Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

SEJARAH Sumpah Pemuda: Sosok Pemuda Asal Sawahlunto Sumatera Barat Ini Jadi Sorotan Kala Itu

Sumpah Pemuda dimaknai sebagai momentum bersatunya para pemuda, yang kemudian bergerak bersama dan berjuang menuju Indonesia merdeka.

Tokoh bangsa yang juga telah diangkat sebagai pahlawan nasional, Mohammad Yamin(Istimewa/DOKUMENTASI HARIAN KOMPAS) 

Anak dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah ini memang dibesarkan di keluarga terpelajar.

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, ayahnya yang mantri kopi membuat Yamin kecil dibekali pendidikan mumpuni.

Menurut Elizabeth E Graves dalam buku Asal-Usul Elite Minangkabau Modern, para mantri kopi masuk ke dalam golongan terpelajar dengan kemampuan baca tulis dan berhitung yang baik.

Baca juga: Seribuan Mahasiswa dari BEM SI Hari Ini Kembali Gelar Aksi Pembatalan UU Cipta Kerja

Baca juga: Cek Ramalan Zodiak Hari Ini Rabu (28/10/2020): Aries Banyak Merenung, Pisces Krisis Kepercayaan

Kelompok lainnya ialah jaksa dan pangreh praja.

Setelah mendapatkan pendidikan dasar di kampung halaman, Yamin melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Algemene Middelbare School (AMS) di Surakarta.

Selanjutnya, Yamin menuju ke Jakarta dan masuk Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hooge School) di Jakarta.

Setelah aktif dan memimpin Jong Sumatranen Bond, Yamin mulai aktif mengemukakan gagasan tentang persatuan Indonesia.

Sebagai seorang sastrawan dan penyair, salah satu cara yang diyakini Yamin dapat menjadi "alat" persatuan adalah bahasa.

Gagasan ini pun diucapkan lantang dalam Kongres Pemuda I.

Melalui pidatonya, "Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan di Masa Mendatang", Yamin "menyodorkan" bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

"Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan yang ditentukan untuk orang Indonesia. Dan kebudayaan Indonesia masa depan akan mendapatkan pengungkapannya dalam bahasa itu," demikian pidato Yamin, dikutip dari buku Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru (2003)

Pidato itu mendapatkan respons baik dari para pemuda yang hadir dalam kongres.

Mereka tertarik terhadap pemaparan Mohammad Yamin, terutama mengenai persatuan.

Banyak yang meyakini bahwa pemakaian bahasa Melayu yang memang sudah banyak digunakan sebagai bahasa pengantar selain bahasa Belanda dan bahasa Arab, akan digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia.

Jong Sumatranen Bond sendiri pernah mendiskusikan bahasa persatuan ini sejak 1923.

Kelak, penggunaan "bahasa Indonesia" ini diharapkan mendesak penggunaan bahasa Belanda.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved