Jaksa Bidik Kasus Bansos di Siak Pasca Sekda Riau Yan Prana Jadi Tersangka Dugaan Korupsi
Satu persatu kasus dugaan korupsi di Siak yang ditangani tim jaksa dari Kejati Riau, mulai menguak siapa aktor yang dinilai bertanggungjawab.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Satu persatu kasus dugaan korupsi di Kabupaten Siak yang ditangani tim jaksa dari Kejati Riau, mulai menguak siapa aktor yang dinilai bertanggungjawab.
Dugaan korupsi, disinyalir terjadi di era kepimpinan Syamsuar -Gubernur Riau sekarang- saat masih menjabat sebagai Bupati Siak.
Salah satu perkara yang sudah ditetapkan tersangkanya, adalah dugaan rasuah anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun 2014-2017, di Kabupaten berjuluk Kota Istana itu.
Adapun tersangka dalam perkara ini adalah Yan Prana Jaya, mantan Kepala Bappeda Siak, yang kini menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau.
Akibat perbuatan yang dilakukan orang nomor tiga di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau itu, negara terindikasi merugi Rp1,8 miliar.
Usai kasus Bappeda, jaksa kini fokus menangani perkara dugaan korupsi lainnya di Siak.
Salah satu yang kini sedang digesa penanganannya, yakni dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial di Bagian Kesra Setdakab Siak.
Perkara yang sudah masuk tahap penyidikan ini, masih terus berproses.
Terbaru, tim jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau selaku pihak yang menangani perkara, saat ini tengah menunggu laporan transaksi keuangan dalam penyaluran bansos bermasalah tersebut kepada masyarakat.
Asisten Pidsus (Aspidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi menuturkan, pihaknya telah menyurati salah lembaga keuangan untuk meminta laporan transaksi keuangan dalam perkara ini.
Ini guna memastikan apakah penyaluran bansos tersebut tepat sasaran.
"Kami sudah menyurat lembaga keuangan terkaitan transaksi keuangan penyaluran bansos itu. Kami tinggal menunggu itu," katanya, Kamis (24/12/2020).
Dipaparkan Hilman, langkah tersebut diambil untuk mempermudah penyidikan perkara.
Karena kata dia, tidak memungkinkan memeriksa atau melakukan verifikasi langsung di lapangan, terhadap satu persatu penerima bansos yang jumlahnya mencapai ribuan orang.
"Penerima bansos sekitar 9.000 orang, kalau diperiksa satu persatu banyak orang heboh dan ini tidak mungkin. Maka, kita ubah pola pemeriksaannya dengan memproses transaksi keuangannya," ucap Hilman.