Gubernur SF Haryanto kini resmi mendapat mandat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau. Langkah ini tentu menjadi krusial untuk menjaga kesinambungan roda pemerintahan agar tidak terhenti oleh persoalan hukum yang tengah menjerat pucuk pimpinan. 


Dalam konteks politik dan pemerintahan, momen ini juga menjadi ujian kepemimpinan dan kapasitas personal SF Haryanto dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah provinsi.


SF Haryanto bukanlah sosok baru di dunia birokrasi. Ia dikenal sebagai figur berpengalaman yang telah lama malang melintang di pemerintahan daerah. Bahkan, sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Riau dan kala itu mendapatkan respons positif dari publik. Masyarakat menilai gaya kepemimpinannya cukup tegas, responsif, dan berorientasi pada percepatan pembangunan.


Dalam beberapa waktu kepemimpinannya yang lalu, SF Haryanto dikenal cepat tanggap terhadap keluhan masyarakat. Salah satu yang paling diingat adalah kebijakannya mempercepat perbaikan infrastruktur jalan di sejumlah wilayah yang rusak parah. 


Pendekatan seperti ini yang membuat masyarakat kembali memiliki kepercayaan terhadap figur birokrat daerah, bahwa pemerintah masih bisa bekerja dengan cepat dan nyata tanpa banyak retorika politik.


Dengan rekam jejak tersebut, peluang stabilitas pemerintahan Riau di bawah kendali SF Haryanto sebenarnya cukup besar. Ia memiliki legitimasi moral dan administratif sebagai birokrat yang memahami seluk-beluk manajemen pemerintahan daerah. Meski demikian, tantangan yang dihadapi kali ini jauh lebih berat dibandingkan periode sebelumnya.


Tugas paling berat bagi SF Haryanto bukan sekadar menjaga kelancaran roda birokrasi, tetapi bagaimana memperbaiki citra pemerintahan yang terlanjur tercoreng akibat kasus OTT ini. Publik kini sedang menilai apakah pejabat di Riau mampu menunjukkan integritas yang konsisten dan tidak sekadar 'baik di permukaan'. Tantangan moral ini menuntut kepemimpinan yang kuat, transparan, dan komunikatif dengan masyarakat.


Dari sisi politik, situasi pasca OTT Gubernur Riau bisa dikatakan berada dalam fase 'wait and see'. Partai-partai politik di parlemen daerah tentu masih menunggu arah dan dinamika selanjutnya. Dalam kondisi seperti ini, SF Haryanto perlu memainkan peran sebagai penjaga keseimbangan, memastikan bahwa komunikasi antara eksekutif dan legislatif tetap cair, agar kebijakan publik tetap dapat dijalankan secara efektif.


Sinyal kehati-hatian juga terlihat dari partai-partai besar, terutama Golkar, yang selama ini memiliki pengaruh kuat dalam dinamika politik Riau. Dengan posisi SF Haryanto yang kini berada di tengah kekuasaan, tidak tertutup kemungkinan partai tersebut akan melihat peluang politik baru ke depannya. Namun untuk sementara waktu, tampaknya Golkar Riau akan memilih bersikap tenang dan melakukan 'cooling down' sembari mengamati arah stabilitas pemerintahan di bawah kepemimpinan Plt Gubernur.


Jika SF Haryanto mampu menunjukkan kepemimpinan yang konsisten, bersih, dan berorientasi pelayanan publik, bukan tidak mungkin ke depan ia akan menjadi figur sentral dalam peta politik Riau menjelang kontestasi politik berikutnya. Kinerjanya selama beberapa bulan ke depan akan menjadi cermin utama bagaimana publik menilai kemampuan birokrat untuk memulihkan kepercayaan di tengah badai politik.


Dalam konteks yang lebih luas, momentum ini seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintahan di Riau untuk melakukan introspeksi. Kasus OTT bukan hanya aib personal pejabat, tetapi refleksi dari sistem yang masih menyisakan ruang bagi penyimpangan. Karena itu, kepemimpinan SF Haryanto perlu diarahkan pada pembenahan sistem pengawasan, transparansi anggaran, serta penegakan integritas ASN di semua lini.


Riau membutuhkan keteladanan baru dalam kepemimpinan. Figur SF Haryanto kini berada di persimpangan antara sekadar 'mengisi kekosongan jabatan' atau benar-benar menjadi simbol pemulihan moral birokrasi. Pilihan ini akan menentukan arah kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah di masa mendatang.


Jika ia berhasil melewati masa transisi ini dengan baik, bukan hanya stabilitas pemerintahan yang terjaga, tetapi juga semangat reformasi birokrasi dan anti-korupsi bisa kembali menyala di Riau. Dan mungkin, dari krisis ini, akan lahir sebuah momentum kebangkitan moral politik di bumi Melayu yang selama ini dikenal religius dan berbudaya.

(Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved