Hebatnya Sitti Hikmawatty, Bisa Kalahkan Presiden Jokowi, Menang Gugatan di PTUN Jakarta
Apa penyebab Presiden Jokowi kalah gugatan PTUN yang diajukan Sitti Hikmawatty?
TRIBUNPEKANBARU.COM - Jagad perlindungan anak di Indonesia sempat dihebohkan
dengan pernyataan wanita yang berenang di kolam renang bersama pria bisa hamil, pada medio 2020.
Pernyataan tersebut keluar dari mulut Sitti Hikmawatty, Komisioner KPAI saat itu.
Hal tersebut ternyata ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo.
Akibat pernyataan itu, Presiden Jokowi memecat Sitti Hikmawatty
dengan menandatangani Keputusan Presiden Nomor 43/P Tahun 2020.
Dalam beleid tersebut, Presiden memecat secara tidak hormat
anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Sitti Hikmawatty dari jabatannya per tanggal 24 April 2020.
Setelah itu ternyata Sitti Hikmawatty mengajukan perlawanan ke Presiden Jokowi
dengan mengajukan gugatan PTUN di PTUN Jakarta.
Gugatan Sitti Hikmawatty itu tertanggal 17 Juni 2020 dengan Register Perkara Nomor: 122/G/2020/PTUN.JKT,
Hakim kemudian memutuskan menerima gugatan Sitti Hikmawaty
dan tertuang dalam putusan PTUN Jakarta nomor: 122/G/2020/PTUN-JKT
yang dapat didownload di website Mahkamah Agung.
Kemudian hakim juga menyatakan batal keputusan nomor 43/P tahun 2020
tentang pemberhentian dengan tidak hormat Sitti Hikmawaty yang ditandatangani Presiden Jokowi.
Beritunya hakim mewajibkan Presiden Jokowi mencabut
keputusan Presiden Jokowi mencabut keputusan nomor 43/P tahun 2020 tersebut.
Selanjutnya hakim meminta Presiden Jokowi merehabilitasi dan memulihkan
hak Penggugat dalam kedudukan, harkat dan martabatnya seperti keadaan semula
sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Periode Tahun 2017-2022 sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Hakim PTUN Jakarta mengeluarkan keputusan tersebut pada 5 Januari 2021.
Dalam keputusan itu, bertindak sebagai hakim ketua adalah Danan Priambada,
lalu Bambang Soebiyantoro dan Akhdiat Sastrodinata sebagai hakim anggota.
Pertanyaan berikutnya, apa penyebab Presiden Jokowi kalah gugatan PTUN yang diajukan Sitti Hikmawatty?
Dalam surat gugatannya, para pengacara Sitti Hikmawatty mengeluarkan berbagai dalil pembelaan.
Beberapa diantaranya adalah Sitti Hikmawaty sudah meminta pihak media
yang menayangkan berita yang kemudian jadi kontroversi itu untuk menghentikannya
pada 22 Februari 2020 atau hanya 1 hari setelah berita tayang.
Tetapi media yang bersangkutan menyebut tidak bisa lantaran berita sudah ditayangkan.
Selanjutnya pada 23 Februari 2020, Sitti sudah langsung mengeluarkan
permohonan maaf secara pribadi kepada publik.
Berikutnya disebutkan pula bahwa Sitti Hikmawatty tidak diberikan kesempatan membela diri.
Ia justru diminta mengundurkan diri oleh Dewan Etik KPAI usai menggelar rapat pleno KPAI.
Selain itu rapat pleno KPAI juga mengusulkan kepada Presiden Jokowi
agar memberhentikan Sitti Hikmawatty.
Dalam hal ini Sitti Hikmawatty disebut tidak diberikan kesempatan membela
diri dan sudah langsung keluar surat pemberhentian dari Presiden Jokowi.
Dalam gugatannya, disebutkan pula bahwa surat pemberhentian
dari Presiden Jokowi adalah sesuatu yang tidak proporsional.
Sebab masih banyak para pejabat publik yang membuat pernyataan
publik tidak tepat, tetapi tidak dihukum oleh atasannya.
Dalil pembelaan terkuat dalam gugatan Sitti Hikmawatty adalah tidak
sahnya surat pemberhentian tidak dengan hormat yang ditandatangani Presiden Jokowi.
Menjadi tidak sah karena surat tersebut melanggar ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang KPAI,
sehingga berdasarkan Pasal 53 Ayat 2 Huruf (a) Undang Undang Nomor 51 tahun 2009
jo Undang Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menjadi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di mana dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang KPAI,
yaitu dalam Pasal 75 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perubahan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi seperti di bawah ini :
“Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
Selanjutnya dalam Pasal 9 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016
tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang berbunyi
“Anggota KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden” jo Pasal 23
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 Komisi
Perlindungan Anak Indonesia yang berbunyi“ Ketua, Wakil Ketua,
Anggota KPAI diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. Dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan
berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
b. Melanggar kode etik KPAI
Artinya adalah Presiden hanya bisa menerbitkan surat pemberhentian
kepada Sitti Hikmawatty setelah ada pertimbangan dari DPR RI
Sementara dalam kasus ini, Presiden Jokowi baru mendapat usulan dari hasil rapat Pleno KPAI.
Kemudian Sitti Hikmawatty juga terlihat makin kuat lantaran dia
tidak dijatuhi pidana kejahatan dan KPAI tidak memiliki kode etik yang bisa dijadikan kepastian hukum.
Dalam gugatan yang tertuang di surat keputusan hakim, disebutkan pula bahwa KPAI belum menyusun kode etik.
Oleh karena itu menyebut Sitti Hikmawatty melanggar kode etik menjadi hal yang aneh.
Sementara itu, jawaban Presiden Republik Indonesia melalui kuasa hukumnya
mendasarkan bahwa secara umum, ketentuan terkait Pengangkatan dan
Pemberhentian keanggotaan KPAI diatur di dalam Pasal 75 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014.
Tapi berikutnya menyangkut bagaimana mekanisme kerja KPAI dalam pengangkatan
dan pemberhentian keanggotannya diatur lebih lanjut pada
Bab II Tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Perpres 61 Tahun 2016 Tentang KPAI.
Pasal 18 Perpres tersebut mengatur bahwa Presiden menyampaikan calon anggota KPAI
kepada DPR untuk mendapatkan pertimbangan, sedangkan untuk pemberhentian
keanggotaannya dilakukan Presiden atas usul KPAI melalui Menteri (Pasal 21).
Oleh karena itulah tergugat menyebut bahwa pemberhentian keanggotaan KPAI
cukup dilakukan hanya dengan satu cara yakni atas usul KPAI melalui Menteri,
dan tidak ada mekanisme lain termasuk meminta pertimbangan DPR.
Disebutkan pula dalam dalam pembelaan tergugat,
bahwa yang memerlukan usul DPR RI adalah pengangkatannya,
tetapi tidak serta merta berlaku untuk pemberhentiannya.
Dari sini terlihat jelas bahwa Sitti Hikmawatty mendalilkan gugatannya
bahwa surat Presiden Jokowi tidak sah dengan berdasarkan
Pasal 75 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perubahan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak di mana disebut bahwa harus ada pertimbangan DPR RI dalam hal pemberhentian anggota KPAI.
Sedangkan pihak tergugat Presiden Jokowi mendalilkan pembelaannya
soal surat Presiden Jokowi sudah sah berdasarkan Pasal 18 Perpres 16 Tahun 2016 Tentang KPAI yang
menyebutkan bahwa pemberhentian keanggotaan dilakuakan Presiden atas usul KPAI melalui menteri.
Hakim lalu mengeluarkan keputusan dengan terlebih dahulu berpendapat seperti di bawah ini.
Menurut hakim, dalil Sitti Hikmawatty yang didasarkan UU 23/2002
di mana pemberhentian anggota KPAI harus berdasarkan pertimbangan DPR RI
itu merupakan kewenangan atributif DPR RI yang tidak bisa dikesampingjkan
walaupun di Perpres 16 tahun 2016 disebut bahwa pemberhentian
keanggotaan dilakukan Presiden atas usul KPAI melalui menteri.
Ya, karena itulah kemudian PTUN Jakarta memenangkan Sitti Hikmawatty
dalam hal melawan Presiden Jokowi terkait pemberhentiannya dengan tidak hormat sebagai Komisioner KPAI.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Dipecat Presiden Jokowi Usai Sebut Bisa Hamil di Kolam Renang, Sitti KPAI Gugat Jokowi dan Menang
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sitti-hikmawatty.jpg)