Ini Beberapa Pasal yang Ditolak & Berdampak bagi Buruh Dalam UU Cipta Kerja

Sebagian besar buruh menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang oleh DPR RI.

Editor: Ilham Yafiz
WARTA KOTA / NUR ICHSAN
Ribuan buruh PT Panarub industry menggelar unjukrasa di depan pabrik tempat mereka bekerja di Jalan Moh Toha, Kota Tangerang, Selasa (6/10/2020). Unjukrasa digelar sebagai protes atas disahkannya UU Omnibus Law oleh DPR yang dinilai akan menyengsarakan kehidupan para buruh. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sebagian besar buruh menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang oleh DPR RI.

Pengesahan UU Cipta Kerja memiliki dampak negatif bagi buruh.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10/2020), telah mengetok palu tanda disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.

Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Hal itu disebabkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Razia Masker di Pelalawan, Tim Hunter Bingal Covid-19 Jaring 94 Pelanggar di Dua Kecamatan Ini

China Memang Gila,1 Jam Borong 300.000 Durian Musang King, Padahal Harganya Capai Rp300 Ribu Perkilo

 

Apa itu Omnibus Law?

Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019).

Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.

Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/10/2019), Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.

 

Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.

Wow, 59 Peti Mati Kuno Ditemukan Arkeolog di Mesir, Berisi Mummy Yang Diyakini Berusia 2.500 Tahun

Bobol 3.070 Rekening, Sindikat Asal Sumsel Ini Kantongi Rp 21 Miliar, Beli Rumah dan Mobil Mewah

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved