ILMUWAN Ungkap Bahayanya Jika Kita Kesepian: Penyebab Penurunan Kognitif dan Demensia
bahwa kesepian adalah salah satu penyebab penurunan kognitif dan demensia yang berisiko tinggi dialami orang tua.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Sebuah studi soal kesepian dirilis.
Adalah para ilmuwan di Quebec, Kanada.
Penelitian itu menunjukkan bagaimana reaksi jaringan saraf otak saat kita merasakan kesepian.
Ada semacam tanda pada otak orang-orang yang kesepian.
Itu didasarkan pada variasi volume area otak yang berbeda, serta bagaimana area tersebut berkomunikasi satu sama lain di seluruh jaringan otak.
Penelitian dilakukan dengan memeriksa data magnetic resonance imaging (MRI), genetika dan penilaian psikologis diri dari sekitar 40.000 orang dewasa paruh baya dan lebih tua.
Mereka secara sukarela memasukkan informasi mereka ke dalam UK Biobank, yakni database akses terbuka yang tersedia untuk ilmuwan kesehatan seluruh dunia, seperti dilansir dari Science Daily, Sabtu (9/1/2021)..
Selanjutnya, tim ilmuwan akan membandingkan dengan data MRI partisipan yang dilaporkan sering merasa kesepian dengan yang tidak.
Baca juga: Menhub Beberkan Fakta Ini Terkait dengan Kondisi Pesawat Sriwijaya Air yang Hilang Kontak
Baca juga: 5 FAKTA Hilangnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182: Lokasi & Pengakuan Nelayan di Kepulauan Seribu
Dalam studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Communication ini, para peneliti menemukan beberapa perbedaan dalam otak orang yang kesepian.
Manifestasi otak ini berpusat pada jaringan default, yakni sekumpulan area otak yang terlibat dalam pemikiran batin.
Kita ternyata menggunakan jaringan ini untuk mengenang, merencanakan masa depan, hingga membayangkan dan memikirkan orang lain.
Para peneliti menemukan jaringan default pada orang-orang yang kesepian lebih kuat terhubung bersama.
Namun, yang mengejutkan, volume materi abu-abu pada jaringan tersebut cenderung lebih besar.
Kesepian juga berkorelasi dengan perbedaan di forniks, yakni seikat serabut saraf yang membawa sinyal dari hipokampus ke jaringan default. Pada orang yang kesepian, struktur saluran serat ini lebih terjaga.
Baca juga: Ternyata Mbak You Pernah Ramal Pesawat Jatuh 2021, Katanya Pesawat yang Mengandung Warna Merah
Baca juga: Kesaksian Nelayan Detik-detik Kronologi Dengar Suara Dentuman di Lokasi Pesawat Sriwijaya Jatuh
Baca juga: Keistimewaan Membaca Surat Yasin untuk Kehidupan Sehari-hari, Bacaan Lengkap 83 Ayat. Arab dan Latin
Fakta bahwa struktur dan fungsi jaringan ini secara positif terkait dengan kesepian. Kemungkinan karena orang yang kesepian cenderung menggunakan imajinasi, ingatan masa lalu atau harapan masa depan untuk mengatasi isolasi sosial mereka.
Nathan Spreng dari The Neuro (Montreal Neurological Institute-Hospital) dari McGill University, dan penulis utama studi ini mengatakan dengan tidak adanya pengalaman sosial yang diinginkan, maka orang yang kesepian mungkin bias terhadap pemikiran yang diarahkan secara internal.
Misalnya seperti mengenang atau membayangkan suatu pengalaman sosial.
"Kami tahu bahwa kemampuan otak kognitif ini dimediasi oleh area otak dari jaringan default," kata Spreng.
Jadi, fokus yang meningkat ini pada refleksi diri, dan pengalaman sosial yang mungkin dibayangkan orang kesepian. Secara alami itu akan melibatkan fungsi berbasis memori dari jaringan default.
Baca juga: SPESIFIKASI Pesawat Sriwijaya Air SJ 182: Boeing 737-500, TERCATAT ADA 5 Kecelakaan di Dunia
Baca juga: LIVE STREAMING KOMPAS TV: Pesawat Sriwjaya Air Hilang Kontak, Warga Temukan Serpihan
Kesepian semakin diakui sebagai salah satu masalah kesehatan utama.
Pada penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa kesepian adalah salah satu penyebab penurunan kognitif dan demensia yang berisiko tinggi dialami orang tua.
Memahami bagaimana cara mengatasi kesepian, yang memanifestasikan dirinya di otak bisa menjadi kunci untuk mencegah penyakit saraf dan mengembangkan perawatan yang lebih baik.
"Kami baru mulai memahami dampak kesepian pada otak. Ini memperluas pengetahuan kita untuk lebih menghargai urgensi dalam mengurangi kesepian di masyarakat saat ini," kata Danilo Bzdok, peneliti di The Neuro and the Quebec Artificial Intelligence Institute.