Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

TRAGIS! Manusia Kerdil Ini Ditaruh di Kebun Binatang dan Dipertontonkan Seperti Hewan

Ota Benga, seorang pria kerdil asal Kongo dipamerkan di kebun binatang Bronx. Ia diperlakukan seperti hewan

Editor: Rinal Maradjo
BBC
Ota Benga, si Manusia Kerdil 

Ota Benga, seorang pria kerdil asal Kongo dipamerkan di kebun binatang Bronx.

Ia diperlakukan seperti umumnya binatang, dikurung dan dikerangkeng dalam kandang berterali besi.

Kisah Ota Benga adalah salah satu kisah gelap perbudakan di awal dekade 19-an.

Ota Benga sendiri adalah pria berukuran tubuh kerdil,

lahir di sebuah tempat di Hutan Kongo sekitar tahun 1883.

Melansir Timetoast, Ota Benga menjalani kehidupan normal layaknya manusia pada umumnya.

Dia membina rumah tangga dan memiliki anak dan tinggal di wilayah Sungai Kasai, Kongo.

Sampai suatu ketika, Ota Benga kembali dari perburuan gajahnya.

Dia terpukul mendapati desanya porak-poranda karena pembantaian.

Istri dan anaknya tewas dalam serangan yang terjadi pada tahun 1903 itu.

Saat tiba di desanya, Ota Benga ditangkap oleh pendatang kulit putih.

Sejak saat itu, kehidupan Otta Benga berubah total.

Pasca penangkapan, ia harus menjalani kehidupan sebagai budak .

Namun, Pada bulan Maret tahun 1904, seorang penginjil dari Gereja Presbyterian,

Samuel P Verner (menurut BBC, Verner juga merupakan seorang pedagang budak) menemukan Ota Benga yang dijual di pasar budak.

Verner datang ke Afrika untuk mengumpulkan 'orang kerdil Afrika' untuk Pameran Dunia St. Louis.

Berbekal tujuan itu, dia 'membeli' kebebasan Ota Benga dan meyakinkan pemuda itu.

Dalam literatur Ensiklopedia Virginia, Ota Benga (2010) karya Ted Delaney,

Verner membeli kebebasan Ota Benga dengan satu pon garam dan sehelai kain.

Bersama 8 orang manusia kerdil Afrika lainnya dari Suku Batwa, mereka tiba di St. Louis.

Di sana, para manusia kerdil tinggal di pameran antropologi, di dekat sekelompok penduduk asli Amerika, termasuk Geronimo yang legendaris.

Pada tahun 1905, Verner mengembalikan orang-orang Pigmi ini ke Afrika, di sana, Ota Benga mencoba menyesuaikan diri dengan Suku Batwa dan menikahi seorang wanita Batwa.

Ota Benga juga sempat berkeliling Afrika bersama Verner, dan setelah istri kedua Ota Benga meninggal,

menurut Smithsonian, dia sendiri meminta untuk kembali bersama Verner ke Amerika.

Namun, Verner yang mengalami masalah finansial mencoba mengatur keuangan ketika mereka tiba di New York.

Dia kemudian mengatur agar Ota Benga tinggal di American Museum of Natural History.

Pihak Museum kemudian mengatur bagaimana caranya untuk bisa mengirim Ota Benga ke Kebun Binatang Bronx.

Dari situ, Ota Benga dipamerkan di kandang simpanse.

Setelah beberapa minggu, beberapa petugas kebun binatang membuat sensasi.

mereka menggantung tempat tidur gantung kerdil di kandang kosong dan memberinya busur serta anak panah.

Pameran 'pigmi' asal Afrika itu langsung menjadi kontroversial.

Mengutip BBC, kemarahan dari pendeta Kristen mengakhiri penahanannya.

Kebun binatang Bronx menghentikan pameran Ota Benga di kandang simpanse, namun pemuda itu malah diburu oleh pengunjung ketika berjalan di halaman kebun binatang.

Ota Benga akhirnya dipindahkan ke Howard Coloured Orphan Asylum di New York yang dijalankan oleh Pendeta Afrika-Amerika James H Gordon.

Pemindahannya itu disebabkan sebuah insiden yang diduga dilakukan Ota Benga.

Pemuda Afrika itu dikabarkan mengancam penjaga kebun binatang dengan pisau.

Setelah menjalani kehidupan sementara di panti asuhan Howard, Benga dipindahkan lagi ke Seminari Lynchburg, Virginia. Di

Lynchburg, gigi Ota Benga yang runcing ditutup (orang Pigmi Afrika kerap mengikir gigi mereka menjadi runcing sebagai budaya yang mereka anggap 'indah').

Nama Ota Benga pun diganti menjadi Otto Bingo.

Dia bahkan sempat bekerja di pabrik tembakau sebelum beralih ke pekerjaan serabutan demi bisa mendapatkan tempat untuk tidur.

Pada 22 Maret 1916, Ota Benga bunuh diri dengan menembakkan pistol curian ke jantungnya.

Sebuah akhir hidup yang tragis untuk seorang pemuda pigmi Afrika yang tak pantas menderita. ( BBC/ Tribunpekanbaru.com )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved