Usai Dibakar Militer Myanmar, Ratusan Ribu Rumah Warga Rohingya Diubah Jadi Pemukiman Umat Buddha
Kan Kya adalah rumah bagi ratusan orang, sebelum tentara mengejar 730.000 Rohingya mengungsi dari negara itu pada 2017
Angka GAD menunjukkan bahwa Rohingya, yang diklasifikasikan sebagai "orang asing" dari Bangladesh, sekarang menyumbang sekitar 60 persen dari populasi Maungdaw, dibandingkan dengan 93 persen pada 2017, sebelum terjadinya usaha pemusnahan.
Ratusan desa lain yang hancur belum diubah atau dihapus namanya, menurut peta PBB.
Menara pengawas
PBB mengatakan 11 desa lain telah direklasifikasi selama 5 tahun terakhir sebagai distrik kota baru bernama Myin Hlut, tempat seorang menteri pemerintah Myanmar telah mengusulkan kawasan wisata pantai dan makanan laut.
Desa-desa kecil di sepanjang pantai ini sebagian besar dihancurkan dalam penumpasan 2017, meski pun 2 tetap utuh sampai pihak berwenang membuldosernya pada 2018.
Enam pos penjaga baru dengan menara pengawas telah didirikan di daerah tersebut, menurut analis citra satelit di Amnesty International.
Ketika desa Rohingya menghilang dari peta, sementara 2 desa untuk pemukim Buddha ditambahkan ke peta PBB pada 2020.
Di Inn Din, sebuah desa tempat tentara Myanmar membunuh 10 pria Muslim dalam satu insiden selama penumpasan 2017, 6.000 orang Rohingya yang tinggal di sana semuanya melarikan diri dan rumah mereka dihancurkan.
Pemerintah negara bagian Rakhine telah membangun tempat tinggal baru untuk umat Buddha di daerah tersebut, Reuters melaporkan pada 2018.
Gambar satelit menunjukkan situs tersebut telah berkembang lebih jauh sejak itu, sementara di tetangga Kyauk Pandu, pemukiman Buddha Rakhine telah berlipat ganda ukurannya.
Dujarric, juru bicara PBB, mencatat bahwa Pengadilan Internasional, yang menyelidiki tuduhan genosida terhadap Myanmar atas penumpasan 2017, telah memerintahkan pemerintah untuk menyimpan bukti apa pun terkait dakwaan, yang telah disetujui untuk dilakukan oleh Myanmar.
Dia tidak mengatakan apakah PBB percaya bahwa penghapusan nama desa melanggar perintah pengadilan internasional atau apa yang dilakukan PBB untuk menghentikannya.
Seorang pejabat Bangladesh yang mengetahui proses pemulangan pengungsi Rohingya mengatakan kepada Reuters bahwa Myanmar tidak menunjukkan perubahan dalam kebijakannya terhadap Rohingya.
Pada Maret, pejabat itu mengatakan bahwa Myanmar mengirim ke Bangladesh daftar nama 840 Rohingya yang telah disetujui untuk kembali ke 2 daerah di utara Rakhine, yaitu Hla Poe Kaung dan Thet Kay Pin.
Namun, para pengungsi tidak berasal dari daerah itu, kata pejabat Bangladesh tersebut, dan daftar itu termasuk anggota lajang dari keluarga besar termasuk wanita yang tidak mungkin bepergian sendiri.
Seorang perwakilan dari Kementerian Kesejahteraan Sosial Myanmar mengatakan kepada Reuters bahwa ada "beberapa kesenjangan dalam komunikasi" antara Myanmar dan Bangladesh mengenai masalah pengungsi yang kembali, yang diperkirakan karena virus corona.
Citra satelit dari daerah yang Myanmar usulkan untuk mereka dikembalikan menunjukkan satu pemukiman besar yang dikelilingi oleh tembok dan menara pengawas dan yang lebih kecil di dekatnya. Keduanya dibangun di atas desa Rohingya yang dihancurkan.
Para pemimpin Rohingya mengatakan mereka hanya akan kembali ke desa asli tempat mereka dapat membangun rumah sendiri, bukan ke kamp.
Dalam pidato tertutup kepada Majelis Umum PBB bulan lalu, yang transkripnya dilihat oleh Reuters, utusan khusus PBB untuk Myanmar mengangkat masalah pemulangan pengungsi Rohingya yang macet, dengan mengatakan "langkah-langkah membangun kepercayaan yang lebih besar" diperlukan untuk meredakan ketakutan pengungsi.
“Ini mengkhawatirkan. Saya tidak tahu apakah kami akan mendapatkan kembali tanah kami,” kata Jafar Ahmed, mantan penduduk lain di daerah itu.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nasib Kelompok Rohingya Setelah 3 Tahun Eksodus dari Tanah Kelahiran".