Kejari Kampar Lakukan Upaya Diversi pada Perkara Ujaran Kebencian Anak di Bawah Umur
Kasus yang dilakukan diversi ini berkaitan dengan perkara ujaran kebencian yang dilakukan anak di bawah umur
Penulis: Ikhwanul Rubby | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar melakukan diversi atau penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan pidana pada perkara anak.
Kasus yang dilakukan diversi ini berkaitan dengan perkara ujaran kebencian yang dilakukan anak di bawah umur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Kampar, Wulan Widari Indah menyampaikan bahwa perkara yang dilakukan diversi adalah perkara anak menyangkut Pasal 45 a ayat 2 tentang UU ITE.
Dalam perkara tersebut tersangka menyatakan ujaran kebencian di media sosial Facebook.
• Azerbaijan Klaim Tewaskan 2 Ribuan Lebih Tentara Armenia, Baku Tembak Masih Terjadi
• Cek Karakter Melalui Tes Kepriadian Gambar Ini: JAWAB 4 Pertanyaan Ini
• Hari Kesaktian Pancasila: Bagikan Ucapan & Kutipan Ini di Medsos (Facebook, Instagram & WhatsApp)
Perkara ujaran kebencian ini dilaporkan oleh tokoh masyarakat yang mewakili masyarakat yang merasa tersinggung.
"Setelah kita lakukan diversi, ulama di Kabupaten Kampar memaafkan dan tersangka berjanji tidak akan mengulanginya kembali,” jelasnya.
Wulan mengimbau kepada seluruh masyarakat agar bijak dalam bermedia sosial, jangan sampai ada memposting ujaran kebencian terhadap agama, ras atau kelompok tertentu.
“Ini merupakan pelajaran bagi semua pihak agar lebih bijak menggunakan media sosial,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Kasikan, Afrizal BR yang juga sebagai pelapor mengatakan, selaku umat beragama tentu akan memberikan maaf atas permintaan maaf yang disampaikan seauai dengan norma - norma yang terkandung dalam agama.
“Kita memaafkan orang yang betul - betul minta maaf dan tidak akan mengulanginya kembali. Kita berharap kita semua bisa bijak dalam bermedsos agar tidak terjadi hal-hal yang negatif,” imbuhnya.
Terdakwa Ujaran Kebencian di Inhil Bebas Berkat Program Asimilasi
Sementara kasus ujaran kebencian yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil)berakhir dengan bebasnya pelaku bernama Usman pada April 2020 lalu .
Usman akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah dinyatakan bebas dari jeruji besi akibat kasus UU ITE ujaran kebencian terhadap Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).
Program pembebasan bagi Warga Binaan Permasyarakat (WBP) sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 10 Tahun 2020 tentang asimilasi dan Hak Integrasi menjadi berkah bagi Usman.
Ia telah menjalani kurang lebih 24 hari masa tahanan pascavonis hakim.
Penasihat Hukum Usman,Yudhia Perdana Sikumbang, SH menuturkan, pihaknya selaku kuasa hukum mendaftarkan usman untuk ikut program asimilasi pemerintah.
“Alhamdulillah bebas murni setelah kami ikutkan program asimilasi. Kami bersyukur atas kebebasan klien kami, Usman,” ungkap Yudhi sapaan akrabnya.
Selaku kuasa hukum, Yudhi menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk mendapatkan rasa keadilan terhadap kliennya.
“Terutama kepada pihak tim penasihat hukum Usman dan keluarga besar Ikatan Pemuda Minang Inhil (IPMI) Inhil,” imbuhnya.
Melalui kasus usman ini, Yudhi berharap masyarakat bisa lebih hati - hati dan bijak dalam bermedia sosial sehingga kasus yang menjerat Usman tidak terulang lagi.
“Dengan apa yang dijalaninya selama ini, Usman merasakan efek jera yang dideritanya. Bagi masyarakat dan tentunya Usman tidak akan mengulangi apa yang pernah di perbuat,” ucap Yudhi.
Sementara itu, Usman mengaku apa yang dialaminya ini merupakan pengalaman berharga yang akan menjadi pembelajaran kedepannya.
“Semoga ini akan menjadi pengalaman yang berharga untuk saya. Jangan sampai terulang kembali hal seperti ini,” ungkap Usman saat berkunjung ke Kantor pengacara Yudhia Perdana belum lama ini.
Usman juga menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada Tim Penasihat Hukumnya yang telah mendampingi dirinya selama proses sidang berjalan.
“Terimakasih kepada perwakilan penasihat hukum yang hadir pada saat pembebasannya. Tidak lupa pula kepada IPMI yang telah mendukung dan menyemangati dalam menjalani proses sidang,” pungkasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Usman divonis 6 bulan penjara denda Rp 3 juta subsider 1 bulan penjara dalam sidang ke 15 pembacaan putusan kasus UU ITE dugaan tindak pidana ujaran kebencian kepada presiden RI Jokowi di Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Kamis (26/3/2020).
Majelis Hakim yang di Ketuai Nurma Sinurat, SH, MH didampingi hakim anggota Arip Indrianto, SH, MH dan Andi Graha, SH, MH membacakan pertimbangan hukum terhadap Usman secara bergantian.
Menurut majelis hakim unsur tersebut terpenuhi yang mana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 Jo pasal 45 A ayat 2 UU no 8 tahun 2008 jo Uu Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE.
Majelis Hakim berpandangan bahwa tuntutan JPU terlalu tinggi, namun majelis sependapat dengan unsur yang didakwakan JPU adalah terbukti.
Usman secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam pasal di atas.
( Tribunpekanbaru.com / Ikhwanul Rubby / T Muhammad Fadhli )
