Sosok Datuk Gigi Putih Masih Misteri, Ada yang Bilang Peliharaan Gaib Guru Laksamana Raja di Laut
Hingga kini, Kelompok Sadar Wisata Desa Tamiang juga masih menggali sejarah, cerita, dan latarbelakang tentang Datuk Gigi Putih
Penulis: Muhammad Natsir | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, BENGKALIS - Sampai saat ini siapa sebenarnya Datuk Gigi Putih belum diketahui secara pasti sejarahnya.
Makam Datuk Gigi Putih yang berada di Desa Tamiang, Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis, Riau memang dijadikan lokasi wisata.
Hingga kini, Kelompok Sadar Wisata Desa Tamiang juga masih menggali sejarah, cerita, dan latarbelakang tentang Datuk Gigi Putih ini.
Menurut Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Tamiang, Samiun, ada beberapa versi cerita Datuk Gigi Putih yang beredar dan dipercaya masyarakat Desa Tamiang.
• Pasien Sembuh Covid-19 di Pelalawan Capai 50 Persen dari Total Terkonfirmasi Positif, Ini Rinciannya
• LINK Download Lagu Dj Treasure I Love You (DJ saranghae remix) Versi DJ Koplak, Lagu DJ Terbaru
• Nonton Film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) Full Movie Sub Indo
Namun yang cukup populer dan sering diceritakan dari mulut ke mulut ada dua versi kisah.
Masyarakat setempat percaya sosok yang disemayamkan di dalam makam tersebut memiliki tubuh tinggi berkulit gelap dan bergigi putih.
Sehingga dinamakan sebagai ‘Datuk Gigi Putih’ oleh orang-orang di sana dari masa ke masa.
"Inikan cerita cerita orang dari dahulu, tetapi cerita sebenarnya tidak ada yang tahu karena mungkin sudah lama wafaatnya bisa saja berabad-abad yang lalu," kata Samiun.
Menurut Samiun dua versi cerita Datuk Gigi Putih yang dipercaya masyarakat setempat.
Di antaranya masyarakat meyakini Datuk Gigi Putih ini merupakan guru dari Datuk Laksamana Raja di Laut.
Sementara versi kedua makam ini bukanlah makam Datuk Gigi Putih melainkan makam Syeh Abdullah.
"Syeh Abdullah inilah guru dari Datuk Laksamana Raja di Laut. Sementara Datuk Gigi Putih merupakan peliharaan gaib dari Syeh Abdullah, wujudnya berupa macan," tambahnya.
Sedangkan versi lainnya yang diceritakan oleh beberapa orang dari Dumai, Datuk Gigi putih ini bernama asli Datuk Sri Tamiang.
Namun siapa Sri Temiang ini juga tidak diketahui cerita detailnya.
"Kita di sini mendapat cerita sepotong sepotong, masih kita gali lagi. Bertanya dengan orang orang tua dahulu yang masih hidup.”
“Kita masih lakukan gajian dengan harapan nantinya bisa tahu siapa sebenarnya Datuk Gigi Putih ini," ujar Samiun.
Temukan Tumpukan Batu Seperti Tapak Pendopo
Awal September lalu, masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bandar Laksamana Bengkalis memukan jejak sejarah.
Jejak sejarah ini ditemukan di sekitaran kawasan wiasat religi makam datuk Gigi Putih.
Temuan ini berjarak hanya beberapa meter dari makam Datuk Gigi Putih.
Temuan tersebut berupa susunan bebatuan yang rapi dengan luas sekitar delapan kali delapan meter.
Persis layaknya seperti tapak pendopo yang lama di bangun dan tertimbun tanah.
Samiun, Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Tamiang mengatakan, saat menemukan sisa bebatuan ini mereka tengah bergotong royong membersihkan area wisata religi makam Datuk Gigi Putih bersama masyarakat.
"Kita bersama sama ketika itu gotong royong rutin setiap minggunya membersihkan tempat wisata religi Datuk Gigi Putih.”
“ Awalnya Kepala Desa Tamiang yang menemukan adanya bebatuan ini di area sekitar semak belukar di sana saat membersihkan daerah tersebut," cerita Samiun.
Melihat tumpukan batu ini, mereka bersama sama kemudian mencoba mengali sekitar empat puluh sentimeter.
Kemudian telihat susunan bebatuan ini sepertinya semakin besar, hingga akhirnya terus kita buka sampai temukan susunan bebatuan seluas 8x8 meter.
Bentukannya persis seperti tapak bekas pendopo, kondisinya sudah tidak begitu utuh lagi.
Selain sisa bangunan pendopo, masyarakat di sana juga menemukan bekasan guci dan pecahan gelas dan piring batu serta ada beberapa makam lainnya di sekitaran semak belukar.
Berdasarkan temuan ini, pihak desa melaporkan kepada Kecamatan Bandar Laksamana.
Laporan masyarakat ini diteruskan kepada Bupati Bengkalis dan Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga.
Setelah laporan ini, sekitar sepekan kemudian yang tim Balai Pengkajian Budaya dari Batu Sangkar turun ke Desa Tamiang.
Tim dari Batusangkar ini turun sebanyak empat orang dan melakukan pemeriksaan selama kurang lebih tiga hari berada di sana.
"Informasi saat itu kata peniliti yang turun, batu yang ditemukan di sini berasal dari abad ke 14, bisa jadi bekas bangunan yang kita temukan ini lebih tua dari Istana Siak. Namun mereka perlu lakukan penelitian lebih dalam temuan ini," pungkasnya.
Kemungkinan para peneliti dari Batusangkar ini akan kembali lagi.
Karena dari keterangan mereka harus ada penelitian lebih lanjut lagi untuk mengetahui secara detail temuan yang punya nilai sejarah tersebut.
"Untuk sementara tempat temuan ini sudah digaris polisi. Kita diminta untuk tidak menganggu tapak pendopo yang baru ditemukan dan beberapa makam lainnya," tambah Samiun.
Dengan temuan ini Samiun bersama kelompoknya punya harapan cukup besar terhadap tempat temuan dilokasi wisata religi makam Datuk Gigi Putih.
Mereka berharap pemerintah bisa menjadi lokasi wisata sejarah seperti istana Siak.
"Kalau kita maunya nanti ada tamannya juga di sini samalah seperti istana Siak, sehingga banyak pengunjung dari luar Bengkalis," ungapnya.
Kelompok Sadar Wisata Tamiang sendiri sebenarnya baru dua tahun belakangan ini mengembangkan kawasan wisata di makam Datuk Gigi Putih.
Mereka merawat secara swadaya makam tersebut karena dinilai memiliki nilai sejarah.
Kelompok ini beranggotakan sekitar sebelas orang, niat awal mereka ingin menjadikan makam ini sebagai tempat wisata religi.
Keinginan ini, ternyata disambut baik oleh Kepala Desa Tamiang.
Pihak desa membangunkan gapura sebagai tanda pintu masuk untuk menuju makam tersebut. Dengan bantuan desa ini, kelompok sadar wisata Desa Tamiang, semakin rutin membersihkan lokasi makam.
Hingga pada pertengahan tahun kemarin makam mulai ramai dikunjungi masyarakat setempat.
"Dua bulan terakhir mulai ramai, banyak masyarakat sekitar sini dan desa tetangga datang untuk melihat makam Datuk Gigi Putih ini, yang kita yakini memang makam tua," ungkap Samiun.
Bagi masyarakat yang melintas di jalan provinsi penghubung antara Sungai Pakning dengan Kota Dumai tepatnya desa Tamiang akan melihat sebuah gapura besar yang berada ditepi jalan.
Keberadaannya tepat disebelah kiri jalan jika melintas dari Sungai Pakning.
Gapura itu secara jelas menuliskan lokasi wisata religi makam Datuk Gigi Putih.
Keberadaannya tidak begitu jauh, cukup berjalan masuk ke dalam sekitar dua ratus meter dari gerbang masuk.
Sesampainya di dalam akan disuguhkan pemandangan sebuah makam berukuran cukup besar.
Pada makam ini terlihat dua nisan terbuat dari batu, dari bentuknya bisa dipastikan berumur cukup lama.
Makam ini sebenarnya sudah lama diketahui warga setempat, namun dahulu tidak begitu diperhatikan.
Ketika membersihkan lahan yang saat itu masih banyak tertutup semak belukar.
Camat Berharap Bupati Bengkalis Mau Menindaklanjuti
Camat Bandar Laksamana Acil Esyno membenarkan beberapa lalu memang ada temuan diduga situs sejarah di Desa Tamiang.
Temuan tersebut berupa tumpukan batu di sekitar makam Datuk Gigi Putih.
Selain tumpukan batu setelah dibersihkan juga ditemukan makam baru sekitaran tempat tersebut.
"Temuan ini kami sampaikan kepada Bupati Bengkalis, kemudian bupati turun bersama Dinas terkait, serta masyarakat raja laut yang konsentrasi dengan sejarah. Setelah Bupati turun beberapa waktu lalu datanglah peneliti dari Balai Pengkajian Cagar Budaya Batu Sangkar untuk meneliti," ungkap Acil.
Menurut Camat, dari keterangan pihak peneliti Cagar Budaya mereka menyarankan beberapa program penilitian dilakukan ditemuan ini.
Yakni program ekskavasi pengalian lebih dalam disekitar temuan awal.
Namun karena kondisi anggaran saat ini sudah disahkan untuk pelaksanaan ekskavasi belum bisa dilakukan. Peneliti dari Cagar Budaya Batusangkar juga masih mempelajari terlebih dahulu temuan awal ini.
"Untuk pelaksanaan ekskavasi ini saya sampaikan kepada mereka akan kita bicarakan dengan Bupati," ungkapnya.
Menurut dia, pihak Kecamatan dan masyarakat setempat sangat berharap temuam ini bisa menjadi cagar budaya.
"Kita nilai layaklah ini untuk digali lebih dalam oleh ahlinya agar kita tau adanya sejarah peradaban sebelumnya di daerah sini," tambah Acil.
Menurut dia, jika memang nilai sejarah temuam ini tentu akan dijaga dan kala menjadi cagar budaya bisa menjadi tempat wisat sejarah dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat di sana.
Acil juga mengatakan Bupati Bengkalis, Irwan Nasir sempat mengunjungi temuan ini beberapa waktu lalu.
Di depan masyarakat, Bupati Irwan saat itu menyampaikan perasaannya sangat terharu ada temuan ini.
Sementara dari hasil penelitian awal dari Balai Pengkajian Cagar Budaya Batusangkar juga sudah diterima pihaknya secara komunikasi langsung.
Menurut pada peneliti dari Batusangkar tersebut memang memiliki nilai sejarah terkait kehidupan masa lampau di sana.
"Dari penelitian awal peneliti di sana, mereka mendapatkan sebuah data mengenai temuan nisan dan temuan struktur bata dan benda lainnya," ungkap Camat.
26 Makam dengan Nisan Aceh Tipe L
Camat Bandar Laksamana Acil Esyno mengatakan, dari hasil data tipologi nisan yang ditemukan di sana berjumlah 26 buah yang berada di lahan perkebunan sawit yang semak sekitaran makam Datuk Gigi Putih.
Ke-26 nisan terbuat dari batu sandstone dan batu granit.
Selain nisan, ada juga makam yang memanjang ditemukan hanya satu buah dilengkapi dengan nisan.
Kondisi nisan ada yang utuh, patah, maupun tidak utuh serta dalam keadaan berjamur.
"Ada empat tipe nisan yang terdidentifikasi, Nisan Aceh Tipe L. Tipe nisan ini merupakan keberlanjutan dari bentuk stupa pada bangunan candi pada masa Hindu Buddha.”
“ Ini dapat terlihat dari bentuknya yang berupa bentukan gada, dimana pada bagian atas nisanberbentuk teratai serta berbagai macam motif hias berbentuk segita yang merupakan ciri dari nisan Aceh tipe L," ungkap Camat.
Nisan Aceh tipe L ditemukan hanya satu pasang nisan.
Sementara nisan-nisan lainnya juga tergolong pada nisan tipe Aceh namun belum diketahui tipe nisan yang mana karena minim akan ornamen.
Tetapi dari segi bentuk termasuk ke dalam nisan tipe Aceh seperti berbentuk pipih, bagian bawah berbentuk persegi, bagian badan memiliki beberapa tingkat dengan sisi kiri dan kanan melengkung.
Nisan Aceh seperti ini terdapat tiga pasang nisan dan dua nisan yang tidak sepasang.
Selain nisan tipe Aceh, hasil penelitian awal juga menmukan nisan kuno tipe Riau, sama persis dengan nisan yang banyak ditemukan pada situs makam kuno di dataran Riau.
Ada beberapa tipe
Dari hasil penelitian ada juga nisan yang ditemukan mirip menhir, karena bentuknya lonjong atau silindrik, tidak terdapat motif hias pada nisan dan berbahan sandstone.
Selain nisan, ditemukan juga objek berupa struktur
bata sebanyak dua struktur. Struktur bata berada tidak jauh dari makam panjang tepatnya berada di sisi selatan makam panjang.
Kondisi lingkungan struktur bata berupa perkebunan sawit dan nibung.
Struktur bata yang ditemukan antara lain berupa struktur bata empat persegi, struktur bata pertama terdiri bagian teras tersusun dari bata bata yang terpola sedangkan pada bagian lantai teras tersusun bata acak.
Pada bagian atas teras terdapat susunan bata sebanyak tujuh tingkat.
Namun belum diketahui secara pasti apakah susunan bata yang bertingkat tujuh ini tersusun seperti sekarang atau bukan karena telah disusun oleh warga.
"Sekitaran strukturr bata ini juga ditemukan beberapa fragmen keramik Dinasti Ming, ini ditemukan pada saat dilakukan penggalian oleh warga," ungkap Camat Bandar Laksamana Acil Esyno.
Struktur susunan bata lain yang ditemukam berupa struktur bata U. Struktur ini ditemukan berada di sisi timur makam panjang.
"Struktur bata berbentuk seperti huruf U karena pada salah satu sisinya belum terlihat jelas bentuknya.”
“ Struktur bata yang terlihat ialah bagian kaki dimana bata disusun berpola sedangkan bagian atas kaki tersebar bata acak. Pada struktur bata ini juga ditemukan fragmen keramik Cina," tambahnya.
Selain nisan dan struktur bata, masih ada potensi tinggalan arkelogis yang berada di bawah permukaan tanah terutama di dalam gundukan tanah.
Hal ini dapat dilihat pada temuan struktur bata yang awalnya merupakan gundukan tanah.
"Adanya beberapa gundukan tanah di sekitar temuan, mengindikasikan terdapat tinggalan arkeologis di dalamnya.”
“ Pengujian awal dilakukan dengan menusukan batang besi ke dalam tanah dengan jarak tertentu dan terdapat benda keras di dalam tanah," terang Acil.
Dari beberapa temuan ini, maka dapat diinterpretasikan sementara mengenai periodisasi mengenai temuan tersebut.
Diperkirakan Awal 1800 Masehi
Berdasarkan dari beberapa tipe nisan yang terdapat di Makam Datuk Gigi Putih diketahui bahwa keberadaan nisan nisan tersebut diperkirakan mulai ada pada awal tahun 1800 Masehi.
"Karena relatif cocok dengan data tipologi nisan oleh Othman Yatim ditahun 1988. Yang menunjukkan bahwa tipe nisan ini tergolong pada nisan yang berkembang pada tahun 1700 hingga 1800 Masehi," terang Camat Bandar Laksamana Acil Esyno.
Meskipun demikian, dari keterangan penelitian juga kemungkinkan bisa periodisasinya sebelum.
Karena ditemukan beberapa nisan berbentuk seperti menhir serta temuan struktur bata yang tidak begitu jauh dengan keberadaan nisan, dapat diinterpretasikan bahwa struktur bata ini memiliki fungsi yang masih berkolerasi dengan tinggalan nisan salah satunya ialah sebagai pendopo.
"Namun bisa jadi struktur bata ini sudah ada sebelum nisan terutama nisan tipe Aceh berada di lingkungan ini.”
“ Artinya dapat diduga periodisasi di lingkungan Makam Datuk Gigi Putih berkelanjutan mulai dari zaman Prasejarah, Hindu, Buddha dan Islam," ungkapnya.
Walaupun begitu, menurut penjelasan para peneliti kepada Acil, perlu adanya penelitian lebih dalam agar dapat mengungkap struktur bata tersebut.
Adapun penanganan temuan nisan dan struktur bata di Desa Temiang, perlu dilakukan penyusunan, perencanaan yang matang.
Sehingga upaya pelestarian yang akan dilakukan sesuai dengan kaidah pelesarian dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sesuai.
Untuk itu tim peniliti memberikan beberapa rekomendasi penanganan sebagai kepada pemerintah Bengkalis.
Di antaranya memasukan data temuan nisan dan struktur bata ke sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya melalui tim pendaftaran di Dinas Pariwisata Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bengkalis.
"Mereka juga menyarankan perlu dilakukan kegiatan kajian atau pun penelitian lebih lanjut, baik berupa kegiatan ekskavasi maupun kegiatan pengamanan oleh instansi berwenang terkait temuan nisan maupun struktur bata sehingga dapat menjadi salah satu dasar untuk melakukan pelestarian”.
Untuk penguatan legalitas situs perlu dilakukan penetapan yang diawali dari penetapan oleh Bupati melalui surat keputusan (SK) sehingga temuan ini secara hukum terlindungi keberadaannya," terangnya.
Menurut Acil, meskipun sudah mendapatkan informasi detail terkait hasil penelitian awal ini, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Balai Pengkajian Cagar Budaya Batusangkar.
Nantinya surat resmi akan diteruskan kepada Bupati Bengkalis untuk ditindaklanjuti.
"Namun secara umum Pj Bupati Bengkalis pekan kemarin sudah melihat langsung. Beliau cukup antusias mudah mudahan berkenan nantinya menindaklanjuti penelitian ini,"terangnya.
Tahap Awal Fokus Pengkajian Sejarah
Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Bengkalis dengan adanya temuan Sejarah di desa Tamiang berencana akan berkomitmen mengembangkannya.
Bahkan, pada tahun 2021 mendatang akan mulai digarap pengembangannya temuan sejarah ini sebagai cagar budaya
Hal ini diungkap Kepala Bidang Kebudayaan Disparbudpora Bengkalis, Khairani.
Menurut dia, pada penyusunan RAPBD 2021 ini akan mulai diusulkan pengembangan Cagar Budaya Desa Tamiang ini.
"Kami memang sudah merencanakan, tahun depan akan mulai kegiatan perencanaan pengembangannya. Kita akan lihat dahulu postur anggarannya," terang Khairani.
Menurut dia, perencanaan tahun depan baru berbentuk kajian, dengan mengeluarkan SK penetapan sebagai cagar budaya.
Kemudian akan dibentuk forum diskusi untuk mengali sejarah dengan budayawan.
"Untuk tahun depan kita fokus dengan pengkajian terlebih dahulu. Mudah mudahan bisa masuk usulan ini," tambahnya.
Tahapan awal ini, selain pelaksanaan pengkajian dianggarkan melalui pemerintah Bengkalis, pihak Disparbudpora Bengkalis juga sudah meminta pemerintah desa membantu pengkajian melalui anggaran desa.
"Kondisi anggaran daerah sekarang ini lebih diutamakan pada hal yang prioritas. Untuk itu kita sudah sampaikan juga kepada desa membantu pengembangan melalui anggaraan desa," terangnya.
Menurut dia, tahap awal pihaknya akan menyusun sinopsis dan membukukan sejarah awal cagar budaya tersebut.
Bekerjasama dengan balai pelestarian cagar budaya Sumatera Barat (Sumbar).
"Setelah tahapan ini terpenuhi, pada tahun tahun berikutnya baru bisa dilakukan pengembangan dan pengalian mendalam terkait cagar budaya di sana," terang Khairani.
Pada dasarnya Disparbudpora sangat ingin mengembangkan cagar budaya ini.
Hingga tahap akhir nanti bisa dimanfaatkan sebagai tempat wisata sejarah masa lalu dan dikunjungi oleh wisatawan dalam maupun luar daerah.
"Tapi tentu harus bertahap, untuk tahap awal ini kita fokus pengajian dahulu, belum ada rencana pembangunannya.”
“ Nanti setelah kajian dan jelas sejarahnya baru akan diteruskan pembangunan disekitar cagar budaya tersebut hingga layak dijadikan tempat wisata sejarah," terang Khairani.
( Tribunpekanbaru.com / M Natsir )
