Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jika Joe Biden Memimpin AS, Ini Sederet Prioritas Kebijakan Luar Negerinya, Analisa Pakar Asing

"Daftar prioritas yang dilakukan" Biden adalah memperbaiki hubungan yang tegang dengan para sekutu, terutama dengan NATO,

Editor: CandraDani
ANGELA WEISS / AFP
Kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden berbicara di Canvas Kick Off di Serikat tukang kayu di Scranton, Pennsylvania pada 3 November 2020. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Joe Biden berada di ambang kemenangan pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 dan sejumlah pakar memandang tatanan global juga di ambang perubahan.

"Saya tidak ingin melebih-lebihkan ini," kata Tony Arend, Profesor Universitas Georgetown.

"Tapi masa depan tatanan global sedang dipertaruhkan," ujar Arend seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Sabtu (7/11/2020).

Dia melihat Pilpres AS 2020 ini sebagai pertarungan kebijakan luar negeri, "karena kedua calon memiliki dua visi yang secara fundamental sangat berbeda, tentang seperti apa dunia seharusnya dan seperti apa seharusnya kepemimpinan Amerika di dunia".

Dunia, menurut Presiden Trump, adalah salah satu bentuk dari nasionalisme "America First", meninggalkan perjanjian internasional yang dia yakini memberi AS kerugian.

Baca juga: SOSOK Joe Biden: Punya Rahasia Pribadi yang Tak Diketahui Banyak Orang

Pandangan ini bersifat transaksional, mengacak-acak, dan sepihak.

Pandangan ini juga bersifat pribadi dan tidak menentu, dibentuk oleh nalurinya dan hubungannya dengan para pemimpin, serta didorong oleh isi Twitter-nya.

Dunia, menurut Joe Biden, jauh lebih tradisional dari sisi peran dan kepentingan Amerika, didasarkan pada lembaga internasional yang didirikan setelah Perang Dunia II, dan berdasarkan nilai-nilai demokrasi Barat.

Ini adalah salah satu aliansi global, di mana Amerika memimpin negara-negara bebas dalam memerangi ancaman transnasional.

Baca juga: Secret Service Atau Paspampres AS Mulai Kawal Joe Biden dan Kerabatnya, Personilnya Terus Ditambah

Apa yang akan berubah di bawah Biden?

Beberapa hal menonjol, seperti pendekatan terhadap sekutu, perubahan iklim, dan Timur Tengah.

Menghadapi para sekutu 

Trump memuji diktator dan menghina sekutu.

Sementara, di nomor teratas "daftar prioritas yang dilakukan" Biden adalah memperbaiki hubungan yang tegang dengan para sekutu, terutama dengan NATO, serta bergabung kembali dengan aliansi global.

Pemerintahan Biden akan kembali ke Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan berusaha untuk memimpin penanganan pandemi virus corona.

Baca juga: Donald Trump Galang Dana Rp 853 Miliar Untuk Gugat Pilpres AS, Kemenangan Joe Biden di Depan Mata

Dalam kampanyenya, Biden membingkai tugas ini sebagai langkah besar untuk menyelamatkan citra Amerika yang rusak dan menggalang kekuatan demokrasi untuk melawan apa yang dipandangnya sebagai peningkatan gelombang otoritarianisme.

Namun, upaya Biden bakal lebih banyak gaya daripada substansi, kata Danielle Pletka dari American Enterprise Institute yang konservatif.

Dia berpendapat bahwa pemerintahan Trump telah mencapai banyak hal di panggung global, hanya dengan sikap "siku yang tajam".

"Apakah kita kehilangan teman untuk pergi ke pesta? Tentu," kata Pletka.

"Tidak ada yang ingin pergi ke pesta dengan Donald Trump. Apakah kita telah kehilangan kekuatan dan pengaruh penting pada metrik yang sebenarnya selama 70 tahun terakhir? Tidak," katanya.

Baca juga: Joe Biden Optimis Jadi Presiden AS: Kami akan Menangkan Perlombaan Ini

Perubahan iklim

Berbicara tentang substansi, Joe Biden akan menjadikan "perang terhadap perubahan iklim" sebagai prioritas serta bergabung kembali dengan Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan salah satu kesepakatan internasional yang ditinggalkan Donald Trump. 

Dalam masalah ini, kedua pria itu bertolak belakang.

Trump melihat penanggulangan pemanasan global sebagai ancaman bagi ekonomi. Dia telah mempromosikan bahan bakar fosil dan membatalkan sejumlah perlindungan lingkungan dan peraturan iklim.

Sementara, Biden mempromosikan rencana ambisius senilai 2 triliun dollar AS (Rp 28,4 kuadriliun) untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dalam mengurangi emisi.

Dia mengklaim akan melakukan ini dengan membangun ekonomi energi bersih, menciptakan jutaan pekerjaan dalam prosesnya. Terkait ancaman pemanasan planet, pilpres ini penting bagi dunia.

Baca juga: Kerusuhan Pilpres AS Meledak! Pendukung Joe Biden Tak Kalah Beringas, Ludahi Polisi dan Pembakaran

Iran

Joe Biden mengatakan dia siap untuk bergabung kembali dengan perjanjian internasional lain yang ditinggalkan oleh Trump, yaitu kesepakatan yang memberikan keringanan sanksi kepada Iran sebagai imbalan menurunkan program nuklirnya.

Pemerintahan Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018, dengan mengatakan perjanjian kendali senjata terlalu sempit untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh Iran, dan terlalu lemah dalam membatasi aktivitas nuklir, yang berakhir seiring waktu.

Amerika telah memberlakukan kembali sanksi dan terus memberikan tekanan ekonomi.

Bahkan, baru-baru ini, hampir semua sektor keuangan Iran masuk daftar hitam. Sebagai tanggapan, Iran telah berhenti melaksanakan beberapa pembatasan aktivitas nuklirnya.

Yaman 

Biden juga akan mengakhiri dukungan AS atas perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.

Tingginya angka kematian warga sipil di Yaman telah membangun kuat penentangan terhadap keterlibatan AS dari sayap kiri partai dan semakin banyak anggota parlemen di kongres AS.

Arab Saudi adalah sekutu terdekat Trump di Timur Tengah, inti dari aliansi anti-Iran.

Analis melihat Biden tak akan lagi bersikap mesra seperti Trump terhadap negara kerajaan itu.

"Saya pikir di Timur Tengah, akan ada perubahan besar," kata Pletka, "kebijakan yang lebih pro-Iran dan kebijakan yang kurang pro-Saudi, pasti."

Konflik Arab-Israel

Joe Biden menyambut baik kesepakatan Trump antara Israel dan Uni Emirat Arab.

Biden adalah pendukung setia dan pembela lama Israel, kata "pendudukan" tidak termasuk dalam bentuk kebijakan luar negeri partai.

Namun, dia tidak akan mengadopsi kebijakan pemerintahan Trump terhadap Tepi Barat yang diduduki.

Biden juga tidak akan menyokong deklarasi bahwa permukiman Israel tidak melanggar hukum internasional, tapi menolerir rencana Israel untuk mencaplok sebagian wilayah secara sepihak. 

Sayap kiri Partai Demokrat, yang memiliki koalisi kebijakan luar negeri lebih berkembang dan tegas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mendorong tindakan yang lebih besar terhadap hak-hak Palestina.

"Saya pikir kami memiliki keterlibatan yang jauh lebih kuat dari para pendukung hak Palestina, orang Amerika keturunan Palestina, orang Amerika keturunan Arab," kata Matt Duss, penasihat kebijakan luar negeri untuk saingan Biden, Bernie Sanders.

Keterlibatan datang juga dari "sejumlah kelompok Yahudi Amerika yang memahami bahwa mengakhiri pendudukan adalah masalah utama bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat."

Jadi itu sesuatu yang harus diperhatikan.

Apa yang akan tetap sama?

Seperti Trump, pria 77 tahun itu ingin mengakhiri perang di Afghanistan dan Irak, meskipun ia akan mempertahankan pasukan kecil AS di kedua negara untuk membantu memerangi terorisme.

Dia juga tidak akan memangkas anggaran Pentagon atau menangguhkan serangan kapal tanpa awak, meskipun ada tekanan dari pihak kiri.

Dan jika menyangkut musuh geopolitik, mungkin ada sedikit perbedaan dari yang Anda harapkan.

Rusia

Hubungan dengan Rusia pasti akan berubah. Trump secara pribadi sering terlihat siap memaafkan Vladimir Putin atas perilaku yang melanggar norma internasional.

Namuan, pemerintahan Trump cukup keras terhadap Rusia, menghukumnya dengan serangkaian sanksi. Itu mungkin akan berlanjut di bawah kepresidenan Biden, tanpa pesan ganda. 

Mantan wakil presiden AS itu secara blak-blakan mengatakan kepada CNN bahwa dia yakin Rusia adalah "lawannya".

Dia menjanjikan resposn yang kuat atas campur tangan Rusia pada pemilu AS, dan untuk dugaan pemberian hadiah kepada Taliban untuk menargetkan pasukan Amerika di Afghanistan, sesuatu yang belum ditangani Trump.

Pada saat yang sama Biden telah menjelaskan bahwa dia ingin bekerja sama dengan Moskwa untuk mempertahankan apa yang tersisa dari perjanjian pembatasan persenjataan nuklir.

Presiden Trump telah menarik diri dari kesepakatan dan menuduh Rusia curang, serta mencoba untuk menegosiasikan perjanjian ketiga yang akan berakhir pada Februari.

Biden telah berkomitmen untuk memperpanjangnya tanpa syarat, jika dia terpilih.

China

Pada 2017, Trump menggambarkan bagaimana dia dan Xi Jinping terikat pada kue coklat.

Namun, sejak itu Trump telah membuang persahabatannya dengan presiden China dan menggantinya dengan permusuhan.

Trump menuduh China menyebarkan virus corona.

Faktanya, ada kesepakatan lintas partai yang langka untuk bersikap keras dengan China terkait perdagangan dan masalah lainnya. Pertanyaannya adalah tentang taktik.

Biden akan melanjutkan kebijakan Trump untuk melawan "praktik ekonomi yang kasar" terhadap China, bersama-sama dengan para sekutu. 

Hal ini berlawanan dari sikap Trump untuk membuat kesepakatan dagang secara sepihak.

Aksi "siku tajam" pemerintahan Trump berhasil memenangkan dukungan global untuk boikot teknologi komunikasi China.

Langkah itu adalah bagian dari peningkatan serius dalam upaya AS untuk melawan Beijing di banyak bidang, yang telah membawa hubungan ke titik terendah dalam beberapa dekade.

Kampanye ini didorong oleh pandangan keras Trump terhadap China. Mereka menyebutnya persaingan strategis, tetapi beberapa analis menggambarkannya sebagai konfrontasi strategis.

Biden akan lebih aktif mencari bidang kerja sama dengan China yang sedang bangkit.

Biden mengatakan dia ingin menghidupkan kembali kepemimpinan Amerika.

Tetapi, dunia juga telah berubah dalam 4 tahun terakhir, dengan kembalinya persaingan kekuatan besar yang kuat dan jajak pendapat baru-baru ini yang menunjukkan reputasi Amerika telah anjlok bahkan di antara para sekutu setia, mereka yang ingin dipimpin oleh Biden.(kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved